eQuator.co.id – SURABAYA-RK. Tol Trans Jawa dinilai berpotensi untuk pengembangan kawasan industri di daerah yang dilewati akses tol tersebut. Sehingga, pusat industri di Jatim ke depan, tidak tersentral di area ring 1 saja. Namun pemerataan pertumbuhan pun bisa terwujud.
Ketua Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jatim, Nur Cahyudi mengatakan, Jatim harus bisa mengambil manfaat ekonomi dengan adanya tol Trans Jawa dalam rangka mendorong tumbuhnya sentra-sentra ekonomi baru di luar Ring 1.
Seperti di daerah Malang, Blitar, Tulungagung, Banyuwangi, sampai Pacitan. Karena secara geografis potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah tersebut cukup besar. Mulai dari perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, sampai barang galian.
“Nah, melalui tol bisa membuat Jatim bagian utara dan selatan terkoneksi, sehingga peluang untuk mengembangkan potensi daerah tersebut semakin besar,” tuturnya di Surabaya, Senin (8/4).
Namun Nur menegaskan, semua itu berada di tangan kepala daerahnya masing-masing. Tergantung apakah pemimpin daerahnya mampu menggali dan mengembangkan potensi wilayahnya serta menjadikan daerahnya itu memiliki daya tarik investasi.
“Oleh karena itu sangat penting memiliki kepala daerah yang punya jiwa entrepreneur agar bisa menangkap peluang ekonomi yang ada. Selain itu, kami rasa Pemprov Jatim juga harus punya business solution center yang secara khusus menangani permasalahan dunia usaha di Jatim agar dapat dengan mudah dicarikan solusinya,” tutur Nur yang juga menjabat sebagai Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) itu.
Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jatim, tahun lalu realisasi investasi usaha penanaman modal dalam negeri (PMDN) menurut lokasi kebanyakan berada di wilayah Surabaya sekitar 29 persen.
Disusul Gresik 22 persen, Sidoarjo tujuh persen, Malang enam persen dan Banyuwangi lima persen. Sedangkan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) terbesar berada di Gresik 33 persen, Surabaya 15 persen, Pasuruan 15 persen, Mojokerto 12 persen, Probolinggo tujuh persen dan Sidoarjo lima persen. (Jawa Pos/JPG)