Senada, pedagang lainnya, Iwan. Dia sudah tiga tahun berjualan lelong di wilayah Jeruju, Pontianak Barat.
“Kita keberatan lah, apalagi kita cuman pengecer. Udah bertahun-tahun berdagang ini nih, hanya ini mata pencaharian kita. Kalau ndak ada lagi, mau kerja apa kita? Kita juga berjualan ini bukan mencari kaya, hanya untuk makan, bayarkan anak sekolah. Udah, itu aja,” tutur pria yang enggan menyebut nama lengkapnya ini, mencurahkan isi hatinya.
Lain lagi Dewi bersama suaminya, Jaka. Saat ditemui di lapak jualannya yang berada di Pasar Tengah, Jalan Tanjungpura, ia syok mendengar adanya ancaman dari Polda Kalbar.
“Ndak bisa gitulah, kenapa jadi tersangka? Kita nih cari makan, bukan bunuh orang. Sekarang barang ilegal ini bisa masuk ke sini, gimana masuknya kan? Hahh..,” tukas Dewi sambil mengurut dada.
Jaka menambahkan, sudah sejak lama pakaian lelong masuk ke Pontianak. Ia menyatakan, dirinya dan Dewi hanya pengecer.
“Kita nih cuman beli di sini, yang masukinnya ini siapa? Kita nih berjualan hanya buat beli susu anak, popok anak. Biar, kata orang, asap nih ngepul jak di dapur. Cukup dah,” tuturnya.
Sambung dia, jika memang tidak boleh berjualan lelong lagi, pedagang-pedagang sepertinya butuh solusi. ”Kasian lah kamek nih, anak di rumah, emak-bapaknya masuk penjara gara-gara jualan lelong,” papar Jaka.
Di wilayah Tanjung Raya 2, Pontiank Timur, sejumlah pedagang menolak untuk dijadikan tersangka penjualan barang ilegal. Mereka siap bayar pajak jika lelong bisa dilegalkan.
“Kalau emang mau dilakukan penegakan terhadap pakaian impor ilegal, lakukan di seluruh Indonesia, jangan hanya wilayah Kalbar,” sindir seorang pedagang yang tak mau disebutkan namanya.