Tren Kejahatan Internasional Berubah

Banyak Manfaatkan Teknologi Informasi

Jusuf Kalla - Dok.JPNN

eQuator.co.id – Kerja sama kepolisian dengan jejaring International Police (Interpol) akan difokuskan untuk memerangi kejahatan berbasis teknologi informasi (TI). Di antaranya, cyber crime, terorisme, dan kejahatan ekonomi. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mendorong Polri agar bisa mengambil peran strategis dalam kerja sama tersebut.

Kemarin (7/11) JK menghadiri Sidang Umum Interpol Ke-85 di Nusa Dua, Bali. Sidang dengan tema Setting The Goals Strengthening The Foundation: A Global Roadmap for International Policing itu dihadiri 1.000 delegasi dari 164 negara. Hadir pula Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto; Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo; dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

JK menuturkan, sekarang ini tren kejahatan internasional sudah banyak berubah. Banyak sekali penjahat yang memanfaatkan teknologi informasi seperti internet untuk melancarkan aksi-aksinya. Misalnya, terorisme, cyber crime, narkoba, dan ekonomi. ”Sehingga kejahatan-kejahatan itu mengharuskan kerja sama dunia, antar kepolisian, termasuk teknologi pelatihannya,” ujar JK setelah menghadiri sidang.

Dia menyebutkan, Indonesia punya pusat pelatihan penanganan kejahatan transnasional, salah satunya terorisme. Pusat pelatihan yang dinamai Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation di kompleks Akademi Kepolisian di Semarang, Jawa Tengah, itu menjadi salah satu yang terbaik di dunia. Pusat pelatihan hasil kerja sama dengan Australia tersebut didirikan pada 2004. ”Pelatihan di Semarang itu punya kualitas ketiga terbagus,” imbuh peraih delapan gelar honoris causa di berbagai bidang tersebut.

Penyebaran paham radikalisme dan ekstremisme seperti ISIS adalah salah satu contoh penggunaan internet untuk kepentingan terorisme. Bahkan sampai komunikasi membuat bom. Kemunculan simpatisan ISIS di Indonesia jadi salah satu contoh konkret. ”Penggunaan internet yang dilakukan kelompok teroris cukup banyak walaupun Indonesia telah menahan lebih dari 900 teroris,” ungkap dia.

Pada kesempatan itu, JK juga mengungkapkan, selama ini Indonesia berusaha menggunakan pendekatan soft power lewat budaya dan agama. Pendekatan tersebut dilakukan untuk mengimbangi hard power. Pendekatan budaya dan agama dipakai untuk menyebarluaskan toleransi di antara masyarakat. ”Indonesia bakal menjadi laboratorium hidup, di mana Islam, demokrasi, dan toleransi dapat berjalan beriringan,” tambah JK.

Selain terorisme, JK menyebut tantangan kejahatan transnasional yang tertata rapi. Mulai kejahatan lingkungan, perdagangan manusia, hingga pencucian uang. Diperlukan kerja sama yang baik di antara anggota Interpol yang tersebar di 190 negara. ”Karena pemberantasan cyber crime membutuhkan tindakan secara global melalui peningkatan keahlian para penegak hukum, mengenai upaya pencegahan, investigasi, dan penuntutan perkara,” tambah JK. (jun/c10/oki)