eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Diunggulkan dalam berbagai survei dan polling calon presiden (Capres), belum tentu berbanding lurus dengan hasil pemungutan suara. Pilkada DKI Jakarta telah membuktikan. Saat Ahok dinyatakan menang survei, namun faktanya kalah oleh Anis Baswedan.
Debat Calon Presiden (Capres) terakhir malam ini, Sabtu (13/4) menjadi puncak masa kampanye Pilpres sekaligus Pileg. Tersisa empat hari lagi, pemungutan suara akan digelar serentak. Tim Capres 01 maupun 02 mengklaim kemenangan di wilayah Kalbar.
Sejak 29 Maret 2019 hingga 11 April 2019 pukul 23.59 WIB, Harian Rakyat Kalbar menggelar polling melalui website https://equator.co.id. Hasilnya, Capres 01 Jokowi-Maruf Amin meraup dukungan sebesar 15,57 persen atau 222 pemilih. Sedangkan Capres 02 Prabowo-Sandi mendulang 84,43 persen dari 1.204 pemilih.
Masing-masing kandidat, pasti punya keyakinan untuk menang. Berdasarkan kalkulasi politik yang dilakukan di internal masing-masing.
Ketua Badan Pemenangan Capres Nomor Urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno di Kalbar, Suriansyah yakin Capres 02 menang di wilayah Kalbar. “Kami punya kalkulasi. Kalbar akan kita menangkan, dengan target 56 sampai 60 persen,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (12/4).
Menurutnya, hasil surve internal tim, elektabilitas Prabowo-Sandi di wilayah Kalbar, saat ini terus menguat. Bahkan, elektabiltas sudah di posisi target, yakni 56 persen.
Elektabiltas tersebut, kata dia, harus dikawal. Potensi kecurangan di menit-menit akhir mesti diminimalisir. “Kami di internal sudah memetakan daerah-daerah rawan. Terutama di pedalaman,” ujarnya.
“Kita sudah menyebar saksi-saksi yang melibatkan relawan. Semua akan kita lakukan. Semaksimal mungkin. Untuk memenangkan Capres 02 secara bermartabat,” timpalnya.
Suriansyah berharap, semua masyarakat terlibat dalam mengawasi proses demokrasi ini. Kemudian, terhadap penyelenggara hingga tingkat bawah, juga disampaikan, agar menjamin profesionalitas dan independensi.
Supaya Pilpres serta Pileg 17 April nanti, benar-benar berjalan baik, bersih dan berintegritas. “Saya mengharapkan masyarakat berpartisipasi penuh memberikan suaranya di 17 April. Gunakan hak pilih untuk menentukan masa depan bangsa. Masyarakat jangan mau dibeli suaranya,” pungkasnya.
Terpisah, Tim Pemenangan Kampanye Nasional Capres Jokowi-Ma’ruf Amin Daerah Kalbar, Suyanto Tanjung juga mengkliam, Capres 01 akan menang di Kalbar. Target perolehan suara 65 persen. “Kalau di Kalbar ini sudah pemilih yang pasti. Yang mau ke 01 ya ke 01. Ke 02 ya 02. Pemilih tradisional sudah punya pilihan lah. Yang swing voter (pemilih yang pindah pilihan dari sebelumnya, red) sudah tidak banyak lagi. Saya rasa kita optimis,” katanya.
Dia optimis untuk memenangkan Jokowi-Ma’ruf di Kalbar, bukan tanpa dasar. Sebab, tim yang bergerak adalah tokoh-tokoh besar. “Kita optimis karena ada tokoh Kalbar, pak OSO turun. Kami baru pulang dari Kayong, Ketapang, Sintang mengkampanyekan 01. Besok (hari ini, red) puncaknya di GOR. Kemudian, pak Gubernur juga ada di kubu 01 kan,” katanya.
“Mesin kita bergerak semua. Rakyat merasakan pembangunan pak Jokowi,” katanya.
Ia pun tak mau ambil pusing, jika ada hasil survei lokal yang menyatakan kubu 02 lebih unggul dari 01. “Survei itu adalah untuk mengukur. Bisa meleset. Yang penting lembaga surveinya kredibel atau tidak. Kalau yang abal-abal, gimana mau percaya,” pungkasnya.
Sementara itu, Pengamat Politik universitas Tanjungpura (Untan), Syarief Usmulyadi menuturkan, hasil survei sebenarya dapat dipercaya, karena memiliki dasar dan patokan sebelum mengambil suatu kesimpulan, yakni memenangkan salah satu calon dalam suatu kontestasi pemilihan umum. “Artinya ada metode ilmiah untuk membenarkan tindakannya, ” ujarnya.
Kendati demikian, kembali lagi pada kualitas tindakan yang dilakukan pembuat survei. Misalnya, sebaran sampling error yang diambil berapa, sehingga memepengaruhi hasil. “Kalau dia mengambil samplingnya itu orang-orang yang telah ditetapkan, itu merupakan basis pendukungnya, tentu hasilnya akan subjektuf,” paparnya.
Dalam dunia survei itu ada istilah survei pesanan, yang menenangkan salah satu pasangan tertentu. Makanya, kata dia, ditemukan paslon tentu mulanya dikatakan unggul dalam lembaga survei tertentu, namun pada saat pemilihan umum kalah. “Misalnya di Pilkada DKI Jakarta. Saat itu Ahok dinyatakan menang, namun faktanya kalah dan Anis Baswedan yang menang,” ungkapnya.
Makanya, untuk membuat masyatakat percaya pada lembaga survey, kembali lagi pada kredibilitas lembaga yang melakukan survei itu sendiri. “Jadi kuncinya disitu. Bisa jadi hasil survei itu benar. Bisa jadi itu tidak benar, namanya juga survei,” jelasnya.
Karena kalau di dunia nyata, kalau dia punya tujuan tertentu, sampling itu biasa direkayasa, mislanya samplingnya. “Kalau pun dia mengambil sampling. Samplingnya itu orang-orang yang telah ditetapkan, itu merupakan basis pendukungnya,” tuturnya.
Dia berujar, jika berbicara tingkat valid hasil survei, tentu mengacu pada hasil survei yang dilakukan dalam waktu dekat. “Dalam waktu yang sudah semakin dekat ini, hasil yang dicapai itu sudah mendekati valid, karena semakin dekat dengan pelaksanaan,” tuturnya.
Jika waktu pelaksanaan sudah semakin dekat, kata dia, maka faktanya akan terlihat, fenomenanya juga tergambar. Misalnya, dalam masa kampanye saat ini. “Kampanye pasangan Prabowo tidak dapat disangkal memang sangat jauh peserta yang hadir dibandingkan Jokowi,” imbuhnya.
Artinya semakin dekat dengan hari H survei itu dilakukan, maka semakin dekat dengan kebenaran. Usmulyadi melanjutkan, selain survei nyata, survei dunia maya juga cenderung dipercaya hasilnya. “Karena di dunia nyata, jika dia punya tujuan tertentu, kan bisa direkayasa,” terangnya.
Akan tetapi, bagaimana pun hasil survei akan memberikan pengaruh pada khalayak pemilih, walaupun itu dilakukan di dunia maya. “Jika pemilih menganggap itu langsung dengan pemilih, maka dia cenderung percaya dunia maya dibanding dilakukan secara nyata,” jelasnya.
Dia menuturkan, setelah dinyatakan menang dalam berbagai lembaga survei, baik dunia maya, maka ada beberapa hal yang perlu diantisiapsi pasangan calon mendekati pemilihan umum, misalnya saja serangan fajar, pembagian amplop. “Itu yang perlu diantisiapsi. Hal itu memerlukan partisipasi semua pihak. Terutama KPU dan Bawaslu,” timbalnya.
Untuk memberikan pengawasan, Bawaslu harus melakukan pengawasan secara ketat. Dia mengatakan, money politik dan serangan fajar merupakan hal yang tidak dapat dibantah saat ini. Namun, selama ini masyarakat tidak mau melapor atau bisa dikatakan penyelenggara pemilu memiliki kongkalikong dengan salah satu pasangan calon. “Sehingga semua itu memberikan celah,” ucapnya.
Selain itu, KPU juga rawan, karena sebagai lembaga yang memberikan legitimasi hasil pemilu. “Kalau KPU melakukan kerja sama dengan salah satu pasangan calon, kita juga tidak dapat tahu,” lanjutnya.
Sehingga perlu partisipasi masyarakat untuk mengawal pesta demokrasi ini, agar sesuai dengan aturan perundang undangan. Kalau hanya mengandalkan KPU dan Bawaslu, menurutnya akan berat, menjaga kualitas pelaksanaan demokrasi. “Jadi memerlukan partisipasi seluruh masyarakat untuk ikut betul-betul mengontrolnya di setiap TPS,” jelasnya lagi.
KPU harus memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat yang ingin mengetahui hasil pemilu, karena disini tidak ada yang rahasia. “Hasil bukanlah merupakan rahasia,”ucapnya.
KPU dan Bawaslu harus berkomitmen, melaksanakan apa yang sudah diamankan UU. “Jangan dikaitkan dengan kepentingan kepentingan tentu,”ungkap dia.
Selain itu, perlu partisipasi masyarakat untuk mengawal, agar pelaksanaan demokrasi berjalan dengan baik. “Bukan hanya demokrasi diatas kertas saja. Kira-kira gitu,” tegasnya.
Dia berkeyakinan dalam kontestasi Pilpres 2019, Prabowo akan memenangi pilpres dan menggantikan Jokowi. “Peluangnya sangat besar, hal tersebut dapat dilihat dari antusias para pendukungnya yang datang saat berkampanye,” terangnya.
Selain itu, masyatakat tampak sudah melakukan perlawanan dengan rezim ini. “Masyarakat bukan tidak senang dengan Jokowi. Namun dengan orang di sekelilingnya,” pungkasnya.
Laporan: Abdul Halikurrahman, Andi Ridwansyah
Editor: Yuni Kurniyanto