eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota efek sangat terasa. Di dalam PKPU itu juga mengatur tentang iklan di media massa.
Pakar Politik sekaligus Dosen Jurusan Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Tanjungpura (Untan) Jumadi mengatakan, aturan tentang iklan di media massa bermaksud untuk menekan Indeks Kerawanan Pilkada (IKP). Jika tidak berimbang dalam menerbitkan berita bisa dianggap ada aspek ketidakadilan. Dianggap ada keterberpihakan. “Dan Kalbar ini kan termasuk dalam stigma kerawanan Pilkada yang tinggi. Saya juga yakin di level Pimpred itu sangat berhati-hati,” ujarnya, Kamis (5/4).
Oleh karena itu, Jumadi tak menepis bahwa semarak pesta demokrasi 2018 serentak di seluruh Indonesia tidak begitu terasa.
“Kalau saya turun ke daerah kita suasana pesta demokrasi itu tidak begitu terasa,” ujarnya.
Memang kesan Pilkada itu baliho dimana-mana. Sekarang sudah ditentukan jumlah dan tempatnya. Jadi tidak bisa lagi semua Paslon mencetak alat peraga semaunya. “Sehingga, para Paslon terkesan menghindar dari media massa,” ucapnya.
Padahal kata dia, media massa boleh memberitakan dengan syarat harus menyediakan kolom berbicara untuk seluruh Paslon.
“Menurut saya kalau menghindari tidak betul juga. Tapi kecenderungan Paslon yang turun itu mereka punya tim Sosmed (sosial media) yang begitu banyak. Jadi mereka lebih mengandalkan Sosmed dan itu lebih laju dibandingkan dengan media mainstream,” terangnya.
Jumadi menilai, kondisi saat ini merupakan tantangan tersendiri untuk media mainstream. Bahkan ia juga mengaku saat ini lebih sering memantau isu-isu Pilkada melalui sosial media (Sosmed). “Saya yakin Posko media itu hampir tak berfungsi. Dulu kawan-kawan media pasti beraktivitas di sana. Sekarang Posko mereka bergerak seiring dan seirama dimana Paslon bergerak. Saya ketemu beberapa Paslon yang sedang jadwal kampanye, dan melihat ada beberapa orang yang bawa kamera. Rupanya itu tim Sosmed,” tuntas Jumadi.
Untuk mengawasi pergerakan Sosmed, Bawaslu Kalbar melalui program kerja (Pokja) media sosial telah berkoordinasi dengan Kemenkominfo RI dan Cyber Crime Polri. Tim itu mulai bekerja selama tiga bulan efektif masa kampanye. Saat ini masa efektif kampanye baru berjalan selama satu minggu. Sehingga, Bawaslu Kalbar baru melakukan evaluasi tahapan pertama, yaitu terlebih dahulu memantau akun resmi milik masing-masing Paslon.
“Yang pasangan nomor 3 dan pasangan nomor 2 ada dua akun resmi, sedangkan pasangan nomor 1 tidak ada. Setelah kita pantau selama satu minggu akun itu tidak ada melakukan pelanggaran,” tutur Anggota Bawaslu Kalbar, Faisal Riza, via selular kepada Rakyat Kalbar, Kamis (5/4).
Pada minggu kedua Faisal mengatakan, pihaknya akan meningkatkan pengawasan terhadap akun Sosmed non resmi yang aktif mempublikasikan setiap kegiatan Paslon. Akun non resmi itu adalah yang dibuat oleh para relawan. “Akun non resmi memang banyak, tapi yang kita awasi ini menurut kita yang aktif menyebarkan informasi soal Paslon,” terangnya.
Faisal menuturkan, ada dua akun non resmi untuk Paslon nomor urut 3. Kemudian ada tiga akun non resmi untuk Paslon nomor urut 2. Selanjutnya, ada tiga akun non resmi untuk Paslon nomor urut 1.
“Dari seluruh Sosmed yang paling banyak, akun Facebook lebih mendominasi. Kemudian ada juga yang membuat aplikasi seperti, ada juga yang melalui Twitter,” ungkapnya.
Secara kuantitatif, Bawaslu Kalbar belum menemukan akun yang mengarah kepada pelanggaran yang berbau SARA dan hoax. Yang ada hanya di kolom komentar orang-orang secara pribadi yang kurang enak mengarah kepada salah satu Paslon di Facebook. “Tapi akan diteliti dulu,” janjinya.
Faisal menegaskan, setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap perundang-undangan tentang Pilkada, dapat dijatuhi sanksi sesuai apa perbuatannya. Pelanggaran yang dilakukan dari kalangan masyarakat pun Bawaslu juga akan menindaklanjutinya sesuai dengan aturan berlaku. Bawaslu juga telah melaunching from aduan untuk Medsos terkait dengan hoax, SARA dan ujaran kebencian.
“Semua akan kita tindak tegas. Kalau masyarakat tergantung kesalahan yang diperbuat, kalau isinya ujaran kebencian akan diteruskan ke Polri karena melanggar UU ITE, tapi kalau misalnya berita hoax kita minta ke Kominfo,” demikian Faisal.
Laporan: Rizka Nanda
Editor: Arman Hairiadi