Survey KHL Tentukan UMK Kota Pontianak

eQuator – Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Pontianak masih melakukan survey guna menentukan Komponen Hidup Layak (KHL) untuk menentukan Upah Minimum Kota (UMK) berdasarkan ketentuan dari kementerian.

“Masih dalam proses pembahasan, nanti kita akan kembali melakukan pertemuan lagi. Ada yang namanya survey pasar untuk menentukan KHL, hasilnya baru disepakati KHL-nya berapa,” ujar Kepala Bidang Ketenagakerjaan Sosnaker Kota Pontianak, Affan kepada Rakyat Kalbar, Rabu (11/11).

Apa yang diamanatkan tersebut, pihaknya sudah melakukan beberapa survey serta koordinasi dengan beberapa pihak. “Kita sudah sekitar delapan kali melakukan survey di pasar tradisional sesuai dengan amanat Kepmen. Tapi survey ini tidak bisa dilakukan di hari-hari besar, karena fluktuatif, di mana harga-harga bisa naik tidak sesuai dengan harga normalnya,” ulasnya.

Meskipun sudah dilakukan, namun Affan belum bisa memastikan KHL tersebut secara sepihak dan masih menunggu koordinasi lanjutan dalam menentukannya. “Sejauh ini belum ada gambaran. Nanti akan ada rapat dengan dewan pengupahan dan unsur-unsur lainnya,” tukasnya.

Lantaran belum ada tindaklanjut atau instruksi secara tertulis dari pemerintah pusat, Sosnaker Kota Pontianak masih mengacu pada peraturan lama. Tapi kalau pun aturan itu benar akan dibakukan dalam waktu dekat, setidaknya Sosnaker sudah ada gambaran dan tinggal menyesuaikan saja.

“Kita akan coba  lihat, kalau pun memang akan diberlakukan sekarang kita akan terapkan. Karena kita di Kota Pontianak hanya mengikuti regulasi dari pusat saja,” timpalnya.

Hal senada disampaikan Wakil Walikota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono. Menurutnya, saat ini jajarannya tengah melakukan pembahasan terkait UMK Kota Pontianak 2016.

“Saat ini kami dan Dewan Pengupahan sedang membahas besaran UMK untuk tahun 2016 sehingga saya belum mengetahui secara pasti berapa UMK tahun 2016. Saya berharap UMK tahun 2016 juga mengalami kenaikan dibandingkan dengan UMK tahun 2015 sehingga bisa meringankan beban para karyawan maupun lainnya,” ujar bekas Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Pontianak ini.

Sementara itu, Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Kalbar, Ahmad Ali menyatakan, sejauh ini pantauannya di lapangan memperlihatkan bahwa hampir sebagian besar pelaku usaha sudah menjalankan kewajiban kepada karyawan. Hanya saja perlu adanya kompensasi secara perseorangan sebagai pembeda karyawan lama dengan yang baru terkait pengupahan.

“Saya hanya ingin mengimbau kepada pengusaha saja agar perusahaan ada skala upah. Aturan yang ada sudah sangat baik dan hanya saja pelaksanaannya. Sekarang yang terjadi di perusahaan, ada kecemburuan sosial. Misalnya ada karyawan yang sudah bekerja 10 tahun, kemudian ada yang baru masuk, sedangkan upahnya sama. Jadi dengan kondisi semacam ini etos kerjanya melemah,” ulasnya.

Regulasi secara umum diyakininya diketahui baik yang menjalankan kebijakan maupun perusahaan. Tetapi terdapat kebijakan yang diserahkan ke perusahaan untuk mengklasifikasi karyawannya agar kecemburuan sosial seperti yang disebutkan itu tidak terjadi.

“Memang itu sudah diatur dalam undang-undang, tapi kebijakan ini dikembalikan kepada perusahaan. Kita juga minta pengawas berperan sehingga pelaksanaannya bisa berjalan,” jelasnya.

Memang sejauh ini tidak ada transparansi atau keterbukaan pekerja, tetapi keluhan itu sempat diperoleh pihaknya di lapangan. “Mereka tidak bisa terang-terangan berbicara, tapi di lapangan banyak ditemukan semacam ini,” lugas.

Reporter: Gusnadi

Redaktur: Andry Soe

1 Komentar

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.