Siap-siap Menyambut Supermoon dan Hujan Meteor Leonids

Ilustrasi : Internet

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Bulan ini bakal ada sebuah fenomena angkasa yang tidak boleh dilewatkan. Dilansir dari NASA, bulan purnama yang terjadi pada tanggal 14 november ini akan menjadi bulan purnama terdekat dengan bumi sejak 1948. Fenomena ini tidak akan terjadi lagi sampai 25 november 2034.

Karena fenomena inilah, pada pertengahan bulan ini kita akan mendapati salah satu bulan purnama yang paling benderang atau dalam istilah umumnya disebut Supermoon. Menurut Ir. Muzirwan, kepala lembaga pengamatan antariksa nasional (LAPAN) Pontianak, istilah Supermoon digunakan untuk menunjukkan fenomena dimana kondisi bulan saat fase purnama lebih dekat ketimbang posisi bulan pada umumnya. “Jadi saat itu bulan itu kelihatan lebih besar dan terang dari biasanya,” jelas Muzirwan.

Menurut Muzirwan, untuk supermoon kali ini akan menjadi punrama yang terbesar dengan diameter sudut mencapai 33,5 menit busur. Untuk Indonesia tahun ini, puncak supermoon akan terjadi pada malam hari pukul 20.52 sehingga menurut Muzirwan, Indonesia merupakan lokasi yang ideal untuk mengamati fenomenena ini, “jadi waktunya kali ini memang pas,” jelasnya.

Selain fenomena Supermoon, dibulan november ini juga akan jadi puncak hujan meteor Leonids. Pristiwa ini akan terjadi pada tanggal 10-23 november 2016. Pada hari kamis (10/11) dini hari tersebut, diperkirakan akan terlihat hingga 20 meteor tiap jam. Meteor-meteor Leonids akan terlihat melesat dari rasi Leo di langit timur selepas tengah malam.

Sayangnya, momen hujan meteor ini berdekatan dengan purnama supermoon. Akibatnya langit akan menjadi cukup terang dan akan sedikit mengganggu pengamatan. Namun bagi mereka yang menikmati astronomi, rasanya momen seperti ini tidak pantas dilewatkan.

Menurut Muzirwan, pengamatan angkasa merupakan sesuatu hal yang sangat menarik dan bisa menjadi hobby, “diluar negeri sana, mereka dari sekolah dasar sudah diajarkan soal astronomi,” ujarnya. Menurutnya, pembelajaran Astronomi harus diajarkan dengan menyenangkan, “Jangan sampai anak-anak takut buat belajar astronomi,” ujarnya.

Muzirwan mengaku, di Indonesia pengamatan astronomi belum menjadi sesuatu yang membudaya. Selain itu ia menilai kurikulum mengenai astronomi hanya sebatas teori sehingga membuat siswa enggan untuk mempelajari astronomi lebih jauh. Padahal menurutnya dengan mempelajari astronomi akan banyak manfaatnya, “Ilmu astronomi itu adalah salah satu ilmu paling tua, bahkan peradaban-peradaban tua mempelajarinya,” ungkap Muzirwan.

Ia berharap kedepannya akan lebih banyak lagi orang yang tertarik dalam dunia pengamatan angkasa, “Karenanya kita terbuka, biasa juga anak-anak sekolah datang kemari,” jelasnya. Menurutnya peneliti astronomi asal Indonesia masih terbatas, “biasa yang datang meneliti itu dari luar seperti Jepang,” tambahnya. Sudah siap untuk mengamati angkasa?

 

Reporter: Iman Santosa

Editor: Kiram Akbar