Tiga Kali Obama Disebut Pendiri ISIS

eQuator.co.id – Washington-RK. Kontroversi terus mengikuti kampanye calon presiden (Capres) Partai Republik Donald Trump. Setelah menyerang Hillary Clinton dalam kampanyenya di Negara Bagian North Carolina, kini taipan 70 tahun itu menyebut Presiden Barack Obama sebagai pendiri ISIS, bahkan hingga tiga kali.

”Dia pendiri ISIS. Dia pendiri ISIS, oke? Dialah pendirinya. Dia mendirikan ISIS,” kata Trump tentang penguasa Gedung Putih tersebut pada Rabu waktu setempat (10/8).

Dia juga menyatakan bahwa kelompok militan yang bersarang di perbatasan Iraq dan Syria tersebut selalu memberikan penghormatan khusus kepada presiden keturunan Kenya itu. Bukan hanya karena Obama adalah presiden AS, tetapi dialah pendiri ISIS.

Selain Obama, Trump menyebut nama Clinton di hadapan massa Republik di Kota Fort Lauderdale, Broward County, Negara Bagian Florida. ”Saya informasikan kepada kalian semua bahwa co-founder kelompok tersebut adalah Si Sialan Hillary Clinton,” tandasnya. Massa yang tidak berhenti mengelu-elukan pebisnis Manhattan itu pun langsung bersorak-sorai dan bertepuk tangan.

Pada Selasa waktu setempat (9/8), Trump juga menyerang Clinton terkait dengan kebijakan Partai Demokrat tentang senjata. Seperti Obama, perempuan 68 tahun tersebut juga berencana memperketat undang-undang kepemilikan senjata. Sebab, aturan yang longgar menjadi pintu bagi penjahat untuk melancarkan aksi mereka. Belakangan, tragedi atau insiden bersenjata di Negeri Paman Sam meningkat.

Tetapi, Trump yang sedang ingin mendulang suara dari kalangan pendukung Second Amendment meniupkan kabar yang tidak benar tentang Clinton. Bahkan, dia disebut-sebut menyarankan massa Second Amendment untuk menyerang capres Partai Demokrat tersebut. Kini dia menambah panjang daftar dosanya terhadap Clinton lewat isu ISIS. Bukan hanya Clinton, tetapi juga Obama.

Jajak pendapat terbaru Reuters/IPSOS memberikan hasil yang kurang menyenangkan bagi Trump. Dalam survei, ada sekitar 19 persen massa Republik yang berharap suami Melania Knauss itu mencabut pencapresannya. Tetapi, sekitar 70 persen yang lain menginginkan Trump bertahan dengan risiko apa pun. Lantas, 10 persen yang lain memilih tidak berkomentar.

Sejauh ini, popularitas Clinton masih lebih tinggi daripada Trump. RealClearPolitics melaporkan bahwa dukungan untuk Clinton berada pada kisaran 48 persen. Di sisi lain, dukungan untuk Trump hanya sekitar 40 persen. Selain 50 pakar keamanan nasional dan 6 senator Republik yang bersumpah tidak akan memberikan suara mereka untuk Trump, sejumlah politisi di House of Representatives bersikap sama.

Sementara itu, Clinton yang terus-menerus dihujat Trump justru memanfaatkan momentum tersebut untuk mencuri simpati publik. Rabu lalu, dia menyebutkan bahwa ayah Ivanka itu sudah kebablasan.

”Kata-kata itu berarti, teman. Jika Anda sedang mencalonkan diri sebagai presiden atau Anda adalah presiden AS, kata-kata Anda punya imbas yang luar biasa,” tegas mantan menteri luar negeri tersebut.

Dari Kota New York, berita lain berbau Trump juga menjadi headline media lokal. Rabu lalu seorang pria memanjat menara yang menjadi tetenger Manhattan sekaligus markas tim kampanye Trump. Selama tiga jam, lelaki yang mengklaim sebagai pendukung Trump itu berusaha menaklukan bangunan setinggi 202 meter tersebut. Aksinya lantas dihentikan petugas keamanan yang sengaja menanti di salah satu jendela yang terbuka.

”Petugas menghentikan aksinya di lantai 21 dengan membuka jendela yang berada tepat di atas pelaku,” terang media setempat. Pencegatan tersebut membuat si pemanjat menyerah. Dia pun mengakhiri aksi tunggal yang dia lakukan sejak pukul 16.00 waktu setempat itu. Dia juga terpaksa mengurungkan niatnya untuk bertemu Trump secara langsung. (Jawa Pos/JPG)