eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Permintaan kopi jenis Liberika meningkat. Potensi ekonomis tersebut dilirik Dinas Perkebunan (Disbun) Kalimantan Barat. Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya bakal menjadi sentra pengembangan kopi Liberika.
Pengembangan kopi ini sebenarnya sudah dimulai pada tahun lalu. Diprediksi, komoditas ini sudah dapat berproduksi dua hingga tiga tahun mendatang.
“Yang mana dari dana APBN kami sentrakan satu wilayah untuk pengembangan kopi Liberika, yakni di Padang Tikar, Batu Ampar, di lahan seluas 400 hektare,” ungkap Kabid Pengembangan Tanaman dan Penyuluhan Disbun Kalbar, Juniar, kemarin.
Juniar menilai, kopi Liberika cocok untuk ditanam di daratan Kalbar. Memiliki rasa asam dan pahit yang khas, dia menilai kopi ini potensial untuk dikembangkan.
“Jenis kopi ini juga kita yakin pasarnya juga ada, baik itu secara lokal maupun luar negeri. Sebab kopi ini penikmatnya juga cukup banyak, dan yang kita kembangkan ini sekitar dua tahun sampai tiga tahun lagi baru bisa produksi,” ucapnya.
Untuk saat ini, pihaknya memang sedang mengembangkan kopi. Meski komoditas tersebut bukan menjadi yang unggulan. Pengembangan komoditas ini, berangkat dari menjamurnya warung-warung kopi, khusunya di Kota Pontianak.
“Menjamurnya warung kopi ini, menandakan kebutuhan akan biji berwarna hitam tersebut cukup banyak. Namun disayangkan, dari banyak kopi kebanyakan kopi yang digunakan disuplai dari luar Kalbar, padahal kita juga memiliki potensi yang cukup kalau bicara soal kopi,” ungkapnya.
Selain Liberika, jenis kopi lainnya juga dikembangkan. Saat ini, kata Juniar, beberapa daerah di Kalbar sudah mengembangkan komoditas ini. Seperti Singkawang, Sambas dan Sintang. Ada pula Ketapang, yang oleh Disbun Kalbar dijadikan pusat pengembangan kopi.
Sementara itu, pengusaha kopi asal Kota Pontianak, Abdurrahman mengatakan, langkah Disbun Kalbar untuk mengembangkan kopi sudah sangat tepat. Mengingat permintaan akan biji kopi untuk kebutuhan lokal sangat potensial. Terlebih, Kota Pontianak, telah dikenal sebagai kota tujuan untuk ngopi. Untuk itu, perlu kiranya menghadirkan kopi ciri khas kota berjuluk Kota Khatulistiwa ini.
“Kebanyakan brand kopi lokal yang ada di sini, mendapatkan pasokan biji kopi dari luar daerah, hanya ada beberapa saja yang lokal,” kata Owner Kopi Sepok ini.
Para pelaku usaha perkopian, kata Abdurrahman, bukannya tidak mau menggunakan kopi yang ditanam di daratan sendiri, melainkan stoknya yang sulit didapat.
“Walaupun ada menjadi persoalan lain yaitu belum tentu si pemasok dapat memasok secara konsisten. Hal inilah yang menjadi alasan sehingga mau tidak mau mendatangkan dari luar, namun untuk membedakannya tergantung dari racikan yang dibuat,” jelasnya.
Untuk kopi Liberika, dia menilai permintaanya sangat potensial. Meski jenis kopi ini masih kalah terkenal dengan kopi Robusta dan Arabika. Tapi seiring dengan meningkatnya produksi jenis kopi ini, maka permintaannya juga akan meningkat.
“Untuk kopi Liberika sendiri, memang jarang dijumpai di warkop-warkop. Hanya tertentu saja yang menyediakan. Sebab untuk memperoleh kopi ini juga sangat sulit. Langkah yang dilakukan oleh Disbun untuk pengembangan kopi jenis ini tentu kita sambut baik. Bahkan kita berharap kopi juga dapat menjadi varietas unggulan di provinsi ini,” pungkasnya.
Laporan : Nova Sari
Editor : Andriadi Perdana Putra