eQuator.co.id – Belasan tahun berlalu, infrastruktur jalan Kabupaten Sintang masih saja terpuruk lantaran pemimpinnya lebih banyak slogan dan teori. Yang ada, 70 persen jalan tanah, sialnya lebih 60 persen rusak parah. Bagaimana mau pelopori Kapuas Raya?
Achmad Munandar, Sintang
Cuaca pagi lumayan dingin, namun pukul 07.00 sejumlah mobil sudah siap di Pendopo Bupati Sintang, dr. Jarot Winarno, Minggu (6/11). Itulah mobil rombongan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), yang akan meluncur menuju Kecamatan Ambalau. Bukan buat piknik tapi mau kunjungan kerja. Ini janji untuk mendengarkan persoalan masyarakat dan langkah apa yang akan dibuat.
Ada 25 mobil dinas Pemkab Sintang untuk menempuh perjalanan yang diperhitungkan makan waktu tak kurang dari 12 jam. Dari pendopo hingga Nanga Mau, Kecamatan Kayan Hilir, tak ada tantangan dan rintangan berarti walaupun kondisi infrastruktur jalan yang tak menyenangkan.
Nah, sekitar pukul 09.40, rombongan terpaksa menghentikan kendaraanya. Jalan tanah antara Nanga Mau sampai Tebidah dan Simpang Menukung-Ambalau, memang tak mau peduli apakah yang lewat itu rakyat atau pejabat. Tak heran kalau Jarot Winarno dan pejabat lainnya termangu lihat kondisi jalan di hadapan mereka. Boleh dibilang, mereka kebingungan pilih jalan untuk melintasi jalan yang hancur seperti bubur.
Tentu malu untuk meyerah. Tancap dengan waspada, supir lumayan sigap memilih jalan untuk dilewati. Hancurnya badan jalan dari tanah itu bukan sekadar becek. Ada lubang yang dalamnya sampai satu setngah meter lebih. Maka, mobil pun seperti berjalan dalam selokan dan hanya tampak jendela dan atapnya saja. Begitu parah dan menyedihkannya jalan milik Provinsi Kalbar itu.
Kalau kondisi kendaraan setengah-setengah, betapa sengsaranya perjalanan ini. Seperti mobil yang ditumpangi Kapolres Sintang saat menuju Desa Tebidah, terpaksa terhenyak karena kendala mesin. Jelas akibat kondisi medan jalan yang sebenarnya tidak memungkinkan untuk dilintasi, tetapi terpaksa harus dilewati. Alhasil, setelah pukul 14.00 rombongan tiba di Kecamatan Serawai yang biasanya ditempuh 3-4 jam.
Rehat sejenak di Serawai, Jarot dan pejabat lainnya membujurkan kedua kaki dan meluruskan pinggang. Satu jam mencari nafas, Jarot memompa semangat: Dua menit lagi? Artinya, rombongan harus bersiap-siap bertolak ke Kecamatan Ambalau. Dari pukul 15.15, rombongan baru bisa tiba di Kecamatan Ambalau sekitar pukul 18.30. Ternyata di Ambalau Jarot langsung bertemu masyarakat karena memang sudah ditunggu.
Keluhan pertama yang mencuat tak lain persoalan infrastruktur jalan dan jembatan. Selebihnya, semua masalah pertanian dan sosial ekonomi, susahnya kehidupan hingga kebakaran hutan dan lahan, dibahas bersama.
Jarot yang sebenarnya memahami problema Sintang lantaran sempat jadi Wakil Bupati, kini lebih leluasa berdialog dan menyampaikan programnya kepada seluruh tokoh masyarakat Ambalau. Kecamatan ini merupakan kecamatan terbesar dari 14 Kecamatan se Kabupaten Sintang. Dengan luas 6.000 km persegi, atau 10 kali lebih luas dari Singapura atau setara dengan Provinsi Bali, wilayah ini cukup potensial. Jarot memutuskan untuk menginap di Kecamatan Ambalau guna menyerap banyak aspirasi.
Di Kecamatan Serawai, sekitar pukul 14. 00, seorang warga bertanya. “Bagaimana perasaannya Bang ketika sampai di Serawai tempat kelahiran kami ini,” tanya Dedi, kepada Rakyat Kalbar.
Dedi menuturkan, infrastruktur jalan maupun jembatan di Kecamatan Serawai hanya ada dua pilihan. Musim kemarau berdebu, kalau musim hujan seperti saat ini berlumpur dan berlubang di mana-mana. “Makanya tadi saya tanya bagaimana perasaannya setelah sampai Serawai,” kata Dedi sembari tertawa kecil.
Namun, sebagai penduduk Kecamatan Serawai, Dedi tetap menyimpan harapan besar kepada Pemkab Sintang untuk peka terhadap persoalan yang tengah dihadapi terutama infrastruktur jalan dan jembatan.
“Tentu kita memiliki harapan yang begitu jauh. Tetapi untuk mencapai harapan itu, kadang memerlukan proses yang cukup lama. Artinya, kita tetap berharap di era kepemimpinan Jarot-Askiman mampu membawa perubahan jauh lebih baik. Harapan akan perubahan yang nyata, bukan janji belaka,” ujar Dedi.
Jarot Winarno saat beristirahat di Simpang Medang-Ambalau punya tekat akan memperjuangkan peningkatan jalan Simpang Medang sampai Ambalau, yang lumayan menyedihkan. Terutama di musim hujan saat ini.
“Saya akan memperjuangkan jalan Simpang Menukung menuju Ambalau sesuai kewenangan yang ada, seperti fungsi koordinasi,” kata Jarot.
Jalan Simpang Medang ke Ambalau berstatus jalan Provinsi. Itu bermakna bahwa pemeliharaan, peningkatan jalan dan jembatan menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi Kalbar cq Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kalbar.
Jarot pun lebih komitmen untuk membangun infrastruktur, terutama jalan-jalan Kabupaten Sintang, dari pinggiran. “Jalan sepanjang 1.700 Km kondisinya 60 persen dalam kategori rusak. Dan, 74 persen permukaan jalan masih permukaan tanah. Termasuk kondisi jembatan, dimana 40 persen dalam kondisi rusak,” ungkap Jarot.
Ruas jalan dari Kota Sintang hingga ke Kecamatan Ambalau berkisar 210 Km. Namun diukur dari Simpang Medang ke Ambalau panjangnya 180 KM. Dan status jalan Provinsi antara Simpang Medang hingga Kecamatan Serawai. Sementara, ruas jalan yang menjadi kewenangan Kabupaten Sintang dari Serawai hingga Ambalau.
Dalam hal ini pemeliharaan jalan UPTJJ harus terdepan. Penanganan titik-titik kritis diprioritaskan agar saat hujan atau panas masyarakat tetap bisa melewati akses jalan tersebut. “Satu misi penting, kami ingin optimalkan penyediaan infrastruktur dasar guna pengembangan potensi ekonomi dan sumber daya daerah,” kata dia.
Kata Jarot, Pemerintah Kabupaten Sintang saat ini fokus pada enam prime mover yakni, membangun Sintang dari pinggiran, penataan dan pemekaran wilayah, hilirisasi produk, aksesibilitas terhadap sumber daya listrik, kegawatdaruratan infrastruktur dan tata kelola pemerintah yang baik dan bersih. (*)