Besok pagi pilot itu sudah bisa terbang pulang ke Skotlandia. Mengharukan –bagi warga Inggris itu sendiri maupun bagi rakyat Vietnam. Stephen Cameron, pilot 42 tahun itu, dinyatakan sudah kuat terbang selama 15 jam. Itulah pasien Covid-19 yang paling terkenal di dunia.
Cameron memang sangat parah. Sampai koma. Lama sekali –dua bulan. Hampir tidak harapan. Namun akhirnya sembuh. Nanti malam ia sudah uji coba terbang: dari Ho Chi Minh City di bagian selatan Vietnam ke kota Hanoi di bagian utara.
Penerbangan domestik itu hanya 1 jam. Sedikit lebih jauh dari Surabaya-Jakarta. Kalau tidak ada masalah, Senin pagi besok Cameron diterbangkan dari Hanoi ke Dublin. Di dekat Dublin itulah kampung halaman Cameron.
Penerbangan Hanoi-Dublin itu tidak bisa langsung. Harus mendarat dulu di Frankfurt. Harus isi bahan bakar di kota terbesar di Jerman itu. Berarti, kelihatannya, pesawat yang akan digunakan adalah jenis Boeing 737 atau Airbus 320.
Di kampungnya itu Cameron tidak punya keluarga lagi. Orang tuanya sudah tiada. Tidak punya saudara. Juga belum menikah. Diberitakan, di sana Cameron hanya punya satu sahabat –tidak terlalu jelas mengenai status sahabatnya itu.
Setelah tiga bulan dirawat di rumah sakit, berat badan Cameron turun 23 kg. Ia tidak perlu di kursi roda –meski kursi itu tetap disertakan dalam penerbangan. Sudah seminggu terakhir Cameron latihan jalan. Otot lengannya sudah kuat tapi otot kakinya belum seberapa.
Meski masih agak lemah kondisi Cameron sudah tidak perlu lagi tinggal di rumah sakit. Paru-parunya sudah 85 persen berfungsi.
Siapa yang menyangka Cameron bisa sembuh seperti itu. Komanya begitu lama. Fungsi paru-parunya pernah tinggal 10 persen. Pernah pula darahnya sampai harus dipompa keluar.
Selama dua bulan. Darah itu dimasukkan ke ECMO (extracorporeal membrane oxygenation). Untuk diberi oksigen di luar tubuh. Setelah beroksigen darahnya dimasukkan kembali ke tubuh. Yang seperti itu dijalaninya mulai 6 April sampai 3 Juni 2020. Tanpa ia sendiri sadar.
Pun, sudah disiapkan pilihan terakhir: transplantasi paru-paru. Yang mendaftar sebagai donor sudah puluhan: asal Cameron sembuh. Itulah satu-satunya pasien yang gawat di Vietnam.
Cameron-lah satu-satunya calon orang meninggal pertama korban Covid-19 di Vietnam.
Ia tidak jadi meninggal. Vietnam pun dianggap paling sukses di bidang penanganan Covid-19. Penduduknya 95 juta jiwa –sangat padat untuk wilayah yang tidak begitu luas. Negaranya miskin– setara dengan kita. Tapi yang tertular Covid-19 hanya 360 orang. Yang meninggal: 0.
Dunia sepakat bahwa sukses Vietnam itu berkat upaya tracking yang serius. Begitu ada seseorang terkena Covid-19 dilakukanlah pencarian tanpa kompromi: siapa saja yang pernah bertemu orang itu harus masuk karantina 15 hari.
Sebagai contoh Cameron tadi. Begitu pilot itu dinyatakan positif, penumpang pesawat yang dipiloti Cameron pun dicari. Harus masuk karantina. Total sampai 4.000 orang yang dikarantina terkait dengan Cameron.
Malam itu, Maret tanggal 18, Cameron baru pulang tugas: terbang dari Hanoi ke Ho Chi Minh City. Ia pun ke bar. Yang sangat terkenal di sana: Buddha Bar & Grill. Di bar itu memang lagi ada pesta. Yang banyak hadir adalah orang asing. Itulah malam Saint Patrick’s Day –yang sangat penting bagi orang Inggris.
Menurut media di Vietnam, orang asing yang terkena Covid-19 di sana berjumlah 49 orang. Semua sembuh. Bar tempat pesta itu sendiri akhirnya dinyatakan sebagai tempat penularan Covid-19 terbesar di Vietnam: 19 orang.
Bar, pada umumnya, pula yang dianggap sarana penular terbesar di Amerika. Yang sampai kemarin, jumlah penderitanya sudah melampaui 3 juta orang. Yang tiap hari masih terus membumbung. Dua hari lalu masih 52.000 orang dalam satu hari.
Dalam penerbangan pulang ke Inggris itu Cameron ditemani 3 orang dokter Vietnam. Dibawa pula 6 tabung oksigen. Pun peralatan medis lainnya. Itu memang penerbangan khusus. Yang dicarter oleh perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi itu pula yang menanggung biaya pengobatan Cameron selama di Vietnam.
Media di Vietnam menyebutkan perusahaan asuransi itu habis uang lebih Rp 2 miliar untuk pengobatan seorang Cameron. Tepatnya 160.000 dolar Amerika. Pengobatan di Vietnam memang mahal. Bagi yang tidak ikut BPJS-nya. Ada seorang pasien asing yang juga mengeluh. Telinga orang asing itu terkena virus. Yakni setelah berolahraga renang. Biaya pengobatannya sampai Rp 5 juta. “Saya terkena sakit yang sama di Korea Selatan. Biayanya hanya Rp 300.000,” tulis eksekutif asing itu di media Vietnam.
Tapi bagi asuransi yang menangani Cameron biaya tadi menjadi tidak mahal. Perusahaan itu mendapat promosi yang luar biasa besarnya. Apa yang sebenarnya terjadi pada Cameron?
Itulah yang disebut cytokine storm syndrome (CTS). Itu pula yang banyak menyerang pasien Covid-19 di seluruh dunia.
CTS muncul di saat sistem imun di dalam tubuh bereaksi sangat keras menghadapi masuknya virus Covid-19. Saat itulah tubuh memproduksi terlalu banyak cytokine. Agar bisa segera melumpuhkan Covid-19.
Tapi cytokine yang terlalu banyak di dalam darah itu berdampak buruk bagi organ tertentu. Seperti jantung. Untung Cameron terselamatkan. Teman dekatnya itu menunggu di bandara Dublin. Sang teman membawakannya selendang khusus. Ada tulisan di selendang itu: Motherwell.
Itulah nama klub sepakbola di kotanya. Cameron adalah bonek sejati untuk klub Motherwell.
Sudah 72 hari tidak ada penderita Covid yang baru di Vietnam. Seperti tim sepak bolanya, Vietnam pun mengalahkan Indonesia di bidang lain. (*)