eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI memiliki Satgas Pangan. Tim ini bertugas memberantas mafia pangan.
“Kalau ada mafia pangan laporkan aja. Akan segera kita tindak,” ujar Sekretaris Jenderal Kemendag RI, Karyanto Suprih kepada awak media saat memantau pasar Flamboyan, Pontianak, Rabu (28/11) sekitar pukul 07.00 WIB.
Menggunakan kemeja batik lengan panjang, celana kain hitam, sepatu PDH hitam, dan berkacamata, Karyanto beserta Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Dsiperindag) Kalbar dan rombongan memantau berbagai harga bahan pokok di pasar Flamboyan. “Kita sudah lihat tadi semua harga barang. Kalau ada yang main-main, sudahlah, langsung kita tindak,” tegasnya.
Ditegaskan dia, pantauan langsung di pasar Flamboyan itu untuk menepis framing berita yang menyatakan bahwa ada kenaikan harga bahan pokok. Nyatanya kata dia, ada beberapa harga kebutuhan pokok yang turun. Bahkan kebutuhan pokok di pasar terbesar di Kalbar itu stabil. “Kami semua pejabat eselon 1 disebar ke seluruh Indonesia untuk memantau pasokan dan harga bahan pokok,” jelasnya.
Pihaknya juga memantau harga eceran tertinggi (HET). Seperti HET gula Rp19.500 per kilogram. Sedangkan di pasar Flamboyan ternyata ada yang jual Rp11.000 per kg. Begitu juga dengan beras Bulog yang sudah masuk ke pasar. “Kalau stok cukup ngapain impor,” ucapnya.
Untuk harga daging, diakui dia memang relatif tinggi. Karena pola pikir masyarakat cenderung suka daging segar. Padahal pemerintah sudah menyiapkan daging beku dengan harga Rp80.000 per kg. Tapi memang sebagian masyarakat menganggap daging segar itu sehat. Padahal menurut penelitian lebih sehat daging beku. “Dengan situasi semacam ini mungkin aman jelang Natal dan tahun baru,” jelasnya.
Ia menuturkan, dalam kurun waktu lima tahun terakhir kondisi di Kalbar menunjukkan tingkat inflasi bahan makanan tertinggi terjadi pada periode Lebaran, Natal dan tahun baru. Sehingga perlu dilakukan upaya antisipasi berupa koordinasi yang melibatkan pemerintah pusat dan daerah. “Untuk memastikan stok dan harga bahan pokok dapat terkendali,” pungkasnya.
Karyanto melakukan kunjungan kerja ke Kota Pontianak dalam rangka Stabilisasi Harga dan Pasokan Bahan Kebutuhan Pokok Menjelang Natal 2018 dan Tahun Baru 2019. Usai memantau pasar Flamboyan, sekitar pukul 08.30 WIB Karyanto menggelar Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga Bahan Pokok (Bapok) Menjelang Natal 2018 dan Tahun Baru 2019 di Balai Petitih Kantor Gubernur Kalbar. Pemerintah telah mencanangkan berbagai langkah agar harga Bapok tetap pada standar sesuai HET. Mengingat akan ada berbagai kemungkinan lonjakan harga Bapok seiring dengan meningkatnya permintaan pasar.
Karyanto memberi apresiasi kepada Pemprov Kalbar dalam menjaga keseimbangan harga Bapok jelang Natal dan tahun baru selama dua tahun belakangan ini. Karena sudah sesuai HET. Kemendag juga ingin nantinya pasokan bahan pangan tetap cukup. “Sehingga tidak ada alasan bagi para pedagang untuk menaikkan harga,” ucapnya dalam Rakorda tersebut.
Dijelaskan dia, Rakorda kemarin merupakan amanah Menteri Perdagangan. Agar Kemendag turun ke daerah-daerah. Kegiatan tersebut telah dilaksanakan sejak 11 November 2018 di Batam. Dalam amanahnya, Kemendag perlu bekerja sama dengan Pemda dan Satgas Pangan. Untuk langkah antisipasi, pihaknya turun langsung ke pasar untuk melihat kondisi pasokan dan harga di pasar. Terutama Bulog diminta melakukan upaya untuk menstabilkan harga. “Tentunya setelah diizinkan oleh Gubernur,” ucapnya.
Ia juga mengingatkan agar sebisa mungkin menghindari para spekulan. Bila melihat regulasi yang telah disepakati, kemungkinan terjadinya spekulasi sangat kecil. “Langkah pencegahan itu terdiri dari menetapkan HET,” jelasnya.
Bila terjadi penimbunan Bapok, maka akan mendapat tindakan tegas dengan koordinasi bersama Satgas Pangan. “Ini akan mempersempit kemungkinan spekulan untuk berspekulasi,” katanya.
Ia mengatakan sebelum Rakorda sempat mengunjungi pasar Flamboyan untuk memeriksa jumlah pasokan Bapok dan harga. Ternyata pasokan sangat mencukupi dan harga cenderung stabil.
Bahkan harganya mengalami penurunan.
“Contohnya cabai dan bawang merah. Kami berharap situasi ini bisa dipertahankan hingga Natal dan tahun baru nanti,” pintanya.
Kendati demikian, dia mengingatkan bahwa perlu mewaspadai kenaikan harga beras. Harga beras premium sudah di bawah HET. Hanya saja, stok beras medium yang kosong.
“Tolong Bulog dan Pemprov segera melakukan operasi pasar agar beras medium tersedia di pasar,” imbuh Karyanto.
Sementara itu, Gubernur Sutarmidji mengatakan, tidak sulit untuk menjaga harga beras medium. Permasalahan sebenarnya berasal dari data stok beras medium yang tidak jelas. Ia mencontohkan, Kalbar memproduksi gabah kering trenggiling sebanyak 1,7 juta ton. “Data Dinas Pertanian Klabar, ada surplus sebesar 1,1 juta ton setelah dikurangi kebutuhan masyarakat sebesar 500 ton,” ungkapnya.
Namun Dinas Perdagangan, data bongkar dari Januari 2018 hingga saat ini sebesar 68.098 ton beras. Kalau bongkar kata dia, berarti barang masuk ke Kalbar. “Kita punya surplus sedemikian besar, kenapa ada barang masuk?” tanyanya.
Wali Kota Pontianak dua periode yang karib disapa Midji ini
juga menyinggung mengenai ketiadaan data muat barang keluar Kalbar. Untuk itu, ia minta data tersebut diperbaiki. Karena surplus Kalbar termasuk luar biasa dalam menyimpan stok beras bagi masyarakat. “Tidak ada alasan harga beras fluktuatif, seharusnya cenderung menurun,” lugasnya.
Ia juga bertanya kepada Bulog mengenai daya serap gabah kering giling. Dijawab Kepala Bulog Kalbar bahwa daya serap Bulog dari awal Januari hingga saat ini baru menyerap 459 ton. “Bagaimana bisa? Bulog saja menyerap tidak sampai 1000 ton,” tukasnya.
Midji mengatakan, masih banyak permasalahan Bapok selain beras. Ia mengungkapkan, inflasi di Kalbar sebenarnya bisa sampai di bawah angka 2 persen.
“Saya sempat membaca koran bahwa ada daerah yang sedang produksi cabai secara besar-besaran hingga lebih dari 1 ton. Kalau bisa mempertahankan angka produksi tersebut hingga Desember maka masalah cabai selesai,” tuturnya.
Gubernur menegaskan kepada Dinas Pertanian agar menggalakkan penanaman bawang merah secara besar-besaran sebagai langkah mencegah spekulasi harga. Diakuinya memang biayanya mahal, tapi ia belum menghitung secara detail. Jika 1 hektare lahan bisa memproduksi basah sebanyak 17 hingga 18 ton. Sedangkan peoduksi keringnya sekitar 7 sampai 7,5 ton.
“Bila diperlukan, pemerintah akan mensubsidi bibit bawang sampai pada tingkat produksi yang ekonomis. Tidak menggratiskan bibit,” kata Midji.
Sementara itu, Kapolda Kalbar Irjen Didi Haryono mengatakan bahwa Satgas Pangan Polda Kalbar telah melakukan langkah-langkah sinergis dalam mengawal ketersediaan bahan pangan jelang Natal 2018 dan Tahun Baru 2019. “Sekaligus mengawal stabilitas harga yang bila diabaikan akan mengakibatkan inflasi,” jelasnya.
Didi juga menjelaskan mengenai empat langkah pre emptive yang dilakukan Satgas sejak 1 Januari 2018. Pertama, selalu melakukan rapat-rapat koordinasi teknis terkait dengan pangan dan membahas program-program untuk memastikan stok Bapok tetap mencukupi. Kedua, selalu memantau perkembangan harga di enam pasar yang ada di Kalbar. Enam pasar tersebut adalah barometer dari harga-harga di pasar lain di Kalbar. “Baik di Flamboyan Pontianak dan Pasar Alianyang Singkawang,” katanya.
Ketiga, operasi pasar bekerja sama dengan Bulog, Dinas Perdagangan serta Dinas Pangan di Kalbar. Keempat, membangun Posko Terpadu untuk mengawasi harga dan ketersediaan pangan jelang hari besar keagamaan. Pihaknya juga melakukan Sidak bersama stakeholder di Kalbar serta mengantisipasi penimbunan Sembako.
“Setelah itu langkah berikutnya adalah mengawasi rantai distribusi pangan serta mengawasi perbedaan harga pangan yang signifikan atau sangat mencolok,” paparnya.
Kapolda mengatakan, pihaknya selalu melakukan upaya-upaya persuasif dalam mencari sebab-sebab kenaikan harga. Kemudian berkoordinasi dengan pihak terkait dalam menjaga stabilitas harga.“Kami telah melakukan 181 kali kegiatan, mulai dari sosialisasi, pengecekan beras, sidak dan seterusnya,” pungkasnya.
Dari 181 kegiatan pre emptive dan preventif, pihaknya telah beberapa kali melakukan penindakan hukum. Sejak Januari hingga November 2018, tercatat 50 kasus dengan tersangka berjumlah 55 orang dan telah diproses.
“Proses sidik ada 17 kasus dan yang telah sampai ke kejaksaan ada 33 kasus. Namun masih saja ada yang melakukan penimbunan sehingga menimbulkan disparitas harga yang mencolok,” tutup Kapolda.
Dalam sesi wawancara dengan awak media, Karyanto menyinggung beras medium yang langka. Ia meminta pihak Bulog untuk menyediakan beras tersebut. “Tadi sudah meminta kepada Bulog untuk menyediakan beras medium ke pasar-pasar,” katanya.
Saat ditanyakan mengenai alasan naiknya harga beras medium, Karyanto menjawab hal itu bisa dicek di pasar. Karena bila stok pasar cukup, maka tak ada alasan untuk menaikkan harga.
“Kalau di Flamboyan, medium memang kurang, sementara premium ada stoknya. Maka dari itu Bulog harus menyediakan beras medium ke pasar,” katanya.
Ia mengatakan, kecenderungan naiknya harga beras tak hanya dialami Kalbar. Namun provinsi lainnya turut mengalami. Karenanya, Kemendag memerintahkan seluruh jajaran eselon 1 di lingkungan kerjanya untuk turun ke lapangan. “Kita mencari permasalahan apa yang ada di lapangan,” tutup Karyanto.
Sementara itu, Kapolda mengharapkan dengan adanya Rakorda pembahasan stok pangan ini dapat menjadi langkah awal untuk solusi mengawal ketersediaan barang serta menjaga harga pangan tetap stabil dan terkendali.
“Dalam rapat ini ada komunikasi dua arah antara pengusaha dengan Pemerintah Daerah agar mereka tidak melakukan spekulasi harga pangan serta mengarahkan mereka untuk tetap menjaga persediaan bahan pokok,” tuturnya.
Dijelaskannya, kasus-kasus yang terjadi tahun 2018 diharapkan tidak terjadi lagi pada 2019. Langkah-langkah persuasif selalu didahulukan. “Bila mulai bandel, maka langkah tegas akan dijatuhkan,” tegas Didi.
Sementara Midji mengatakan, beras medium yang ada harus digelontorkan ke pasar-pasar. Bila memungkinkan, sebaiknya dijual lebih rendah dari HET.
“Bila memungkinkan, jual lebih rendah dari HET serta pedagang perlu dipaksa untuk menstabilkan harga beras tersebut,” katanya.
Midji juga menginginkan agar beras medium bisa dikemas dengan kemasan yang menarik. Sehingga masyarakat mau membeli beras tersebut dan dalam kondisi pecah maksimal 15 persen. “Sebab pecah 20 persen sudah dibuat jadi pakan ternak. Ditambah bila pecahnya seperti itu, orang pun enggan mengkonsumsinya,” tutup Midji.
Laporan: Rizka Nanda, Bangun Subekti
Editor: Arman Hairiadi