Kubu Raya-RK. Fraksi Gerindra DPRD Kabupaten Kubu Raya berpendapat, sensus ekonomi yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) dinilai terkesan asal-asalan serta tidak berjalan sebagaimana mestinya.
“Kami melihat sensus ekonomi terkesan asal-asalan saja. Banyak laporan yang kami terima dari masyarakat bahwa sensus ekonomi tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan,” tegas Ketua Fraksi Gerindra DPRD Kabupaten Kubu Raya, Yuslanik, baru-baru ini.
Yuslanik melihat, petugas sensus ekonomi hanya menempelkan stiker di rumah warga, namun tidak melakukan pendataan. Menurutnya, pendataan seperti ini jelas menghasilkan data yang tidak valid serta tak akurat.
“Ini sangat berpengaruh terhadap data lainnya. Seperti contoh pembagian penerima bantuan iuran (PBI) yang tidak merata. Tidak bisa didistribusikan kepada masyarakat yang benar-benar berhak,” tegasnya.
Dia mengharapkan, instansi terkait di Kabupaten Kubu Raya untuk mengawal lembaga BPS dalam melaksanakan berbagai pendataan. Sebab, seringkali data BPS menimbulkan kontroversi yang berujung terjadi polemik serta gejolak sosial di masyarakat.
Yuslanik lantas membeberkan fakta tidak akuratnya BPS dalam melakukan sensus ekonomi yang terjadi di beberapa desa. Di antaranya, masih banyak usaha masyarakat yang tidak didata, petugas hanya menempelkan stiker tanpa interview masyarakat, antara data di atas kertas dan fisik di lapangan tidak cocok, petugas pendata hilang alias melarikan diri setelah honor dibayar serta kegiatan tersebut tanpa melibatkan para RT setempat serta lain sebagainya.
Menurutnya, kasus-kasus itu ditemukan di beberapa desa yang disampaikan oleh sejumlah warga. Seperti yang disebutkan Mahmudin, salah seorang warga Sungai Raya. Kata dia, dirinya tidak pernah didata oleh petugas sensus, namun tiba-tiba di rumahnya sudah tertempel stiker. “Saya tidak tahu kapan stiker ini dipasang. Saya pun juga tidak tahu ini stiker apa. Dan siapa yang menempel pun juga saya tidak tahu,” keluhnya.
Diakui Mahmudin, yang menggeluti usaha toko kelontongan, sensus ekonomi tersebut tanpa melalui sosialisasi sehingga banyak yang tidak tahu. “Tidak ada pemberitahuan RT maupun pihak desa atau BPS, tapi tiba-tiba stiker sudah tertempel di rumah. Saya saja tidak pernah didata oleh petugas,” bebernya.
Sementara itu kasus lain yang terungkap, sambung Yuslanik, yakni di kawasan Sungai Raya Dalam. Data petugas dan fisik di lapangan berbeda. Seperti yang dialami Rusdiani yang baru mengetahui hal itu pada saat petugas verifikasi melakukan pendataan ulang di rumahnya.
“Saya terkejut ketika ada dua orang petugas verifikasi datang untuk melakukan pendataan ulang. Nama saya tidak tercantum dalam data, tapi stiker sudah ada ditempel di depan rumah. Petugas itu tampak bingung, apalagi saya,” tutur Rusdiani.
Bahkan, Rusdiani menambahkan, petugas tersebut langsung menelpon koordinator petugas pendata seraya menanyakan ada sekitar sepuluh usaha yang tidak didata oleh petugas sebelumnya.
“Kenapa jadi kacau seperti ini. Saya menemukan ada sekitar sepuluh warga yang punya usaha tapi tidak masuk dalam data. Seperti penjahit, rumah kos, warung, jual beli motor dan rental. Ini saya sedang di rumah warga yang mengaku tidak didata. Kemana petugasnya,” tanya petugas itu. (sul)