Syiar Ekonomi Kukusan Mini

Oleh: Joko Intarto

eQuator.co.id – Berangkat hari Kamis pukul 05:00 dari Jakarta, saya baru tiba di rest area KM57 arah Cikampek enam jam kemudian. Parah banget.

Memasuki tol Bekasi Barat, digital sign board yang melintang di atas jalur tol itu memberi informasi, ‘’Kecepatan 10 – 20 Km per jam di Karawang Barat – Dawuan. Ada kecelakaan.’’

Saya minta driver keluar dari jalan tol. Pindah ke Jalan Raya Bekasi. Siapa tahu kondisinya lebih baik.

Ternyata keputusan itu tidak banyak menolong. Jalur regular itu sudah penuh sesak. Kecelakaan yang terjadi menjelang subuh itu membuat jalan lawas menjadi pilihan utama.

Tiba di Dusun Ciburial, Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, jam telah menunjukkan pukul 12:30.  Peserta pelatihan sudah pulang semua. Saung Ilmu sepi. ‘’Mereka sudah menunggu dari pukul 08:00,’’ kata Ustadz Abar.

‘’Bisakah mereka diundang kembali?’’ tanya saya.

‘’Bisa. Tapi butuh waktu,’’ jawab Ustadz Abar.

Akhirnya, pukul 14:00, sebanyak 13 warga dusun yang berprofesi sebagai perajin anyaman bambu bisa berkumpul kembali di Saung Ilmu. Alhamdulillah.

Pelatihan pun segera saya mulai. Membuat bamboo cone coffee filter alias filter kopi dari anyaman bambu. Bentuknya kukusan mini.

Sesi pertama berlangsung satu jam. Dari 13 peserta, berhasil dibuat 10 buah kukusan model bebas, sesuai imaginasi dan kreativitasnya. Empat di antaranya selesai dalam waktu 30 menit. Waktu finishing 15 menit.

Setelah beristirahat 2 jam, pelatihan sesi 2 dimulai. Kali ini sudah dengan standarisasi bentuk, ukuran dan desain. Semua peserta bisa menyelesaikan kukusan dalam 30 menit. Waktu finishing lebih lama: 30 menit pula.

Saat adzan magrib berkumandang, pelatihan seri 2 pun berakhir. Lumayan. Ada 10 buah kukusan yang lolos quality control.

Pelatihan itu merupakan seri pertama dari tiga pelatihan lengkap. Dua pelatihan yang akan berlangsung pekan depan adalah pelatihan quality control dan pelatihan demo menganyam di ruang publik.

Tiga paket pelatihan itu menjadi bekal untuk para perajin anyaman bambu yang akan memamerkan semua produknya dalam ISEF 2018, pameran industri keuangan syariah tahunan yang terbesar di Indonesia. Dua paket pelatihan pertama terkait dengan produksi filter kopi. Satu paket pelatihan terakhir terkait dengan aspek pelayanan pengunjung dalam atraksi di stand pameran.

Pada pameran ini, Bank Indonesia akan menampilkan Desa Berdikari, program pemberdayaan berbasis dana syariah masyarakat. Pemberdayaan ekonomi perajin bambu di Dusun Ciburial adalah pilot project-nya. Untuk melaksanakan program Desa Berdikari, Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia menggandeng Lembaga Zakat Al-Azhar.

Saya terlibat sebagai konsultan dalam program Desa Berdikari sejak 2017. Saat program masih dalam proses mencari model. Tugas saya membuat second opinion atas konsep yang akan diimplementasikan di lapangan.

Dalam perjalanannya, saya bertemu Granados Suminto. Seniman dan pemilik warung kopi Toekang Sedoeh di Bekasi, yang sedang kehabisan stok filter kopi dari anyaman bambu. Pertemuan itu yang membuat pelatihan produksi filter bambu itu terlaksana di Dusun Ciburial.

Barang yang dihasilkan dalam pelatihan itu memang hanya kukusan bambu. Tetapi di balik produk sederhana itu, ada peran lembaga keuangan syariah dan dana syariah masyarakat yang sangat dominan.

Desa Berdikasi merupakan salah satu model syiar dalam bidang ekonomi syariah yang berbasis potensi local yang digarap dengan gaya kekinian. Keberhasilan program tersebut menentukan tahap replikasi selanjutnya. (jto)

 

*Direktur Eksekutif Disway Institute, Redaktur Tamu Rakyat Kalbar