Suhu Udara Kalbar Capai 34 Derajat Celsius

Mendung Tak Berarti Hujan Rogoh Kocek Rp200 Ribu Beli Air Perhari

AKSI PELETON DESA. Salah satu Peleton Patroli Desa yang merupakan gabungan TNI, Polri, unsur masyarakat desa, dan perusahaan perkebunan, sedang melakukan pemadaman Karhutla di Ketapang, Sabtu (9/7). Humas Polda for Rakyat Kalbar.

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Gelombang cuaca panas yang terjadi terus menerus selama sepekan terakhir di Kalimantan Barat membuat masyarakat khawatir akan datangnya pergantian musim. Pasalnya, hari-hari tanpa hujan kerap membayangi horor asap kabut akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang menyelimuti Kalbar selama beberapa bulan pada tahun lalu.

Aris, warga yang tinggal di Desa Parit Mayor Kecamatan Pontinak Timur, menyampaikan minimnya curah hujan ini cukup meresahkan. Menurut dia, bahkan kabut tipis mulai muncul saat malam hari.

“Sudah semingguan ini tidak ada hujan. Ada hujan, sekitar jam 3 sore hari Minggu kemarin di wilayah Sungai Raya Dalam pas waktu itu main ke tempat keluarga. Itu pun sebentar saja kurang lebih setengah jam. Nah, malamnya, Minggu malam, sekitar jam 10-jam 11 mulai-mulai ada kabut tapi endak banyak,” tuturnya, Senin (11/7).

Pantauan di kawasan lain Kota Pontianak pun serupa. Di sejumlah lokasi, mendung memang terlihat namun hujan tak kunjung turun.

Hanya saja, menurut keterangan Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Supadio Pontianak, beberapa lokasi yang terpantau tidak pernah turun hujan bukan berarti mengindikasikan datangnya musim kemarau. “Kalbar tidak mengenal yang namanya kemarau, hujan tetap ada sepanjang tahun. Tapi memang ada periode atau bulan-bulan yang lebih sedikit turun hujannnya, begitu juga ada bulan-bulan yang lebih banyak turun hujan,” tutur forecaster atau prakirawan cuaca BMKG Supadio Pontianak, Mega Fitria Wita, via selulernya.

Kepada Rakyat Kalbar dia menjelaskan, secara umum, periode atau bulan-bulan yang lebih sedikit turun hujan yakni pada Juli, Agustus, dan September. Dalam artian, hujan tetap turun, namun dalam skala lokal dan dengan durasi singkat. Dengan demikian, suhu panas yang terjadi pada periode ini pun cenderung meningkat.

“Saat ini, secara umum suhu udara berada di sekitar 27 sampai 28 derajat celcius. Kalau siang hari, bisa mencapai 33 sampai 34 derajat celcius,” ungkapnya.

Sementara itu, berdasarkan hasil pantauan dan laporan yang dilakukan di berbagai Puskesmas yang ada di Kota Pontianak, belum ada peningkatan persentase penyakit yang diidap masyarakat terkait cuaca panas dalam sepekan terakhir. “Kita memang rutin melakukan pengecekan di tiap-tiap Puskesmas seminggu sekali. Untuk pekan ini, belum ada peningkatan, artinya masih normal seperti biasa. Kita akan lihat perkembangannya minggu depan,” jelas Kepala Dinas Kesehatan Kota Pontianak, Siddik Handanu.

Ia mengatakan, jika cuaca atau musim panas ini terus berlanjut, maka potensi penyakit yang bakal timbul diantaranya diare, disentri, tipes, dan gangguan pernapasan seperti ISPA, pilek dan lainnya. “Ini yang harus diwaspadai oleh masyarakat. Oleh sebab itu, kita mengimbau agar masyarakat menerapkan pola hidup bersih dengan banyak mengkonsumsi air putih, sayuran, dan buah,” pintanya.

Selain itu, mengingat sebagian besar masyarakat Kota Pontianak berdomisili di tepian parit, dia menyarankan agar warga sedapatnya membilas peralatan makan dengan air bersih. “Untuk minum disarankan menggunakan air isi ulang. Untuk peralatan makan seperti piring, sendok, dan lainnya, kalau sudah dicuci dengan air parit agar dibilas lagi menggunakan air bersih,” tutup Siddik.

KEKERINGAN DI SINTANG

Sementara itu, kekeringan yang melanda sejak tiga pekan terakhir membuat warga Kecamatan Sintang mulai krisis air minum. Sumur mereka yang berada di dataran tinggi airnya kosong.

“Jangankan mandi, untuk air minum pun susah,” keluh Mardiana, 42 tahun, seorang ibu rumah tangga di Kecamatan Sintang.

Untuk memenuhi kebutuhan minum, warga terpaksa membeli air galon. Sedangkan untuk mandi dan mencuci terpaksa harus membeli air bersih yang ada di wilayah Kelam.

“Air bersih kita beli meski kondisi ekonomi saat ini sedang susah. Kita harus menanggung beban kondisi cuaca yang tidak stabil saat ini,” tuturnya.

Mardiana mengaku, memang setiap tahun, memasuki hari-hari tanpa hujan, sumur miliknya itu mengalami kekeringan. Airnya hanya bisa diambil sekali sehari. Itupun sudah tidak bersih lagi, hanya bisa untuk mencuci.

“Mudah-mudahan musim kemarau akan segera berakhir,” harapnya.

Tak hanya dia, hampir semua warga yang tinggal di BTN Cipta Mandiri 1 Sintang setiap hari terpaksa membeli air bersih dari Bukit  Kelam. “Di BTN ini dari pertama dibangun hingga sekarang tidak ada tersedia air bersih dari PDAM. Sebagian besar warga hanya mengandalkan sumur yang ada. Nah, kalau musim kemarau seperti ini sudah pasti kekurangan air,” ungkap Mardiana.

Senada disampaikan Liona, warga BTN Cipta Mandiri 1 Sintang. Ia mengaku harus membeli air bersih setiap harinya untuk keperluan mandi dan mencuci. “Satu hari saya harus keluar Rp200 ribu hanya untuk beli air bersih. Kalau tidak kemarau, air di sumur banyak tidak perlu beli. Tapi sekarang mau tidak mau harus beli karena air merupakan kebutuhan yang harus terpenuhi,” keluhnya.

Ia berharap Pemerintah Sintang tanggap terhadap kondisi ini. “Setidaknya pemerintah menyiapkan air bersih untuk masyarakat yang mengalami kekeringan. Jika pun harus membeli, harganya pun harus diringankan lah, jangan seperti pihak swasta yang menyediakan air bersih Rp2500 perliter seharga Rp100 ribu,” tutur Liona.

PDAM Sintang juga diharapkan menyediakan pelayanan air bersih di wilayah tempat tinggalnya. “Kalau ada ledeng, kita siap untuk menjadi konsumen. Keberadaan air bersih dari PDAM ini sudah lama ditunggu-tunggu warga,” terangnya.

KARHUTLA DI KETAPANG

Di sisi lain, Karhutla mulai bersemi. Di Ketapang, Sabtu (9/7), sejumlah lahan mengalami kebakaran. Untung saja, Polres Ketapang bersama TNI, Manggala Agni, dan perangkat desa, sudah siap berjibaku melawan Si Jago Merah.

Para petugas menangani kebakaran ini setelah menerima informasi dari BMKG. Peleton Patroli Desa pun disiapkan. Peleton Patroli Desa beranggotakan 30 orang dibagi dalam tiga  regu. Di Kalbar sendiri, terdapat 1.633 Peleton Patroli Desa tersebar di 1.977 desa.

Menurut Polda Kalbar, kerja Peleton Patroli Desa ini terbilang efektif memadamkan Karhutla. Seperti diketahui, kondisi lahan di Kalbar mayoritas Gambut. Jika terlanjur dibakar maupun terbakar akan sulit untuk memadamkannya.

Upaya pencegahan dan pemadaman secara dini ini diklaim mampu menekan kebakaran hutan dan lahan secara signifikan. Berdasarkan data Humas Polda Kalbar, pada periode 1 Januari sampai dengan 10 Juli 2016 terdapat 38 titik hotspot. Angka ini jauh lebih kecil bila dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang mencapai 373 titik.

“Kondisi ini tentu datangnya tidak tiba-tiba tetapi melalui proses yang dilakukan oleh banyak pihak. Ada giat door to door System yang dilakukan oleh para Bhabinkamtibmas, patroli terkordinasi oleh empat pilar dan upaya lain melalui sarasehan. Juga ada pembentukan Desa Siaga Api oleh para pengusaha perkebunan,” terang Kapolda Brigjen Pol Musyafak.

Dia mengajak seluruh masyarakat untuk bahu-membahu menjaga lingkungannya. “Jangan membakar lahan kalau kita mengolah lahan. Masalah kebakaran hutan dan lahan bukan semata tanggung jawab polisi, TNI, Manggala Agni, maupun Pemda. Ini tanggung jawab bersama,” pungkasnya.

Laporan: Fikri Akbar, Achmad Munandar, dan Marselina Evy

Editor: Mohamad iQbaL