eQuator – Ledakan bom di Mal Alam Sutera, Tangerang Banten, Rabu (28/10) lalu cukup mengejutkan berbagai pihak. Soalnya mal ini kerap menjadi sasaran bomber. Dari empat kali ancaman bom, dua diantaranya meledak. Kali pertama, bom meledak pada 9 Juli lalu. Pelakunya, Leopard Wisnu Kumala (LWK) berhasil dibekuk.
Bagi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Saud Usman Nasution, bom Alam Sutera merupakan sirine kemunculan kembali aksi terorisme.
+Bagaimana Anda melihat peristiwa ledakan bom Alam Sutera?
-Kalau kita lihat dari hasil penyidikan Polda Metro itu bom banyak terbuat dari tiner dan cat. Artinya itu umum tapi memang itulah. Banyak zat kimia bermanfaat yang disalahgunakan untuk merusak kehidupan.
+Berdasarkan penyidikan motif bom Alam Sutera hanya ekonomi saja. Apakah LWK ini tidak terkait dengan jaringan teroris baru?
-Dari barang buktinya, pengakuannya, transfer-transfernya, apalagi dari CCTV sudah nampak jelas. Kalau sangkut paut (dengan jaringan teroris baru) itu kita jangan langsung menuduh, kita lihat nanti perkembangan penyidikan kepolisan saja. Dia hanya mencari target yang aman, seperti kemarin, mal. Motif dia kan ekonomi ingin memeras.
+Dari hasil pengungkapan kasus itu apa yang harus dilakukan BNPT?
-Ya, semua tempat perlu diwaspadai karena dia melihat mana yang lengah. Pelaku ini kan memanfaatkan kesempatan dari kelengahan kita.
+Bagaimana BNPT ke depan mengantisipasi ancaman terorisme yang beredar di dunia maya?
-Di dunia maya yang tanpa batas ini, memang itu problem utamanya, apalagi webnya dot kom, itu providernya ada di luar negeri. Untuk itu, kita memberikan pemahaman kepada masyarakat secara meluas agar tidak mempelajari (cara merakit bom).
Kalau ada menemukan konten seperti itu di internet, kita usulkan untuk ditutup ataupun dihapus. Kami ingin membangun kesadaran masyarakat.
Apalagi pengguna sosial media di Indonesia kan terbesar. Jadi sebenarnya masyarakat bisa mengajukan penghapusan sebuah domain jika kontennya menyebarkan hal-hal seperti itu. Karena di dalam Pasal 5APP 19 2014 itu dikatakan tiap orang yang menemukan adanya konten bermuatan negatif, antara lain mengajarkan membuat bom, mengajarkan cara-cara kekerasan, permusuhan, itu bisa diajukan secara pribadi kepada Kemkominfo untuk dihapus atau informasi kepada kita, kepada BNPT.
+Bagaimana kebijakan penanggulangan terorisme ke depan?
-Dalam kebijakan penanggulangan terorisme ada dua pendekatan. Pertama, semua kasus teror kita proses secara hukum. Sedangkan dalam pendekatan kultur budayanya, kita harus ubah mindset-nya agar tidak jadi radikal lagi.
+Dari aksi LWK apakah BNPT melihat ada pergeseran motif pelaku teror, dari semula terkait ideologi menjadi motif ekonomi?
-Jadi begini, di dalam penanggulangan terorisme ini tidak terpaku ke satu agama, semua agama bisa. Contohnya di Madrid, Spanyol, di sana itu kebanyakan teroris berasal dari kelompok-kelompok yang beragama nonmuslim. Apa motifnya? Kepentingan politik, dia ingin memisahkan diri dari negara itu. Selanjutnya, di Korea Selatan, ada warga Korea Selatan yang agamanya nonmuslim, dia ahli IT tapi kemudian merasa termarjinalkan, didiskriminasi, akhirnya dia memutuskan bergabung dengan ISIS.
+Kalau yang terjadi di Indonesia?
-Sama. Di Indonesia pun akar dari masalah terorisme itu pertama kebencian, kedua dendam kepada pihak lain yang tidak disukai, kemudian masalah kesenjangan sosial, terus masalah kemiskinan.
Dulu kalau ingat ada ancaman bom di Cijantung hanya lantaran pengancamnya itu terobsesi ingin dibilang gagah bisa membuat bom.
Tapi memang ada juga motif ideologi ingin membangun khilafah. Makanya semua itu harus ditanggulangi secara komprehensif.
+Sejauh ini seperti apa ancaman terorisme di Indonesia?
-Sejauh ini memang dari aspek kekuatan sumber daya termasuk personel, kemudian persenjataan, amunisi dan pendanaannya sudah terbatas. Tapi bukan berarti hilang, bukan berarti habis.
Tapi mereka terus bergerak di bawah permukaan untuk menyiapkan sehingga pada saat mereka untuk bersinar lagi mereka akan berbuat.
Contoh Jamaah Islamiyah, di era orde baru itu kan pemerintahan sangat ketat, ada Laksus, ada Laksusda, ada Kamtib, tapi mereka ini bukan berhenti, mereka bergerak di bawah permukaan.
Mereka berangkat ke luar negeri, berlatih di Afghanistan, mencari dukungan dari negara-negara lainnya. Sehingga di era reformasi di era keterbukan kebebasan, mereka mulai menyerang. Sekarang juga mereka sudah berangkat ke Syiria dan Iraq. Di sana mereka berlatih, mereka berkolaborasi. Nanti ketika ada kesempatan mereka akan keluar untuk melampiaskan dendamnya, melampiaskan kebenciannya.
Re-editing: Andry Soe