Siswa Ditolak karena Difabel

Komite Disabilitas: Sekolah Harus Lakukan Assessment Siswa Berkebutuhan Khusus

ilustrasi : pixabay.com

eQuator.co.id – SLEMAN-RK.  Persoalan seputar penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2019 di Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ) belum berakhir. Setelah masalah zonasi, jalur siswa miskin, hingga sistem online, kini muncul persoalan lain. Yakni tentang hak siswa disabilitas.

Meski DIJ telah deklarasi sebagai daerah penyelenggara pendidikan inklusi sejak 2012, siswa difabel masih saja mengalami hambatan dalam PPDB. Bahkan ada siswa yang mengalami penolakan saat mendaftar di SMP negeri.

Seperti dialami Endang, warga Sleman. Dia mengaku, anaknya yang berkebutuhan khusus ditolak mendaftar di salah satu SMP negeri di Sleman. Dengan alasan sekolah tersebut belum mampu dan tidak siap menerima siswa dengan kebutuhan khusus. Meski kini anaknya telah diterima di SMP negeri di Bantul, Endang masih memendam kekecewaan itu. Alasan kekhawatiran sekolah bahwa anaknya bakal kesulitan mengikuti mata pelajaran dengan baik, menurutnya tidak masuk akal. Hanya karena kurangnya pengajar yang mumpuni dan fasilitas tak aksesibel bagi siswa disabilitas. “Kalau disuruh memilih, pasti orang tua ingin menyekolahkan anak yang dekat dengan rumah,” kata Endang, seperti dikutip Radar Jogja (Jawa Pos Group).

“Padahal disebutkan SMP negeri di Sleman sudah siap menerima anak berkebutuhan khusus. Tapi waktu kesana menyatakan belum siap,” tambahnya.

Saat ini Endang sudah cukup lega. Meski jarak rumah dan sekolah anaknya jauh. Yang penting anaknya mendapat jaminan pendidikan dan fasilitas yang memadai.

Dwi Handayani, 51, orang tua siswa berkebutuhan khusus lainnya, punya cerita lain. Warga Pandean, Condongcatur, Sleman itu mengungkapkan, nilai ujian nasional (unas) bahasa Indonesia anaknya yang tunarungu masih kosong atau nol. Itu yang menghambatnya saat mencarikan sekolah lanjutan tingkat SMP. Karena masalah itu Dwi lantas mengadukannya ke Komite Perlindungan dan Pemenuhan Hak-hak Penyandang Disabilitas DIJ, Selasa (2/7).

Dwi telah menanyakan masalah tersebut ke sekolah luar biasa (SLB) asal anaknya menimba ilmu sebelumnya. Di Kota Jogja. Namun pihak sekolah justru lempar handuk dan mengarahkan Dwi untuk bertanya ke dinas pendidikan setempat. Sampai saat ini Dwi belum mendapatkan jawaban.

Dwi telah mendaftarkan anaknya di SMPN 13 dan SMPN 16 Kota Jogja. Namun tak diterima karena dianggap terlambat. “Untuk mendaftar lewat zonasi mutu, sampai habis masa waktunya, nilai unas tetap belum keluar,” sesalnya.

Hal serupa dialami Rosma, 39. Dia akhirnya memutuskan menyekolahkan anaknya di SMP Muhammadiyah 2 Depok. Dia mengaku tidak mendapatkan informasi yang jelas dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIJ mengenai nilai unas anaknya yang juga belum keluar.

“Daftar ke (sekolah, Red) swasta yang tidak mempermasalahkan nilai. Tapi saya kan juga tetap butuh ijazah anak dari sekolah asal,” ungkapnya.

Komisioner Bidang Pemantauan dan Layanan Pengaduan, Komite Disabilitas DIJ  Winarta menyatakan, persoalan terkait siswa berkebutuhan khusus sepenuhnya menjadi tanggung jawab Disdikpora DIJ yang membawahi SLB.

“Aturannya jelas. Permendikbud No 51 Tahun 2018 tentang PPDB tidak mensyaratkan nilai bagi siswa penyandang disabilitas yang akan mendaftar SD atau SMP,” paparnya.

Menurut Winarta, tidak semestinya sekolah menolak siswa difabel. Sebaliknya, sekolah justru seharusnya melakukan assessment bagi siswa berkebutuhan khusus. Agar mendapatkan fasilitas yang sesuai dan layak selama mengikuti pembelajaran di sekolah yang bersangkutan. “Semua sekolah di DIJ tidak boleh menolak siswa disabilitas dengan alasan apa pun,” tegasnya.

Ketua Komite Disabilitas DIJ Setia Adi Purwanta menambahkan, dalam waktu dekat akan mengambil langkah penyelesaian. Terkait semua permasalahan yang dialami siswa disabilitas saat mengikuti PPDB. “Kami akan memediasi persoalan itu dengan dinas terkait, baik di kabupaten/kota maupun provinsi,” janjinya.

Adi minta kepastian kepada dinas terkait untuk menyesuaikan kebijakan bagi siswa lulusan SLB dengan waktu penyelenggaraan PPDB. “Masalah seperti ini harus segera didiskusikan untuk meminimalkan siswa yang ditolak secara halus oleh sekolah negeri yang dituju,” katanya. Adi juga akan menelisik, apakah kebijakan dinas pendidikan terhadap SLB terkait pengumuman dan nilai yang dikeluarkan memang terlambat atau memang sengaja diabaikan. (Jawa Pos/JPG)