Obat yang diberikan kepada Edi Yamin, pasien RSUD dr. Soedarso Pontianak yang didiagnosa menderita penyakit paru-paru, tidak kadaluarsa. Pernyataan ini disampaikan sejumlah pejabat teras di rumah sakit plat merah tersebut.
Rizka Nanda, Pontianak
eQuator.co.id – Kepala Bidang Pelayanan RSUD dr. Soerdarso, Eni Nuraeni, mengakui ada pemberian obat yang diduga kadaluasa kepada Edi. Meski begitu, menurut dia, hal tersebut sudah dipelajari pihaknya.
“Kalau saya melihat dari segi medis saat ini, pasien (Edi Yamin) dalam keadan baik. Artinya, tidak terjadi reaksi apapun yang berbahaya. Malah, sebaliknya, kondisi pasien stabil membaik sesuai dengan yang kita harapkan,” tuturnya ditemui di rumah sakit, Selasa (18/4).
Ia menjelaskan, pada saat masuk ke RSUD, pasien dalam keadaan sesak nafas. Hanya saja, bukan berarti setelah pemberian obat, Edi jadi sesak nafas.
“Nyatanya kondisi pasien membaik. Kita tidak bisa melihat dalam satu konteks bahwa sesak nafas yang dia rasakan itu akibat dari obat Fluconazole Infus yang kami berikan. Karena memang kondisinya saat dikasih pun sudah sesak nafas,” terang Eni.
Ditambahkan Kepala Instalasi Farmasi RSUD dr. Soedarso, Windi Virdiyanti. Ia mengakui, pada tanggal Selasa, 11 april 2017, pihaknya menerima resep dari instalasi gawat darurat (IGD). Berupa Fluconazole Infus sebanyak dua botol. Obat itu kemudian diberikan kepada keluarga pasien.
Menurut dia, obat yang diberikan kepada pasien tersebut tidak kadarluasa. “(Expired date,red) obat tersebut tidak menyatakan tanggal, hanya bulan. Farmasi memberikan obat bukan yang expired,” tegas Windi.
Berdasarkan literatur Farmakope Indonesia edisi ke lima tahun 2014, lanjut dia, rentang masa kadarluasa menunjukkan jangka waktu bahan tersebut diharapkan memenuhi persyaratan monografi. Tentunya, pada kondisi penyimpangan yang ditetapkan.
“Waktu kadarluasa membatasi waktu zat dapat diracik atau digunakan. Jika waktu kadarluasa dinyatakan pada bulan dan tahun, maka waktu kadarluasa di hari terkahir bulan yang dinyatakan,” paparnya.
Seperti diberitakan sebelumnya (Rakyat Kalbar edisi Selasa, 18/4), seorang oknum perawat di RSUD dr. Soedarso Pontianak diduga memberikan obat kadarluasa atau yang telah habis masa berlakunya kepada pasien bernama Edi Yamin. Hal tersebut, dikatakan keluarganya, membuat Edi sesak nafas.
Istri Edi, Santi, yang bingung dengan kondisi suaminya itupun bertanya kepada perawat yang bertugas di Ruang Perawat Himas 14, Jumat (14/4) malam. Sayang, bukannya mendapat pelayanan publik yang baik, Santi mengaku mendapat perkataan kasar dari seorang oknum perawat. Sempat terjadi adu mulut di antara mereka.
Menanggapi ini, Kepala Seksi Keperawatan RSUD Soerdaso Pontianak, Ernawaty menyebut para perawat sudah melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur. Artinya, setiap pasien yang dirawat, apapun tindakan yang diambil, terutama obat-obatan, itu melalui instruksi dokter yang harus dipatuhi.
“Yang perawat sudah sesuai memberikan obat tersebut. Nah, pada saat di komplain oleh istrinya (Santi) itu, perawat langsung ke ruangan dan melihat expired obat pada April 2017,” paparnya.
Kemudian, ia melanjutkan, perawat melakukan penyetopan infus dan diganti dengan cairan infus yang isotonis bentuknya. Sebelum penggantian infus ini, kata Ernawaty, perawat berkordinasi dulu dengan bagian farmasi.
“Apakah pemberian infus ini masih layak dan bisa diberikan, dan dari farmasi menyebut bisa. Maka diberikanlah oleh perawat. Ini sudah sesuai aturan yang ada,” tegasnya.
Menilai jalannya peristiwa ini, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalbar, Andy Jap menuturkan, jika di kemasan obat tersebut tertera hanya bulan dan tahun, maka masih bisa digunakan sampai dengan tanggal terakhir bulan tersebut. Tetapi, jika yang tertera adalah tanggal, maka tidak boleh digunakan setelah tanggal itu.
Ia menyatakan, Dinkes Provinsi telah menurunkan tim untuk mensurvei secara keseluruhan distribusi obat di RSUD dr. Soedarso. Hasil survei akan disiarkan pada Rabu (19/4). Sebab, ia sedang dalam perjalanan dari Sambas ke Pontianak.
“Seluruh Nakes (dokter, perawat, bidan, apoteker, analis lab, dll) harus bekerja secara profesional sesuai profesi masing-masing. Soal hasil survei dari tim kami, nanti akan saya umumkan saat sudah sampai di Pontianak,” terangnya melalui pesan Whatsapp kepada Rakyat Kalbar.
BOLEH PULANG
Sementara itu, siang kemarin, di ruang tempatnya dirawat, Edi Yamin terlihat tidak mengenakan baju dan bersandar di atas dipan. Istrinya sedang berkemas karena Edi telah diizinkan pulang. Ia sudah delapan hari dirawat inap di RSUD dr. Soedarso.
Menurut Edi, sebelum menggunakan infus yang diberikan perawat, dirinya baik-baik saja. “Tetapi saya tidak tahu kalau ternyata obat itu kadarluasa. Begitu menggunakan infus, sekitar 15 menit kemudian saya jadi sesak nafas,” ungkapnya.
Meski pengelola RSUD mengklaim Edi sudah membaik, istri Edi, Santi menyatakan bahwa kondisi suaminya belum begitu oke. “Setelah kejadian (kericuhan dengan oknum perawat) itu, saya mau pulang. Pokoknya saya mau pulang,” tuturnya.
Ia menyebut suaminya masuk ke RSUD sejak Selasa lalu. Kata Santi, di obat itu tertulis expired tanggal 1 April 2017. Meski dirinya sejak pagi sudah melaporkan pada perawat, tetapi tidak ada tanggapan.
Bahkan, lanjut Santi mengulangi keterangan sebelumnya, pada pagi harinya, hanya dikasih Paracetamol dan sebotol infus. Infus yang telah diberikan kepada Edi, menurutnya, sampai habis tiga botol.
Mencermati hal ini, Kepala Dinkes Kalbar, Andy Jap menyatakan, masalah pasien sudah boleh pulang atau belum itu dokter yang menangani. “Dan dokternya harus benar-benar profesional, tidak boleh terpengaruh dengan sikon (situasi kondisi) kegaduhan tersebut,” tegasnya. (*)
Editor: Mohamad iQbaL