Setelah tiga bulan mati angin, he is back. Itulah Donald Trump –yang lagi berjudi dengan taruhan besar di Oklahoma.
Begitu panjang periode mati angin itu. Sejak Covid-19 mewabah di Amerika. Tidak hanya mati angin, Trump juga mati langkah.
Sejak itu setiap Trump melontarkan pernyataan selalu bikin heboh –karena salah. Pun setiap kali melakukan sesuatu –dianggap salah.
Ingat kan ucapannya ini: tidak mungkin virus masuk Amerika. Dan ketika akhirnya mewabah ia masih bilang: lebih ringan dari flu tahunan.
Ketika ternyata lebih parah dari itu ia bilang: sudah ditemukan obatnya. Yang akan langsung mengubah keadaan. Ternyata itu obat malaria –salah lagi.
Dan ketika yang meninggal mendekati 100.000 ia mengatakan perlunya dicoba ini: cairan pembersih lantai diinjeksikan ke tubuh.
Masih banyak mati angin lainnya. Tanpa ditulis di sini pun Anda sudah hafal.
Belum cukup. Semua pihak juga sudah ia jadikan kambing hitam –kecuali dirinya sendiri. Tidak usahlah daftar kambing itu ditulis di sini –terlalu panjang.
Terjadi pula pukulan terakhir: tewasnya George Floyd itu. Yang menimbulkan protes besar, nyaris di seluruh negeri. Sampai di sini Trump tidak hanya mati angin tapi sudah terpojok.
Pojokan itu pun kian sempit.
Trump tersudutkan.
Posisi Trump kian menuju pilihan: hidup atau mati –secara politik.
Maka keluarlah watak asli Trump: melawan. Bukan 10 kali tapi 100 kali lebih keras.
Melawan Tiongkok? Agar ratingnya naik lagi?
Tidak.
Syukurlah.
Ia pilih melawan apa saja tapi masih di Amerika.
Medan arena perlawanannya pun sudah ia pilih: Oklahoma.
Waktunya pun ia pilih: Juneteenth –tanggal 19 Juni 2020.
Bukan tanpa perhitungan matang.
Di kota Tulsa, Oklahoma, di tanggal itu, 1921, terjadi kebangkitan kulit putih. Hari itu ribuan orang kulit putih menyerbu perkampungan kulit hitam. Ribuan bangunan ludes. Dibakar. Banyak orang kulit hitam terbunuh: lebih 300 orang.
Sejarah mencatat, itulah kerusuhan rasial terbesar di Amerika.
Trump memutuskan: akan kampanye besar-besaran di Tulsa, Oklahoma. Di tanggal 19 Juni 2020. Di lokasi dekat peristiwa Juneteenth 99 tahun lalu itu.
Cobalah tebak: apa maksudnya. Udang jenis apa yang ada di balik peyek-e.
Banyak yang membaca begini: itulah saatnya kaum kulit putih bangkit. Unjuk diri. Tampil. Show of force. Setelah berminggu-minggu seperti terpojokkan oleh demo kulit hitam di seluruh negeri.
Apalagi demo antiras itu sukses mengusung tema: Black Lives Matter. Sampai semua pemain Liga Inggris pun ikut serta. Mereka mengganti nama di belakang kaus dengan tulisan setengah lingkar: Black Lives Matter.
Dunia menyambut gerakan antiras itu dengan gegap gempita. Trump tidak hanya terpojok di dalam negeri. Pun sampai Eropa.
Lawan! Itulah sikap akhir Trump.
Hebohnya bukan main. Penentangan rencana kampanye besar di Oklahoma itu meluas. Sampai digugat ke pengadilan. Tapi Trump yang menang.
Trump tetap kukuh dengan perlawanannya. Hanya tanggalnya saja ia mundurkan sehari –tumben mau.
Kalau tidak diundur memang bisa kacau. Di Juneteenth itu sudah ditetapkan acara lain: peringatan 99 tahun kerusuhan rasial itu.
Akhirnya seperti ada giliran. Di hari Kamis ribuan kulit hitam memperingati Juneteenth. Jumat besoknya puluhan ribu kulit putih mendukung Trump.
Benar. Kemarin itu, di Tulsa, berkumpullah begitu banyak orang kulit putih. Inilah unjuk gigi terbesar kaum putih –entah sejak kapan. Pahlawan mereka tunggal: Donald Trump.
Bayangkan betapa semangat wajah Trump pidato di depan puluhan ribu pendukungnya. Setelah tiga bulan mati angin. Inilah kampanye terbuka pertamanya setelah tiga bulan dibungkam virus –dan opini publik.
Itulah hari kemerdekaan kulit putih. Merdeka dari tekanan kulit hitam. Merdeka dari stres virus. Dan terutama merdeka dari tekanan media sosial.
Dan mereka juga merdeka dari masker.
Mereka tidak peduli dengan virus Corona baru. Mereka abaikan peringatan dari gugus nasional anti virus. Mereka tidak akan jaga jarak.
Lokasi kampanyenya pun di dalam gedung: yang terbesar di Oklahoma –bisa untuk 20.000 orang. Itulah gedung BOK –yang dibangun atas sponsor Bank of Oklahoma.
Dari Oklahoma Trump bangkit lagi. Rencananya. Di depan puluhan ribu kulit putih.
Sehari sebelum acara itu Trump sudah mengunggah tweet. Nadanya berbinar-binar. Menggambarkan betapa antusias orang untuk datang ke Oklahoma. “Mereka sudah mulai antre,” tulis Trump sehari sebelum acara.
Ketua panitia menjelaskan sudah lebih 1 juta orang yang membeli tiket. Padahal ada syarat khusus: kalau terkena Covid-19 itu resiko sendiri.
Tragis.
Yang 1 juta orang itu ternyata tidak ada. Gedung hanya terisi kurang separo. Kursi tribun atas kosong melompong. Puluhan tenda penampung luberan di luar gedung dibongkar sebelum acara dimulai.
Trump memang sudah bisa keluar dari sudut yang memojokkannya. Tapi hanya menemukan kekecewaan baru di Oklahoma. Padahal ia sudah telanjur mempertaruhkan sisi sensitif begitu besarnya: perpecahan bangsanya.(Dahlan Iskan)