Titik Api Meluas, Diduga Ada Oknum Sengaja Membakar

Kalbar Terancam Kekeringan, Warga Konsumsi Air Kolam

KARHUTLA. Salah satu titik api Karhutla di Kabupaten Kubu Raya, kemarin. Warga for Rakyat Kalbar

eQuator.co.idMempawah-RK. Darurat kebakaran dan lahan (Karhutla) belakangan ini diperparah dengan tak adanya hujan. Akibatnya, beberapa wilayah di Kalbar terancam terjadi kekeringan.

Di Kabupaten Mempawah, hampir sebulan tak diguyur hujan.  Persedian air bersih warga kian menipis, bahkan telah habis. Sebab warga pada umumnya memanfaatkan air tadah hujan.

PDAM yang diharap pun tak mampu memenuhi kebutuhan air pelanggannya. Selain jarang mengalir, sumber airnya yang diambil dari Sungai Mempawah mengalami salinitas. Pasalnya, terjadi tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Warga pun terancam diare dan muntaber.

“Saat ini persedian air warga sudah menipis dan banyak warga juga yang sudah kehabisan air bersih untuk minum dan memasak,” kata Ketua RT III Desa Antibar, M. Aminudin, Minggu (18/2).

Untuk keperluan sehari-hari, warga mesti berhemat dalam memanfaatkan air yang ada. Warga juga terpaksa menggunakan air sungai yang terasa asin untuk kebutuhan cuci dan mandi.

“Walau Desa Antibar berada di pinggiran sungai, namun saat ini air sungai terasa payau bahkan asin. Yang jadi persoalan air PDAM kadang tidak mengalir,” ujar Aminudin.

Senada disampaikan warga RT III Desa Antibar, Ferdi. Dia merasa khawatir jika hujan tak turun dalam seminggu ini. Dipastikan beberapa warga akan kehabisan air bersih. “Saat ini saja air bersih susah didapat, apa lagi bagi kami warga yang tidak memiliki aliran PDAM, tentu akan semakin sulit mendapatkan air bersih,” keluh bapak satu anak ini.

Tak Hanya Desa Antibar, beberapa desa di Kecamatan Sungai Kunyit juga mengalami hal yang sama, bahkan lebih miris lagi. Sebab untuk memenuhi kebutuhan air bersih, warga terpaksa membeli dengan harga yang mahal. “Untuk satu tanki sebanyak 2.000 liter harganya Rp100 ribu. Jika dipakai untuk satu minggu, bagi kami yang banyak keluarga tinggal dalam satu rumah, tentu tak mencukupi. Dalam satu bulan bisa menghabiskan enam ratus ribu untuk belanja air,” terang Hatijah, warga Desa Kelapa Empat Sungai Duri II Kecamatan Sungai Kunyit.

Tak kalah dengan penderitaan dialami Sarmadi, warga Desa Bukit Batu Sungai Kunyit. Ia terpaksa menyaring air kolam untuk masak dan minum.“Air sangat sulit di daerah kami. Kolam-kolam kering. Kalau pun ada airnya, berbau tidak sedap,” kata pria yang akrab disapa Mardi ini.

Alternatif lainnya, kadang ia membeli air galon. Jika keuangan terbatas, terpaksa air kolam yang dijadikan andalan keluarganya.
“Semoga saja tidak terjadi diare dan muntaber. Walaupun ada warga di sini yang sudah terkena diare,” ungkapnya.

Dari pantauan Rakyat Kalbar, RSUD Rubini yang biasa “disesaki” pasien diare dan muntaber seperti pada musim kemarau sebelumnya belum terjadi. “Kejadian luar biasa untuk diare dan muntaber belum untuk saat ini,” jelas petugas RSUD Rubini Mempawah.

Sejak 1 Februari, pantuan satelit Terra, Aqua, dan SNPP telah menujukkan sebanyak 5 titik hostspot di Kabupaten Mempawah. Sedangkan Minggu (18/2), citra satelit yang di himpun Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menunjukkan titik api semakin banyak dan terlihat meluas, terutama di Mempawah Timur, Anjongan, Segedong dan Siantan. Berdasarkan citra satelit Lapan fire hostspot Indonesia, tercatat 24 titik api yang mengelilingi Kabupaten Mempawah, Minggu (18/2).

Terkait kondisi ini, Pemerintah Kabupaten Mempawah sudah melakukan rapat dan koordinasi untuk menyamakan persepsi guna melaksanakan langkah-langkah oprasional dan mengevaluasi kegiatan pemadaman Karhutla.
“Hampir semua daerah di Kabupaten Mempawah rawan kebakaran. Antisipasi kebarakan ini sudah kita lakukan sejak seminggu yang lalu dengan menyebar pengumuman dan imbauan kemasyarakat serta memperbaiki peningkatan peralatan dan kapasitas SDM. Hanya saja memasuki musim kemarau dengan cuaca yang panas ini kebakaran terus berkembang,” papar Pj. Bupati Mempawah Gusti Ramlana.

Disampaikannya, dalam menanggulangi Karhutla, pihaknya juga mengandeng TNI, Polri serta Tim Tagana (Taruna Siaga Bencana) yang dibentuk masyarakat. Dia berharap, Karhutla tidak menyebar lebih luas dan menciptakan kabut asap.

“Untuk itu kita juga mengimbau masyarakat dan pemilik usaha bidang perkebunan dan kehutanan untuk menjaga kemungkinan dari kebakaran. Bukan tidak mungkin api kecil yang dibiarkan bisa menyebar lebih luas dan menyulitkan pemadamannya,” pesan Ramlana.

Ditambahkan Plt Kepala (BPBD) Mempawah Asyfahani Arsyad, pihaknya telah melakukan pemantauan dibeberapa titik yang rawan terjadi Karhutla. “Kita telah melakukan peninjauan dibeberapa lokasi yang biasanya kerab terjadi kebakaran,” katanya via seluler.

Dijelaskannya, Bupati Mempawah telah mengeluarkan SK Nomor 85 Tahun 2018 pada 13 Februari tentang siaga bencana asap akibat Karhutla. Untuk menanggulangi bencana, sebagaimana arahan Pj Bupati Mempawah, pihaknya tetap malakukan pemantauan dan menyiapkan peralatan yang ada guna memadamkan api jika terjadi Karhutla. Namun diakuinya, jika terjadi Karhutla di beberapa titik berbeda dan berjauhan, pihaknya juga mengaku kewalahan. Sebab pihaknya juga mengalami keterbatasan peralatan, ditambah beratnya medan yang dilalui.

“Kita memiliki dua mobil pemadam kebakaran dengan enam petugas setiap unitnya. Karena peralatan dan tenaga yang terbatas, kita kadang kewalahan apa bila daerah yang terbakar bersamaan dan jauh-jauh di dalam hutan. Ketersedian air juga menjadi masalah,” ujarnya.

Mengenai upaya pemantauan, Asfahani mengatakan pihaknya telah merilis beberapa wilayah yang kerab menimbulkan Karhutla. Utamanya, di Mempawah Hilir, Mempawah Timur, Sadaniang, Segedong dan Siantan. “Karena keterbatasan tenaga dan peralatan, kita juga meminta kepada pemilik lahan dan perkebunan untuk berpartisipasi menjaga agar tidak terjadi kebakaran hutan dan membantu melakukan pemadaman api,” harapnya.

Asfahani juga telah meminta masyarakat tidak membuka lahan dengan cara membakar. Imbauan itu dilakukan diiringi dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat akan bahaya dari Karhutla. Pelaku pembakaran lahan dan hutan jika terbukti, bakal diberikan sanksi hukum yang berat.

“Kita juga memberikan pengertian kepada masyarakat akan akibat dari terbakarnya lahan dan hutan kita. Kebakaran hutan menjadi penyumbang terbesar laju deforestasi. Bahkan lebih besar dibanding konversi lahan untuk pertanian dan illegal logging,” tandasnya.

Di Kabupaten Kubu Raya, Karhutla sudah berlangsung selama satu minggu di beberapa titik. Petugas gabungan BPBD, Manggala Agni, TNI, Polri dan pemadam kebakaran (Damkar) terus berjibaku untuk memadamkan api yang sudah mendekati pemukiman warga.

“Sekarang tinggal empat titik. Ada juga yang sudah selesai dipadamkan. Tapi hari ini nambah di dua lokasi. Yakni di Desa Wonodadi II, Sungai Raya dan perbatasan Punggur-Sekunder C yang hingga kini api masih membesar,” ungkap Kepala BPBD Kubu Raya, Mokhtar, Minggu (18/2).

Pihaknya kata dia, terus berusaha untuk memadamkan api hingga malam hari. “Hari ini dipimpin Waka Polda yang memadamkan api di Wonodadi. Tapi yang di perbatasan Sekunder C-Punggur anggota gabungan Manggala Agni, TNI dan Damkar,” ulasnya.

Dengan adanya penambahan titik api, Mochtar menduga bahwa kebakaran tersebut sengaja dilakukan oknum yang tidak bertanggungjawab. Karena kejadian ini setelah musim hujan. “Makanya kami terus laporkan kejadian ini ke pimpinan. Yakni, Bupati Kubu Raya, Wakil Bupati dan Sekda,” ucapnya.

Mochtar meminta agar pelaku pembakaran diproses sesuai hukum yang berlaku. Selain mengganggu banyak orang, perbuatannya juga pelanggaran hukum. “Sementara di daerah sekitar SMA Negeri 4 dan Parit Sembin sudah bisa ditinggal, apinya sudah padam,” jelasnya.

Saat ini Karhutla terjadi di Kecamatan Sungai Raya dan Sungai Kakap. Dia akan terus menginstruksikan pasukan peduli api yang dibentuk dibeberapa desa di Kubu Raya agar terus siaga. “Supaya lahan yang terbakar cepat diatasi,” pungkas Mochtar.

Sementara itu, Bupati Kubu Raya H Rusman Ali senantiasa menginstruksikan Karhutla cepat diatasi. “Tingkatkan koordinasi dengan semua instansi terkait agar lahan yang terbakar cepat diatasi. Ini tidak main-main dan merupakan atensi dari Presiden untuk cepat mengatasi Karhutla,” tuturnya.

Bupati juga mengingatkan, masyarakat agar tidak membuka lahan dengan cara membakar. Karena itu melanggar hukum yang berlaku, ada ancaman pidananya. “Kami ingatkan agar saling menjaga lingkungan dari hal-hal yang tidak diinginkan,” imbau Rusman Ali.

Beralih ke Kabupaten Landak, Karhutla terjadi diantaranya di Kecamatan Mandor. Jumat ( 16/2), Karhutla pertama terjadi di Dusun Pak Daceng Desa Ngarak. Kemudian di lahan pemakaman Kristen dan Katolik di Desa Mandor. Setelah di lokasi itu padam, kebakaran terjadi di wilayah Cagar Alam (CA) Mandor.

Di Desa Ngarak api dipadamkan masyarakat dibantu BPBD Landak. Di lahan pemakaman Kristen dan Katolik api di padamkan masyarakat Desa Mandor. Sedangkan di wilayah Cagar Alam Mandor dilakukan kelompok pemuda Mandor dan tim dari Manggala Agni Pontianak.

Menurut Camat Mandor, Rajiman, dari tiga wilayah yang terjadi Karhutla ini tidak diketahui sumber api dari mana. Karena tidak ada ditemukan bekas orang yang membakar. “Kami bersama masyarakat mendapat informasi langsung menuju lokasi dan memadamkan api dengan alat seadanya,” ujar Rajiman, Minggu (18/2).

Karena api semakin membesar, pihaknya meminta bantuan anggota Polsek Mandor, BPBD Landak dan Manggala Agni Pontianak.

“Kepada masyarakat kita selalu mengimbau agar waspada Karhutla. Panas yang sangat terik ini, bisa saja terjadi kebakaran,” pesan Rajiman.

Terpisah, Kesatuan Pengelola Hutan Konservasi (KPHK) Cagar Alam Mandor BKSDA Kalbar, Derpen mengatakan, sebelumnya kebakaran lahan diketahui Jumat siang kemarin. Masyarakat langsung minta bantuan ke pihaknya. Karena api semakin membesar, langsung minta bantuan kepada tim Manggala Agni Pontianak. “Tim Manggala Agni datang sore. Hingga Sabtu sore masih memadamkan api,” jelasnya.

Setelah api padam, tim Manggala Agni pulang ke Pontianak. Dia memperkirakan lahan yang terbakar itu sekitar lima hektare.

“Untuk saat ini sudah tidak ada titik api lagi. Semoga tidak terjadi lagi. Kita tetap menjaga supaya tidak terjadi. Namun yang namanya alam kita tidak tahu,” ucap Derpen.

 

Laporan: Alfy Shandy, Syamsul Arifin, Antonius

Editor: Arman Hairiadi