eQuator.co.id – SINTANG-RK. Ratusan masyarakat pekerja tambang emas Kecamatan Ketungau Hilir dan Binjai Hulu melakukan berdemo di gedung DPRD Sintang, Jumat (14/12) sekitar pukul 09.45 WIB. Massa meminta parlemen menyuarakan aspirasi mereka kepada Forkopimda Sintang agar diizinkan melakukan penambangan emas.
Masyarakat pekerja tambas emas ini minta agar aktivitas mereka di sungai Kapuas dan Melawi serta di daratan tidak dilarang. Walaupun sebelumnya perwakilan masyarakat penambang emas sudah melakukan audensi dengan DPRD dan Pemkab Sintang.
“Permintaan tersebut sampai menunggu solusi yang pasti. Saat ini aktivitas kami dihentikan, tetapi solusinya tidak ada,” kata Ketua Persatuan Masyarakat Pekerja Tambang Emas Sintang, Asmidi.
Menurut dia, rencananya masyarakat yang tergabung dalam aksi demo damai tersebut tidak hanya berjumlah ratusan. Sebenarnya ribuan masyarakat pekerja tambang emas ingin hadir untuk menyampaikan aspirasi. Namum izin aksi mereka dibatasi pihak kepolisian. “Hanya Kecamatan Ketungau Hilir dan Binjai Hulu yang hadir. Sebenarnya 14 kecamatan akan hadir,” ungkapnya.
Sekitar pukul 10.00 WIB, sejumlah perwakilan masyarakat pekerja tambang emas diterima Ketua DPRD Sintang di ruang kerjanya. Pertemuan antara Ketua DPRD Sintang dan perwakilan pekerja tambang emas berlangsung tertutup. Hingga berita ini dimuat, belum diketahui solusi yang ditawarkan Ketua DPRD Sintang kepada masyarakat pekerja tambang emas tersebut. Dihubungi melalui pesan singkat, Ketua DPRD Sintang belum memberikan jawaban.
Terpisah, Kapolres Sintang AKBP Adhe Hariadi mengatakan, langkah kepolisian mengambil tindakan hukum terhadap aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) bukan sengaja dilakukan. Tapi lantaran aktivitas tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. “Polres Sintang hanya menjalankan amanat Undang-Undang yang ada. Tentunya sesuai prosedur,” tegas Kapolres.
Secara hukum PETI adalah aktivitas ilegal. Pasalnya, tidak mengantongi izin. Apalagi dampak lingkungan yang ditimbulkan sangat negatif.
Pemerhati Lingkungan Sintang, Dedi Wahyudy turut memberikan komentar terkait permasalahan PETI ini. Menurutnya, langkah Forkopimda sudah tepat. Apalagi aktivitas tersebut banyak dilakukan di aliran sungai Kapuas dan Melawi di Kabupaten Sintang.
PETI kata dia, menurunkan kualitas mutu air. Sehingga mengganggu ekosistem perairan. “Air keruh, juga tidak bisa digunakan untuk kebutuhan rumah tangga masyarakat,” katanya.
Apalagi unsur biotik (mahluk hidup) yang ada di dalamnya juga akan terganggu. Seperti menurunnya populasi ikan. Karena daya dukung lingkungan dan habitatnya terganggu.
Kalau solusi Pemda menetapkan wilayah pertambangan rakyat (WPR), itu juga harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sintang. Dia tidak mengetahui, apakah WPR sudah terakomodir di RTRW atau belum. “Apabila terakomodir, maka harus dikaji ulang lagi dampak lingkungannya,” terangnya pria yang akrab disapa Uji Deder ini.
Kajian yang ia maksud yakni, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan Analisi Mengenai Dampak Lingkungan(AMDAL). Kedua dampak lingkungan itu yang harus dikaji ulang lagi. Terkait langkah pihak kepolisian akan mengambil penindakan hukum, ia menyerahkan sepenuhnya kepada Pemkab Sintang dan aparat hukum. “Untuk tindakan secara hukum, pastinya pihak kepolisian yang lebih paham akan itu,” pungkasnya.
Laporan: Saiful Fuat
Editor: Arman Hairiadi