Sistem Tak Bisa Diajak Negosiasi

e-Tilang Pangkas Polantas Nakal

PENILANGAN. Aksi Polantas Kalbar ketika merazia pengendara yang melanggar lalulintas di halaman Museum Kalbar, beberapa waktu lalu. Setelah diterapkan e-Tilang, maka mungkin spanduk Stop Pungli tersebut tak diperlukan lagi. OCSYA ADE CP

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Tilang elektronik (e-Tilang) diberlakukan di Kalimantan Barat pada April mendatang. Saat ini, Direktorat Lalulintas (Ditlantas) Polda setempat tengah menyiapkan tetek bengek penindakan hukum berbasis teknologi itu.

“Ketika Polantas (polisi lalulintas) atau petugas kita menilang, tidak lagi menunjukkan lembar merah. Tetapi menunjukkan lembar biru,” tutur Direktur Ditlantas Polda Kalbar, Kombes Pol Nanang Masbudi, kepada Rakyat Kalbar, di ruang kerjanya, Rabu (8/2).

e-Tilang ini juga diyakini bisa memangkas petugas yang coba nakal-nakal. Karena sistem memang tak bisa diajak negosiasi, semuanya berbasis online melalui smartphone polisi Lantas (Polantas). Yang melanggar aturan cukup membayar denda tilang kepada kasir bank maupun melalui anjungan tunai mandiri (ATM).

“Penilangan dilakukan dengan android, identitas si pelanggar akan tercatat. Begitu juga petugas yang melakukan penilangan, mulai dari nama, pangkat, dan NRP,” terangnya.

Menurut dia, sebelum efektif diberlakukan pada April, Maret nanti pihaknya menggelar workshop terlebih dahulu. Tentu, bersama-sama instansi terkait, kejaksaan dan pengadilan.

Nantinya, Nanang memaparkan, secara otomatis laporan tilang akan masuk ke sistem dari android Polantas. Begitupula jika pelanggar sudah melakukan pembayaran denda ke bank.

“Akan ada pemberitahuan jika sudah bayar denda. Kewajiban bagi petugas itu mengembalikan barang bukti yang disita, apakah itu kendaraannya, SIM, maupun STNK si pelanggar,” jelasnya.

Imbuh dia, “Jika tidak bayar, selama itu juga barang bukti akan kita tahan”.

Nanang menerangkan, untuk denda tilang yang harus dibayarkan ada ketentuannya dari pengadilan. Sudah ada nota kesepahaman antara kejaksaan dan pengadilan berkaitan tarif denda yang disesuaikan dengan tingkat perekonomian daerah.

“Misalkan di Pontianak sesuai dengan tingkat perekonomian di Kota Pontianak. Dan ini sudah ada MoU nya, jadi tinggal bayar saja ke Bank,” terangnya.

Ia menambahkan, jika dalam UU Lantas pelanggaran berkendara tidak mengenakan helm didenda maksimal Rp250 ribu, e-Tilang tidak segitu dendanya. Lebih rendah.

“Tapi, kalau di Kawasan Tertib Lalu Lintas, seperti di Jalan A. Yani, ada yang melanggar, maka denda tilangnya tetap maksimal. Berbeda jika di kawasan lalu lintas biasa, itu tetap mengacu pada tabel MoU daftar denda,” beber Nanang mengacu pada Undang-Undang Lalu Lintas nomor 22 tahun 2009.

Walaupun belum terlihat bentuknya, sosialisasi terkait hal ini diklaim Nanang telah dilakukan pihaknya sejak Januari. “Nanti saat workshop bulan maret, kita akan mengundang tokoh-tokoh masyarakat di Kalbar,” urainya.

Nanang menolak jika terobosan baru kepolisian dalam melakukan penindakan pelanggaran Lantas ini disebut memangkas kinerja hakim dalam memberikan vonis. Justru, kata dia, hal ini merupakan upaya semua penegak hukum dari kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, mempermudah proses tilang untuk masyarakat.

“Jadi e-Tilang ini bentuk transparansi penegak hukum dalam melakukan penindakan,” tegasnya.

Setakat ini, ia mengungkap sebelum berlaku pada bulan April, pihaknya sudah memberlakukan tilang lembar biru kepada masyarakat. “Sehingga kedepan tidak canggung lagi,” tutup Nanang.

HARUSNYA TAK PERLU

PAKAI LEMBAR BIRU

Meski punya kelebihan, setiap kebijakan baru pasti punya kekurangan. Seperti dipaparkan Ahli Teknologi Informasi (TI)/Information Technology (IT) Pontianak, Hajon Mahdi Mahmudin, yang merupakan spesialis System Analyst dan Digital Strategist.

“Pada dasarnya saya setuju dengan e-Tilang karena dapat memperpendek rentang birokrasi proses tilang. Dan dapat merekam dengan tepat siapa dan apa yang menyebabkan pengendara kena tilang melalui aplikasi,” tuturnya.

CEO perusahaan konsultan 8bit ini menilai sisi paling positif dari e-Tilang adalah dapat meminimalisir oknum petugas yang nakal. Negatifnya, apakah sistem sudah siap?

“Apakah semua user yang kena tilang mau download aplikasi tersebut? Dan juga proses sosialisasinya, kita belum tau seperti apa mekanisme dan prosesnya,” terang Hajon.

Imbuh dia, “Dari android misalnya, cara tracking user yang kena tilang. Bisa aja pas polisi nanya, si tersangka memberikan data user palsu. Yang kedua, mekanisme notifikasi kepada user yang kena tilang belum jelas seperti apa”.

Mekanisme penilangan pun dinilainya masih rumit. Kenapa begitu?

Hajon memaparkan, tilang dilakukan menggunakan android dengan cara memasukkan data pelanggar begitu juga data petugas yang menilang. Tapi, Pembayaran tetap dilakukan di bank dengan menyerahkan lembar biru yang diberikan kepolisian.

“Itu bukan mengurangi (rentang birokrasi tilang,red) berarti. Tapi menambah mekanismenya. Konsep penggunaan digital seharusnya memudahkan bukan malah menambah satu alur,” ucapnya.

Ia menambahkan, “Gak efektif, menambah pekerjaan. Selain menulis surat tilang, polisi harus menambahkan tilang pada aplikasi android polisi tersebut”.

Masih berlakunya lembar biru tilang pun dipertanyakannya. “Mekanisme tilang biru kan memang tanpa sidang, kecuali tilang merah,” tukasnya.

Lantas bagaimana seharusnya proses e-Tilang yang mempermudah publik? Nah, ia menjawab, seharusnya si pelanggar juga disosialisasikan untuk punya aplikasi e-Tilang.

“Polisi cukup update tilang di apps (aplikasi android/iPhone), si pelanggar dapat notifikasi di smartphone dia. Dan mekanismenya bisa dengan cara scan barcode. Jadi sangat cepat, gak perlu tulis menulis di kertas,” papar Hajon.

SOSIALISASI KURANG

Sosialisasi sistem e-Tilang dirasakan super minim. Masyarakat Pontianak banyak yang belum mengetahui apa itu e-Tilang.

Misalkan saja Andry, warga Jalan Tanjung Raya II, Kecamatan Pontianak Timur. “Tidak tahu, tapi kalau tujuannya mempercepat, kita setuju. Karena biasa kita terbentur dengan waktu yang sibuk sehingga tak dapat mengikuti persidangan,” terangnya.

Ia sepakat jika membayar denda langsung ke bank. “Ya silakan saja, sepanjang itu untuk mempercepat pelayanan hukum kepada masyarakat, saya rasa tidak masalah,” ujar Andry.

Meski begitu, ia masih meraba-raba kejelasan sistem e-Tilang ini. “Kita hanya ketemu polisi yang menilang saja, kemudian bayar denda di bank. Dan beres, gitu kan?” ucapnya.

Senada Zulkarnaen, warga Jalan Tebu, Kecamatan Pontianak Barat. “Belum pernah dengar, kapan tu (diberlakukan,red)?” tanya dia.

Imbuh Zulkarnaen, “Pernah saya ditilang dan ikut sidang, kalau e-Tilang tidak tahu”.

Jika e-Tilang untuk mempercepat proses hukum bagi si pelanggar, dia sangat setuju. “Tapi nilai dendanya gimana? Jangan mahal-mahal. Hehehe,” selorohnya. Zulkarnaen setuju kalau nominal denda diberlakukan dengan melihat tingkat perekonomian.

Satu permintaannya kepada kepolisian untuk menggencarkan sosialisasi e-Tilang, “Seperti saya ini kan tidak tahu, nanti bisa bingung,” tutupnya.

Jangankan publik, pejabat negara pun meminta kepolisian menggencarkan sosialisasi e-Tilang. “Namun, jangan sampai masyarakat bingung dan canggung dengan penerapannya,” ujar Ketua DPRD Kota Pontianak, Satarudin.

Dengan e-Tilang, ia menambahkan, menguatkan posisi Kota Pontianak yang kini pelayanannya telah berbasis teknologi. “Sebagai bagian dari smart city Pontianak, kita mendukung penerapan e-Tilang ini secepatnya. Ini terobosan yang baik dari penegak hukum, khususnya kepolisian lalu lintas,” tuturnya.

 

Laporan: Achmad Mundzirin, Gusnadi, IGK Yudha Dharma

Editor: Mohamad iQbaL