“Saya beralih pendekatan ke komunitas”.
Yang mengucapkan itu Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya.
Itulah cara barunyi. Untuk menahan ledakan Covid-19 di Surabaya. Yang kapan itu sudah sempat dinyatakan sebagai zona merah –agak hitam.
“Berhasil,” kata Risma. “Angkanya turun lagi,” katanyi.
Yang dimaksud pendekatan komunitas itu adalah pembentukan kampung tangguh. Berbasis RT dan RW. Merekalah yang lebih harus menjaga diri.
Ada juga pasar tangguh. Dan seterusnya.
Rapid test akan lebih difokuskan ke kampung-kampung tangguh itu. Tentu berdasar permintaan dari bawah.
Ternyata itu juga terjadi di kampung-kampung di daerah lain. Banyak orang kota yang tidak bisa pulang ke desa –karena desanya, untuk sementara, menolak kedatangan mereka.
Tentu Risma sangat benar. Penularan terbanyak adalah di komunitas-komunitas. Bahkan masuknya Covid-19 pertama ke Indonesia, Anda masih ingat, juga terjadi di situ: komunitas dansa.
Pun heboh Covid-19 di Semarang. Terjadinya di komunitas karaoke dan arisan orang kaya. Demikian juga komunitas agama. Baik Islam maupun Kristen.
Saya juga punya komunitas senam dansa. Berarti juga harus ekstra hati-hati.
Komunitas pasar termasuk yang paling berat. Itulah sebabnya di Padang tes untuk pedagang di Pasar Raya diprioritaskan.
Bukan sekedar rapid test tapi tes swab. Pun biayanya bisa lebih murah dari tes cepat. Itu karena ada metode baru sistem 5-1 seperti yang ditemukan dokter Andani di sana. (DI’s Way: Nangis Tes).
Sudah banyak berita penutupan pasar di Indonesia. Di Jakarta maupun Surabaya. Itu setelah ditemukan penularan Covid-19 di pasar.
Ingat awal Covid-19 di Wuhan? Juga dari pasar.
Belakangan ini kejadian yang sama berulang di Beijing. Minggu lalu. Di pasar Xinfadi. Di pinggiran barat daya Kota Beijing. Juga di bagian pasar basah. Tempat dijualnya ikan dan daging beku.
Tiba-tiba saja Beijing panik. Sangat mengkhawatirkan. Angka penderita baru di Beijing menjadi 227 orang.
Padahal sudah lebih 3 bulan Beijing nyaris bebas Covid-19. Kalau toh ada hanya sekitar 10 sampai 20 penderita per hari. Itu pun penderita dari luar negeri.
Juga sudah hampir dua bulan tidak ada lagi orang mati karena Covid-19 di Tiongkok.
Maka munculnya angka 227 itu dianggap serius.
Setelah ditelusuri ketemulah sumbernya: Pasar Xinfadi itu. Semua disebabkan oleh penularan lokal. Tidak ada hubungan dengan luar negeri.
Pertanyaannya: dari mana virus itu. Bukankah sudah lama hilang dari Beijing?
Ketahuanlah: dari ikan beku.
Beijing tidak punya laut. Ikan di sana hampir semuanya impor. Terutama seperti tuna dan salmon.
Berarti sumber 227 itu dari ikan beku. Tentu sumber awalnya dari tempat pengolahan dan pengepakan ikan itu –di negara asal.
Virus itu bisa bertahan tiga bulan di ikan beku. Demikian juga di daging beku.
Selama ini tidak pernah ada kehebohan penularan Covid-19 di pabrik-pabrik pengolahan ikan. Yang ada justru di pabrik-pabrik pengolahan daging di Amerika. Di beberapa tempat sekaligus. Sampai pabrik itu harus ditutup –sambil tetap merahasiakan jumlah penderitanya.
Beijing segera ambil tiga langkah: Pasar Xinfadi ditutup. Tes masal dilakukan: sehari 1 juta orang –seperti di Wuhan.
Langkah ketiga, yang bikin heboh, impor ikan dan daging dari Amerika dihentikan. Yang sudah telanjur tiba pun dikarantina keras.
Padahal Tiongkok baru kembali mengizinkan impor itu tahun lalu. Enam tahun sebelumnya (2015) Tiongkok sudah menghentikan impor itu. Yakni ketika terjangkit wabah flu burung di Amerika.
Setelah flu burung lewat pun tidak otomatis impor dibuka. Tunggu sampai bertahun-tahun. Akhirnya ijin itu diberikan tahun lalu. Sebanyak 172 pabrik pengolahan daging Amerika diizinkan kembali ekspor ke Tiongkok. Sebulan 177 pengapalan.
Gegara kejadian di Pasar Xinfadi itu izin dicabut lagi. Pun 37 pabrik daging di Amerika gigit jari lagi.
Gerakan memeriksa ikan dan daging beku pun dilancarkan. Anehnya, hasilnya negatif. Tidak ditemukan virus di gudang-gudang ikan dan daging beku.
Para peneliti kembali mencari sumber yang sebenarnya. Yang jelas, ditemukan virus di pasar itu. Yakni di telenan kayu –kayu yang dipakai alas memotong ikan atau daging beku.
Kini dampak 227 itu sudah hilang. Tidak ada yang mati. Tidak ada juga penderita terbaru dari pasar itu.
Pasar memang harus jadi pusat perhatian. Transaksi virus ternyata juga terjadi di situ –tanpa proses tawar-menawar.(Dahlan Iskan)