eQuator.co.id – SINTANG-RK. Ribuan masyarakat Sintang dari berbagai kalangan memadati Stadion Baning Sintang, Sabtu (4/5). Kehadiran mereka pun cukup unik, karena menggunakan berbagai pakaian adat nusantara seperti Melayu, Dayak, Jawa, Padang, Tionghoa dan pakaian adat lainnya.
Pemandangan yang tak biasa tersebut, merupakan salah satu dari rangkaian Hari Jadi Kota Sintang, ke-657 tahun 2019. Dengan digelarnya upacara peringkatan dengan tema “Sintang Adalah Kita”.
Berbagai atraksi juga ditampilkan pada kegiatan itu, seperti drum band dan lainnya. Namun yang benar-benar membuat terpukau adalah, penampilan tari jepin yang melibatkan hampir 500 penari dengan membentuk angka 657.
Bupati Sintang, Jarot Winarno dalam sambutannya menjelaskan, terkait tema yang diangkat pada Harjad Kota Sintang tahun ini, dimana ada dua kata yang terselip, yakni “Sintang” dan “Kita”.
“Makna ‘Sintang’ adalah suatu identitas kota yang inklusif yang mempertemukan alur sungai Kapuas dan Melawi, sehingga menjadi tempat hidup untuk semua komponen bangsa,” ujarnya.
Sedangkan makna ‘Kita’ adalah, merujuk seluruh kelompok-kelompok sosial budaya yang telah lama hidup dan memiliki keterikatan batin dengan Kota Sintang. Perpaduan dua diksi inilah, melahirkan narasi Kota Sintang yang meletekkan perbedaan SARA sebagai kekuatan bukan kelemahan.
Saat ini, harus disadari globalisasi yang mencapai revolusi industri generasi keempat, dimana telah membuat dunia semakin menyempit. Interaksi beda peradaban makin meningkat dan meluas, sehingga potensi benturan SARA masih sangat besar.
Maka dari itu, jelas Jarot semua harus mencontoh Jubair Irawan 1 yang berhijrah dari Kerajaan Sepauk ke tempat baru yang sekarang menjadi Keraton Al-Mukarramah Sintang. Cita-citanya yang hendak membaurkan berbagai perbedaan yang ada, menjadi inspirasi berharga untuk membangun kecerdasan budaya dan kewargaan di masa depan.
Jarot juga mengatakan, semua elemen bangsa yang ada di Kota Sintang ini memiliki tugas besar untuk membangun, baik itu Kota Sintang maupun Kabupaten Sintang secara umum.
“Kota Sintang harus kita ciptakan secara serius dari sekarang, agar di masa depan kota ini memiliki keunggulan kompratif yang tinggi, karena Kota Sintang memiliki empat modal penting untuk jaya di masa mendatang,” jelasnya.
Keempat modal penting itu meliputi akses transportasi yang semakin terbuka, posisi dan letaknya di tengah-tengah berbagai daerah, memilik daya tarik industri dan jasa yang terus meningkat dan dekat dengan tempat wisata yang menarik yaitu Bukit Kelam.
Untuk itulah empat modal tersebut menurut Jarot harus dipadukan secara tepat melalui tata kelola yang berlandaskan prinsip profesionalitas, partisipatif dan berkelanjutan. Selain itu, juga merawat warisan masa lalu sangatlah penting bagi semua elemen yang ada.
Sementara itu, Ketua Majelis Perempuan Melayu Sintang, Radini Puryani yang menjadi pelopor tarian jepin khas Sintang dengan membetun formasi 657 mengatakan, tidak hanya Melayu saja yang ikut dalam tarian tersebut, tapi semua etnis membaur jadi satu.
“Hanya saja kita gunakan pakaian khas Melayu dalam menampilkan tarian jepin ini,” ujarnya.
Radini juga menjelaskan, kegiatan yang diinisiasi oleh Perempuan Melayu Sintang ini tidak ada mendapat support dana dari Pemerintah Kabupaten Sintang. Sebab seluruh kegiatan yang ada dalam agenda Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) dan Perempuan Melayu Sintang murni menggunakan dana swadaya.
Radini mengatakan, peserta tampak semangat dalam menari jepin khas Sintang. Mereka senang, apalagi dengan cara begini ingin mengenalkan dan menggali budaya Melayu Sintang agar masyarakat mengetahuinya secara luas.
Laporan : Saiful Fuat
Editor : Andriadi Perdana Putra