eQuator.co.id – Dari jendela lantai 15 Grand Kebon Sirih, pemandangan di sebelah timur gedung itu tampak jelas. Atap rumah dan perkantoran saling berhimpitan. Ada satu yang terlihat mencolok: masjid di kompleks MNC Tower yang besar dan megah.
Melihat pemandangan itu, tiba-tiba muncul pertanyaan dalam pikiran saya: mengapa tidak terlihat solar panel satu pun di atas atap?
Saya perhatikan sekali lagi. Barangkali terlewat. Tetap tidak saya temukan.
Melihat besar dan tingginya bangunan gedung perkantoran, juga besar dan megahnya bangunan rumah di situ, saya menduga kebutuhan listriknya pasti juga tinggi. Di rumah saya yang kecil saja – apartemen 2 kamar ukuran 42 meter persegi – butuh 2.200 Watt.
Sementara ukuran bangunan yang saya lihat berlipat puluhan atau ratusan kali. Berapa tagihan listriknya setiap bulan? Pasti besar. Saya tidak bisa mengira-ngira berapa angkanya. Tapi pasti besar banget.
Perhatian saya lantas terfokus pada bangunan masjid di kompleks MNC Tower itu. Sungguh, saya kagum dengan arsitekturnya. Juga material bangunannya.
Saya ingat di samping masjid ada kantin yang enak. Salah satunya sayur pindang. Masakan khas Kudus, Jawa Tengah. Mirip rawon, tapi rasanya manis. Sayurnya menggunakan ‘’godhong so’’ atau daun melinjo yang masih muda.
Sembari googling dengan keyword ‘’solar power for mosque’’ saya malah mendapatkan sebuah informasi menarik dari Palestina. Menurut Mbah Google, di Negeri yang selama setengah abad tercabik-cabik oleh perang itu, ada sebuah masjid yang seluruh kebutuhan listriknya disuplai dari solar power.
Tidak ada penjelasan lebih rinci tentang berapa listrik yang dihasilkan dari solar power itu. Hanya dijelaskan bahwa Masjid bernama Abdurrahman itu merupakan masjid pertama di Palestina yang dioperasikan dengan pasokan listrik tenaga surya.
Dengan menggunakan solar power, Masjid Abdurrahman tidak bergantung pada PLN-nya Palestina. Atau Israel (?). Energi listriknya mandiri. Independen. (jto/bersambung)
*Admin www.disway.id dan blogger