Soal Denda Rp100 Ribu Layangan Maut, Humas PN: Kami Tidak Bisa Intervensi

Maryono

eQuator.co.id – Pontianak-RK.  Ombudsman Kalbar, dan juga masyarakat, tak bisa berharap banyak pada hakim di lembaga Pengadilan tentang perlunya efek jera pemain layangan maut yang banyak makan korban luka. Maupun nyawa.

“Terkait dengan putusan saya selaku Humas dan Hakim tidak mungkin mengomentari putusan hakim karena itu sifatnya independen,” kata Humas Pengadilan Negeri Pontianak Maryono SH. M. Hum kepada Rakyat Kalbar, Rabu (24/7) pagi.

Pernyataan itu menjawab kekecewaan Ketua Ombudsman Kalbar Agus Priyadi, yang disampaikannya kepada media, Selasa (23/7), perihal putusan hakim terhadap pemain layangan yang membahayakan jiwa warga. Agus menilai denda Rp100 ribu untuk korban luka parah dan bahkan nyawa, tak membuat efek jera pemain layangan maut.

Permainan layangan yang meskipun sudah membudaya, namun juga membuat sebagian masyarakat terutama para korban resah bahkan traumatis. Pasalnya, tali layangan yang seharusnya dari benang sudah dimodifikasi dengan kawat. Gelasan pun dapat membuat korban luka-luka, hingga merengang nyawa. Selain korban jiwa, kawat layangan yang kerap sangkut di jaringan instalasi PLN. Mengganggu dan merugikan kelistrikan serta masyarakat.

Namun, Maryono menyatakan putusan hakim  yang memberikan denda Rp100 ribu, dengan subsider barang kali tiga hari, empat hari, bahkan satu minggu, itu merupakan  kewenangan hakim yang memeriksa perkara. “Seperti kami tidak bisa intervensi, itu sifatnya independen,” tegasnya.

Ia mengungkapkan, dalam menangani suatu perkara, hakim jelas telah melakukan pertimbangan-pertimbangan yang matang, sebelum putusan dijatuhkan. “Yang jelas, sebelum memberikan putusan telah mempertimbangkan berbagai hal. Dimulai dari saksi yang menangkap, saksi yang melihat. Keterangan terdakwa sendiri, dia proaktif, tidak berbelit belit, mengakui dan sebagainya, itu saja pertimbangannya,” papar Maryono.

Humas dan Hakim PN Pontianak itu mengatakan, permainan layangan sejatinya telah diatur dalam peraturan daerah (Perda) No 1 tahun 2010 tentang ketertiban umum. “Dalam Perda sendiri mengatur di pada pasal 6 sampai 44 tentang pelanggaran tindak pidananya, atau ancaman kurungannya enam bulan, atau paling banyak Rp50 juta,” ujarnya tentang denda maksimal.

Kata Maryono lagi, hakim yang mengadili perkara layangan bukan tidak mungkin memberikan putusan di atas Rp100 ribu. “Sebab Perda mengatur itu. Dalam Perda denda maksimal itu kan Rp50 juta. Jadi tergantung pertimbangan hakim yang menangani perkara,” ucapnya.

Akan tetapi, saran atau kekecewaan masyarakat terkait denda Rp100 ribu kepada para pemain layangan maut yang tidak memberikan efek jera dan menjangkau masa depan, akan ia sampaikan kepada pimpinan. Dan kepada para hakim yang menangani perkara itu.

“Tetapi untuk putusannya seperti apa nanti kami tidak bisa intervensi,” tandas Maryono.

 

Laporan: Andi Ridwansyah

Editor: Mohamad iQbaL