Tidak Kalah Dengan Tiongkok

Migo, Persewaan Sepeda Hijau (1) Oleh: Dahlan Iskan

SEPEDA LISTRIK. Dahlan Iskan bersama Weibe Wakker, temannya dari Belanda, yang menunjukkan sepeda listrik yang disewa di dekat apartemen di kawasan Surabaya barat. Admin disway.id for Rakyat Kalbar
SEPEDA LISTRIK. Dahlan Iskan bersama Weibe Wakker, temannya dari Belanda, yang menunjukkan sepeda listrik yang disewa di dekat apartemen di kawasan Surabaya barat. Admin disway.id for Rakyat Kalbar

eQuator.co.id – Tamu saya, orang bule, Sabtu lalu datang naik sepeda. Sepeda listrik. Kelihatan masih baru.

“Surabaya hebat,” katanya. “Ke mana-mana saya bisa sewa ini saja. Murah,” tambahnya.

Saya kaget: Surabaya ternyata tidak kalah dengan Tiongkok atau Singapura. Setidaknya berusaha mengejar. Ternyata sekarang ini sudah ada persewaan sepeda seperti itu. Bahkan sejak beberapa bulan lalu. Saya agak ketinggalan.

Ketika saya menulis tentang mewabahnya persewaan sepeda di Tiongkok dan Singapura, saya membayangkan tidak mungkin bisa melakukan hal serupa di Indonesia: orang bisa mengambil sepeda di mana saja dan mengembalikannya di mana saja.

Kalau itu akan diterapkan di kota-kota di Indonesia dalam sekilas akan ludes. Raib dicuri orang.

Tapi ide persewaan itu ternyata bisa dimodifikasi. Surabaya lagi mencobanya.

Dengan sepeda listrik. Yang secara teknologi lebih maju dari sepeda biasa. Dan secara sistem sudah menyesuaikan dengan keadaaan Indonesia.

Weibe Wakker, teman saya dari Belanda itu, menyewanya dari semua “pos persewaan” di dekat apartemennya di Surabaya barat. Weibe sudah dua bulan di Surabaya. Di apartemen itu. Minggu lalu dia lihat sesuatu yang baru di komplek apartemen itu: pos persewaan sepeda listrik. Mereknya MIGO. Warnanya hijau.

Dia lihat petunjuk yang ada di situ: bisa menggunakan App. Weibe pun meng-install Apps MIGO di handphone-nya. Dia buka kunci sepeda listrik itu dari Appnya. Klik. Open.

Hari itu dia pun mengendarainya. Dengan helm yang sudah disediakan.

“Hari pertama itu saya keliling Surabaya. Sampai 50 Km. Baterainya belum habis,” katanya.

Berapa biayanya? “Murah sekali. Hanya Rp 20 ribu,” jawabnya. Bagaimana cara bayarnya? “Melalui HP. Seperti beli pulsa,” katanya.

Memang, menurut keterangan resmi perusahaan itu, tarif per 2 km hanya Rp 2000. Memang, sistem “harus mengambil di pos persewaan dan mengembalikan di pos persewaan mana saja” tidak sefleksibel dibanding “ambil di mana saja dan kembalikan di mana saja”, seperti persewaan sepeda di Tiongkok atau Singapura.

Tapi sudah lumayan. Apalagi ini bukan sepeda biasa, melainkan sepeda listrik. Tentu sukses tidaknya Migo di Surabaya ini akan ditentukan oleh banyaknya pos persewaan. Untuk menambah fleksibilitas.

Saat ini, jumlah posnya sudah lumayan: 100 pos. Dan masih akan terus bertambah. Pilihannya memang to be or not to be: menambah pos (berarti tambah investasi) atau mati. (dis/bersambung)