eQuator.co.id – Muainah, 44, perempuan asal Pekalongan, sama sekali tidak menyangka, libur Lebaran bersama keluarga besarnya di kawasan kawah Sileri, pegunungan Dieng, pada Minggu (2/7) pukul 11.54, bakal menjadi petaka. Ketika tengah menikmati dinginnya udara kawasan Batur, pegunungan Dieng, Kabupaten Banjarnegara, semburan lahar dingin dari kawah Sileri membuyarkan keceriaannya.
“Allahu Akbar…!”
“Allahu Akbar…!”
Teriakan itu terdengar dari semua sisi. Ratusan pengunjung objek wisata kawah Sileri, di Desa Kepakisan, Kecamatan Batur, pun lari tunggang langgang. Mereka menyemburat. Menjauh dari semburan yang mencapai ketinggian 150 meter. Lari ke sana-kemari, menyelamatkan diri. Tangisan anak-anak, ibu-ibu pecah. Sebagian terjatuh saat lari dan mengalami sesak nafas.
Sebagian lainnya, terkena semburan lahar dingin, tapi tidak mengalami luka. Tak sedikit yang menangis kebingungan, mencari keluarganya yang tercerai berai. Asap putih dari kawah Sileri, yang membumbung tinggi, membuat ratusan orang semakin panik. Sebagian besar pengunjung pilih meninggalkan lokasi kejadian.
Semburan kawah Sileri menyebabkan sedikitnya 20 wisatawan terkena dampak semburan. Mereka berada di dekat lokasi letusan. Dua orang menderita luka sedang, 10 wisatawan lainnya luka ringan, dan 8 orang mengalami shock akibat ledakan.
Semua korban mendapatkan pertolongan pertama di Puskesmas Batur. Semua korban juga sudah diperbolehkan pulang pada pukul 14.20. Sedangkan dua korban dengan luka sedang, dirujuk ke RSUD Pekalongan untuk penanganan lebih lanjut.
Koordinator Lapangan Evakuasi Korban Letusan Kawah Siileri Basarnas Banjarnegara, Suripto mengungkap, wisatawan yang menjadi korban, bukan karena terkena semburan lumpur dingin. Menurut dia, korban mengalami luka karena panik saat melihat letusan, kemudian jatuh ketika berlari untuk menyelamatkan diri.
“Bukan material yang menyebabkan luka-luka. Itu karena takut lari, terus jatuh. Ada sih yang terkena lumpur, tapi bukan lumpur langsung. Artinya, sudah tidak terlalu panas,” katanya di sela pemantauan.
Akibat musibah ini, akses menuju lokasi —termasuk ke D’Qiano Water Park— terpaksa ditutup bagi wisatawan hingga batas waktu yang belum ditentukan. Adapun jarak antisipasi aman bagi warga desa yang terpaksa beraktivitas adalah 100 meter.
Kepala Pos Pengamatan Gunung Api Dieng, Surip, membeber, letusan kawah Sileri kali ini berkategori letusan freatik (semburan lumpur dan air). Ketinggian letusan kurang lebih 150 meter dengan sebaran 50 meter di bibir kawah ke arah utara dan selatan . Letusan kali ini tidak ditandai dengan kegempaan.
“Padahal, 2-3 jam sebelumnya sudah dicek. Suhunya masih stabil di angka tinggi,” jelasnya.
Ditanya mengenai potensi letusan susulan, Surip menjawab masih ada kemungkinan. Namun, mengenai kekhawatiran warga bahwa letusan tersebut akan memantik letusan kawah lain yang beracun seperti kawah Timbang, Sigluduk, dan Sinila, ia menyebut tidak ada korelasinya.
Selain di kawah Sileri, objek wisata yang berada dekat dengan kawah masih aman dikunjungi wisatawan. “Yang lain masih aman, tidak perlu khawatir. Memang untuk Sileri, wisatawan tidak diperkenankan masuk. Suhunya masih tinggi.”
Dijabarkan, kawah Sileri merupakan kawah yg masih aktif dan kawah tersebut pada bulan April dan Mei 2017 juga mengalami letusan freatik sekalan kecil. Adapun letusan kali ini terhitung letusan paling besar. Ditambah sedang padat-padatnya pengunjung wisata D’Qiano.
Seorang warga Kaliputih, Sumberejo, Walhudiono menyebut, sebelum kawah Sileri meletus, warga merasakan adanya gempa di sekitar wilayah Dieng. Tepatnya, pada Kamis malam (29/6), pukul 01.00. Juga dua hari sebelumnya. Hanya saja, gempa yang dirasakan tidak terlalu besar. Sehingga tidak mengundang kekhawatiran warga.
Mengenai letusan kawah Sileri, ia dan warga sekitar yang berdomisili hanya 3 km dari lokasi bencana menganggap lumrah. Karena bertepatan dengan hari libur dan banyak wisatawan, menjadikan letusan kali ini terkesan menakutkan. “Bagi kami yang tinggal di Dieng, biasa lihat seperti itu. Karena wisatawan kan pendatang, jadi ketakutan lihat ada semburan.”
Terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Jateng Kombes Djarod Padakova mengatakan, semburan kawah Sileri di Banjarnegara, adalah lumpur dingin yang tidak mengakibatkan luka bakar. “Lumpur yang dikeluarkan lumpur dingin dan tidak menimbulkan luka bakar,” kata Djarod, Minggu (2/7).
SUDAH SIAPKAN
HELIPED DI KALIANGET
Untuk helikopter Basarnas yang jatuh di Desa Canggal, Kecamatan Candiroto, Kabupaten Temanggung, sebenarnya sudah disiapkan helipad di lapangan Kalianget, Wonosobo. Namun, hingga pukul 15.00 pada Minggu (2/7), tak ada kontak lanjutan dari Basarnas. Hingga menjelang petang, tersiar kabar bahwa heli yang mengangkut 4 personel penyelamat dari unsur TNI dan 4 awak dari Tim Basarnas, hilang kontak dan jatuh di Candiroto, setelah menabrak gunung Butak, anak gunung Sindoro.
Komandan Kodim 0707/Wonosobo Letkol Czi Dwi Hariyono yang melakukan evakuasi langsung di lokasi kejadian tadi malam menuturkan, sekitar pukul 12.30, pihaknya mendapatkan informasi adanya ledakan di kawah Sileri, Desa Kepakisan Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Nah, ketika Dandim hendak menuju ke lokasi kawah Sileri, ada telepon dari pihak Basarnas yang hendak memantau lokasi kawah Sileri menggunakan helikopter.
“Karena cuaca Dieng berkabut, kami menyarankan agar helikopter tidak mendarat di Dieng,” kata Letkol Dwi kepada Jawa Pos Radar Kedu.
Setelah itu, kata Dwi, dari pihak Basarnas berniat tetap menggunakan helikopter. Oleh Dandim, disarankan mendarat di lapangan Kalianget, Wonosobo. Lokasi ini sering digunakan landing helikopter. Namun, hingga pukul 15.00, Dandim tidak mendapatkan informasi lagi tentang rencana Basarnas tersebut.
“Kami sudah menyiapakan helipad di lapangan Kalianget. Sudah kami kondisikan, namun tidak ada info. Kemudian, saya kemudian meluncur ke kawah Sileri,” katanya.
Di kawah Sileri, lanjut Letkol Dwi, ia melakukan pemantauan. Ketika itu, Dwi mengira Tim Basarnas langsung meluncur ke kawasan Dieng, setelah dirinya menyampaikan saran untuk mendarat di lapangan Kalienget. Ternyata, sekitar pukul 17.30, Dandim mendapatkan informasi bahwa helikopter Basarnas jatuh di Desa Canggal Bulu, Kecamatan Candiroto, Temanggung.
“Saat itulah, saya langsung ke lokasi kejadian,” katanya.
Dandim menjelaskan, lokasi jatuhnya helikopter cukup susah dijangkau. Berada di lembah tebing, di atas lahan pertanian warga. Lokasi jatuh dari permukiman warga, menelan perjalanan sekitar 7 kilometer. “Menurut info awal yang naik helikopter 8 penumpang.” Selain gelap, kata Letkol Dwi, proses evakuasi tidak mudah. Karena medan jatuhnya helikopter di lembah ladang dengan kontur tanah bertebing.
Desa Canggal salah satu dari 14 desa yang berada di Kecamatan Candiroto, Temanggung. Canggal merupakan desa tertinggi di antara desa lainnya, dengan total penduduk 1.668 jiwa. Berada di kaki gunung Sumbing, mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan pekebun. Curah hujan di desa ini lebih tinggi dengan paparan sinar matahari yang sedikit dibanding desa-desa lainnya. Sehingga menjadikan desa ini memiliki suhu terdingin. (Jawa Pos/JPG)