Tesla antara Gosip dan Fakta

Oleh: Dahlan Iskan

CHARGING. Dahlan Iskan mengecas Tesla miliknya. disway photo

eQuator.co.id – Beli karena gosip, jual karena fakta. Itulah kenyataan di pasar modal. Ketika mendengar rumor orang berbondong beli saham. Biasanya rumor itu rumor baik: perusahaan besar apa akan masuk perusahaan apa. Atau konglomerat mana akan take over saham apa.

Rumor seperti itu cepat getok tularnya. Kian banyak yang memburu saham perusahaan itu. Kian naik harga sahamnya. Cukup dengan sebuah rumor untuk menaikkan harga saham.

Ketika kenyataannya buruk, orang ramai-ramai jual saham. Faktanya jauh dari rumor itu. Berdasar fakta itu orang jual saham.

Kian jelas fakta buruknya kian panik penjualnya. Harga pun merosot. Yang panik pun tetap menjual. Rugi sekali pun. Dari pada lebih rugi.

Adakah bos besar Tesla sengaja bikin rumor? Ketika upload twitter yang menghebohkan itu? Tanggal 7 Agustus lalu itu? Saat ia lagi naik Tesla model S menuju bandara itu?

Ataukah Elon Musk, si bos besar, memang serius dengan isi twitternya? Kalau serius mengapa lewat twitter?

Bukankah ini terkait pasar modal? Yang aturannya amat ketat? Bukankah ini menyangkut uang orang banyak? Yang nilainya bisa mencapai 8 ribu triliun rupiah? Kalau ditulis dengan angka: Rp8.000.000.000.000.000.

Bunyi twitter itu intinya begini: Tesla akan jadi perusahaan privat (menarik diri dari pasar modal). Saham yang dipegang publik akan dibeli. Dengan harga sangat baik. 20 persen lebih mahal dari harga pasar saat itu. Uangnya sudah siap.

Harga pasar saat itu, bila ditambah 20 persen, menjadi USD 419/saham. Elon Musk membulatkannya menjadi USD 420/saham. Pembulatan itu untuk keberuntungan. ”Agar karmanya baik,” ujar Musk. Mungkin dengan nada humor.

Hebohnya bukan main. Harga itu sangat menakjubkan. Siapa pun pasti ingin melepaskannya. Setidaknya sebagian besar.

Sejak itu saya sendiri seperti keranjingan berita saham Tesla. Tiap hari mengikuti perkembangan kehebohan itu. Sejak tanggal 7 Agustus lalu itu.

Gemparnya bukan main. ELon Musk seperti dilahirkan untuk selalu bikin gempar.

Tapi juga begitu banyak kontroversi. Begitu hebat kecaman. Begitu membanjir pertanyaan. Semua dialamatkan ke bos besar Tesla, Elon Musk.

Otoritas pasar modal di New York bersidang. Elon Musk dinilai melanggar peraturan. Bahkan departemen kehakiman mau turun tangan: twitter Elon Musk itu bisa berdampak perbuatan kriminal.

Heboh ini justru membuat harga saham Tesla anjlok. Terutama setelah otoritas pasar modal begitu seriusnya: akan memperkarakan Elon Musk.

Harga saham Tesla benar-benar anjlok. Njlok. Anjlok terus. Ada yang rugi sampai 1.3 miliar dolar. Setara 15 triliun rupiah.

Tapi Elon Musk melawan. Kebiasaannya melawan arus kumat. Ia balik menantang otoritas pasar modal. Berhari-hari.

Akhirnya otoritas menawarkan kesepakatan: Elon Musk membayar denda Rp 150 miliar. Berhenti dari Tesla. Dari  jabatan chairman. Selama 2 tahun. Tesla juga harus punya tim. Di bawah direktur independen. Untuk mengendalikan kebijakan komunikasi Tesla. Yang seperti Trump: lebih banyak lewat twitter.

Otoritas pasar modal menilai tidak layak sebuah perusahaan publik dipimpin orang yang sesembrono itu. Elon Musk terus melawan. Terus juga menggunakan twitter.

Sampai di situ mulai banyak yang mengkhawatirkannya. Kali ini Elon Musk bisa kena. Pun penasihat hukumnya.

Orang sekitar Musk cari akal. Siapa tokoh yang nasehatnya bisa didengar Musk.

Ketemu. Namanya Mark Cuban. Yang kegemarannya membeli jet pribadi. Alasannya: agar bisa lebih banyak kumpul istri dan anaknya.

Cuban pemilik team basket NBA: Dallas Maverick. Di Kota terbesar di Texas. Kalau pun Maverick harus main malam hari ia tetap bisa pulang. Away di mana pun.

Cuban akhirnya mau telepon Musk. Sampai 15 menit.

Cuban meyakinkan Musk agar bikin kompromi. Dengan pasar modal. Jangan melawan terus.

Cuban, seperti dikutip banyak media Amerika, bercerita. Ia pernah melawan otoritas pasar modal. Ketika dituduh melakukan insider trading.

Perlawanan itu memakan waktu lima tahun. Cuban memang menang. Akhirnya. Tapi energi yang dipergunakan luar biasa.

Kamis kemarin Elon Musk melunak. Ia kirim surat ke pengadilan. Mau kompromi. Mau membayar denda 40 juta dolar (20 juta dari pribadinya, 20 juta dari Tesla). Juga mau berhenti sebagai chairman selama tiga tahun.

Pengadilan belum mau menerima. Kompromi itu harus diwujudkan dalam perjanjian perdamaian antara Tesla/Elon Musk dengan otoritas pasar modal.

Tahun ini Musk memang bikin heboh terus. Perangnya dengan wartawan.  Mundurnya produksi model 3. Nabraknya Tesla yang tanpa kemudi.  Ngototnya di musibah gua celeng di Thailand. Dan kini go private-nya Tesla.

Elon Musk sebenarnya sudah meralat twitternya tanggal 7 Aguatus itu. Ia bilang, Tesla akan tetap jadi perusahaan publik.

Tapi kehebohan sudah terlanjur jadi bubur. Bahkan koreksinya itu menjadi bubur panas yang baru.

Jika Tesla jadi seperti yang ditwitterkan, pun Musk harus menjelaskan detil. Dari mana sumber dananya. Siapa yang akan membeli saham dengan harga 20 persen lebih mahal itu. Konon lembaga pendanaan dari Arab Saudi. Yang selama ini sudah menjadi pemegang saham 5 persen. Tapi tidak ada bukti tertulis. Itu belum bisa disebut komitmen.

Di Saudi komitmen lisan memang sangat biasa. Tapi pasar modal tidak bisa memegang lidah. Lidah orang Saudi sekali pun.

Kini harga saham Tesla tinggal USD 275/lembar. Jumat petang lalu. Padahal pernah USD 385. Tahun lalu.

Gosip di Tesla kini serba miring. Mungkin justru saatnya membeli. Faktanya harga saham Tesla lagi rendah-rendahnya. (dis)