Stop Gunakan Kata Autis untuk Gurauan

STOP SEBUT AUTIS. Seorang pelajar yang ikut dalam kegiatan peringatan Hari Autis se-dunia membubuhkan tandatangan sebagai bentuk menolak kata autis sebagai bahan candaan, Minggu (1/4) SUHENDRA/RK
STOP SEBUT AUTIS. Seorang pelajar yang ikut dalam kegiatan peringatan Hari Autis se-dunia membubuhkan tandatangan sebagai bentuk menolak kata autis sebagai bahan candaan, Minggu (1/4) SUHENDRA/RK

eQuator.co.idSingkawang-RK. Forum Anak Cinta Singkawang bersama sejumlah pihak menggelar peringatan Hari Autis se-dunia di Atrium Singkawang, Senin (2/4). Dalam kesempatan itu, Sekretaris Forum Anak Cinta Singkawang, Depy Eka Rachmawati mengajak masyarakat untuk stop menggunakan kata autis.

“Dalam pergaulan sehari-hari, seringkali saya menemui teman yang dengan mudah memberi label autis pada orang lain. Sebagai contoh jika seseorang asyik dengan gadget, tanpa peduli dengan lingkungan sekitarnya, maka teman-teman saya langsung memberinya label autis,” ujar dia.

Divisi Jaringan dan Sosialisasi Forum Anak Nasional ini melanjutkan, banyak diantara orang yang menyebut kata autis tapi tidak mengetahui arti dari autis itu sendiri.

“Maka dari itu, saya dan teman teman merasa perlu adanya edukasi kepada masyarakat, khususnya remaja mengenai autis. Agar kedepannya tidak ada lagi candaan, gurauan, atau label autis untuk anak-anak normal,” katanya.

Sehingga dengan latar belakang seperti itu, jelas Depy, maka diselenggarakan gerakan edukasi yang oleh Forum Anak Cinta Singkawang pada 1 April 2018 dengan topik autis bukan gurauan sekaligus memperingati Hari Autis se-dunia pada 2 April 2018.

Menurut dia, kegiatan edukasi seperti ini juga akan berhasil. Lantaran banyak yang memberikan kontribusi berupa dukungan dan komitmen untuk menjadikan kata autis bukan sebagai gurauan dalam bentuk tandatangan petisi yang telah dibuat.

“Terlebih lagi ketika Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kota Singkawang dan Ibu Fiska, selaku pengelola Singkawang Grand Mall turut serta mendukung kegiatan kami dan juga ikut menandatangani petisi yang kami buat,” katanya.

Selain itu, Dinas Sosial dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Singkawang, Fantasi, PLA, Mutiara Hati, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Singkawang, HIPMSI serta IFI juga ikut terlibat dalam kegiatan edukasi ini.

“Sekali lagi saya sampaikan harapan agar tidak ada lagi masyarakat, khususnya Kota Singkawang yang menggunakam kata autis sebagai bahan candaan atau gurauan. Mari lebih peduli kepada anak-anak yang diberikan keistimewaan tersendiri oleh Allah, salah satunya anak autis,” ujarnya.

Senada dengan M Rifqi Mubaraak, Duta Kesehatan dan Kesejahteraan Dasar Forum Anak Cinta Singkawang sekaligus Ketua Panitia Regenerasi dan Peringatan Hari Autis.

“Kesan saya saat pertama kali melihat anak autis secara langsung mereka anak yang hyperaktif berlari kesana kesini dengan ceria. Tetapi mereka kalau dipanggil kadang tidak didiraukan, seperti tidak mendengar padahal mereka mendengar dengan baik,” ujarnya.

Selain itu juga, kata Rifqi, bahwa anak autis juga banyak rasa penasarannya. Apa saja yang dilihat mereka, maka akan mereka tanyakan. Sehingga lanjut dia, dengan keingintahuan tersebut, anak autis dapat mengembangkan diri dengan baik, bisa mendapat banyak wawasan.

“Tinggal bagaimana cara orang tua mereka membimbing dengan baik. Dengan adanya peringatan hari autis ini, diharapkan agar masyarakat sadar untuk tidak menggunakan kata autis sebagai bahan olokan atau untuk mem-bully,” katanya. (hen)