TANTANGAN LAZISMU ERA 4.0

Oleh: Joko Intarto

eQuator.co.id – Kabar ini mungkin tidak penting bagi Anda. Tapi teramat penting bagi mereka. Yang bekerja di Lazismu. Sebagai pengurus. Maupun sebagai eksekutif. Dari kantor Aceh hingga Papua. Juga kantor perwakilan manca negara.

Selembar kertas itu intinya hanya beberapa kalimat: Lazismu mendapat akreditasi A dan dinyatakan telah sesuai syariah. Dengan nilai akreditasi: 91,91 dan kepatuhan syariah: 93,39. Penerbitnya: Kementerian Agama.

Inilah untuk kali pertama, dalam 15 tahun perjalanannya, Lazismu mendapat akreditasi dari Kementerian Agama. Dengan nilai langsung A. Akreditasi itu meneguhkan predikat WTP yang diperoleh Lazismu. Dari Kantor Akuntan Publik. Tahun lalu.

Keberhasilan Lazismu dalam meraih dua predikat itu mengindikasikan banyak hal. Setidaknya ada empat.

Pertama, Lazismu adalah lembaga keuangan yang semakin profesional pengelolaannya. Hasil dari lembaga auditor internal Muhammadiyah dinilai belum cukup. Harus menggunakan kantor akuntan publik.

Kedua, Lazismu adalah lembaga syariah yang tunduk pada prinsip-prinsip syariah. Khususnya dalam pengumpulan dan penyaluran dana zakat, infak, sedekah dan wakaf.

Ketiga, Lazismu akan semakin mudah memperoleh mitra. Karena akreditasi dan status WTP-nya itu. Berarti di masa depan, Lazismu akan semakin berkembang. Makin kreatif. Maskin banyak program baru.

Keempat, prestasi ini menuntut Lazismu membangun sistem pendidikan dan pelatihan SDM amil. Karena prestasi itu harus dipertahankan. Terus-menerus. Tidak boleh lepas. Padahal memberlakukan standarisasi amil di semua tingkatan itu tidak mudah. Apalagi dengan ribuan amil di 700 kantor. Butuh terobosan yang revolusioner.

Kelima, Lazismu dihadapkan pada tantangan baru: lembaga amil pada era revolusi industry 4.0. Era industri yang serba digital dan mengandalkan internet. Pada era revolusi industri 4.0, banyak lembaga yang kantornya tersebar di Indonesia tidak berdaya oleh serbuan aplikasi crowdfunding yang hanya punya satu kantor bernama server. (jto)