-ads-
Home Features Selamatkan Barang, Ibu Tak Sengaja Melempar Bayinya

Selamatkan Barang, Ibu Tak Sengaja Melempar Bayinya

Pengalaman Misi Kemanusiaan Relindo Kalbar di Lombok

BANTUAN. Relindo Kalbar menyerahkan bantuan kepada para korban gempa bumi di Lombok Utara, NTB, beberapa waktu lalu. Agus Harianto for RK
BANTUAN. Relindo Kalbar menyerahkan bantuan kepada para korban gempa bumi di Lombok Utara, NTB, beberapa waktu lalu. Agus Harianto for RK

Gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) menggugah naluri kemanusian banyak pihak, diantaranya Relawan Indonesia (Relindo) Kalbar. Berbagai pengalaman Relindo Kalbar selama di Lombok dikisahkan di sini.

Bangun Subekti, Pontianak

eQuator.co.id – Wajah Agus Harianto, anggota Relawan Indonesia (Relindo) Kalbar terlihat sumringah. Walau masih terlihat sedikit gurat lelah saat menerima kedatangan Rakyat Kalbar di markas Relindo Kalbar di Kafe Secangkir Cafein di Jalan Danau Sentarum, Senin (26/8). Setelah bicara basa-basi layaknya teman, pria yang bekerja sebagai fotografer ini pun membuka kisahnya selama membantu korban bencana gempa bumi di Lombok beberapa hari lalu.

-ads-

Awal mereka datang di Lombok saja sudah disambut dua kali gempa. Walau gempanya kecil. Mereka ditempatkan di Lombok Utara. “Hari itu juga kami membangun tenda,” kata Rian, sapaan akrab Agus Harianto.

Anggota Relindo Kalbar yang membawa misi kemanusian ke Lombok sebanyak lima orang. Mereka berangkat 14 Agustus. Kembali lagi di Kota Pontianak pada 23 Agustus kemarin.

Kegiatan Relindo selama sepuluh hari di Lombok berkisar pada membuat dapur umum. Mereka juga melakukan penyembuhan trauma korban bencana. “Terutama anak-anak,” jelasnya.

Keadaan di Lombok saat itu sangat miris. Untuk berbelanja saja harus ke Mataram. Di Lombok Utara sudah tidak ada yang bisa dibeli untuk dimakan. Bahkan tenda saja didapat dari bantuan relawan Kalimantan Tengah.

“Untuk penyembuhan trauma, kami mengajak anak-anak untuk bermain. Alhamdulillah mereka cukup senang,” jelas Rian.

Pengalaman menarik saat menuju Dusun Batu Jimbul Desa Teniga, Lombok Utara. Timnya harus melewati medan terjal. Mesti berjalan kaki setelah diantar menggunakan mobil.

 

Sepanjang perjalanan, warga memelas minta bantuan. Terutama air. Sayangnya bantuan yang ada tidak cukup untuk membantu mereka. “Sesampainya di Batu Jimbul, kami disambut Ketua Dusun dan mendirikan masjid darurat,” ujarnya.

Di Dusun itu Rian mengalami sebuah kejadian lucu. Bermula dari anggota Relindo yang kelelahan. Mereka minta izin kepada warga untuk memetik kelapa. Setelah diizinkan, mereka mulai mengkonsumsi kelapa yang telah dipetik.

Setelah itu, ada anggota relawan mengalami pusing. Sehingga terpaksa mengonsumsi obat Paramex.

“Teman kami dari Relindo Kalbar, Suhadi, pun mengalami hal serupa hingga akhirnya dia istirahat di dalam mobil,” kenangnya sambil tersenyum.

Walhasil, kejadian ini menyulut tawa anggota Relindo di base camp saat tim pulang kembali. Suhadi ternyata mabuk air kelapa. Bahan lelucon itu setidaknya bisa mengendurkan otot yang tegang setelah bertugas.

Namun, pengalaman Rian dan rekan-rekan paling membekas pada 19 Agustus. Sekitar pukul 11.00 waktu setempat terjadi gempa berkekuatan 5 skala richter (SR). Warga pun panik. Bahkan gempa itu mulai mendekati Gunung Rinjani.

Tak sampai di situ, sekitar pukul 19.00, gempa 7 SR mengguncang Lombok Timur. Getarannya sampai di Lombok Utara tempat mereka berada. Warga semakin panik. Ada anak yang lupa menyelamatkan kedua orangtuanya.

Sang anak tersebut memiliki dua orangtua yang telah uzur. Ayahnya lumpuh. Ibunya terkena stroke. Sehingga ikut lumpuh. Kala gempa itu terjadi, anaknya lari ketakutan.

“Setelah kami selamatkan, kami tanya mereka, waktu ditinggal lari anaknya, bapak dan ibu ini ngapain? Jawab si bapak, kami berpelukan. Udah pasrah”,” tutur Rian menirukan kata-kata si bapak.

Ada pula seorang ibu yang tak sengaja melempar bayinya ke luar rumah. Lantaran terlempar bersama barang yang hendak ia selamatkan. Awalnya sang ibu sedang menyusui bayinya. Saat gempa terjadi malam itu, sang ibu seakan melihat bayinya adalah kardus barang. “Setelah beberapa saat, si ibu baru sadar anak bayinya ia lempar. Sekarang anak itu dirawat karena cedera,” ceritanya.

Saat gempa belum lama terjadi, ternyata ada oknum warga yang memanfaatkan bencana tersebut untuk hal tidak baik. Dia  menjarah di toko dan rumah warga.

Oknum warga ini bilang akan ada tsunami. Warga pun panik dan bergegas mengungsi ke dataran tinggi. Saat itulah oknum-oknum ini memanfaatkan kesempatan untuk menjarah rumah dan toko yang ditinggal kosong. “Warga mengetahui hal ini saat mereka sudah kembali ke rumah masing-masing,” tukasnya.

Bagi Rian, pengalaman selama di Lombok takkan pernah hilang dari ingatannya. Bagaimana ia melihat petugas penyelamat mengevakuasi mayat. Rumah sakit dipenuhi jeritan warga yang cedera. Kesulitan memperoleh bahan makanan. Bahkan menurunnya kondisi para relawan. Semua akan terpatri di ingatan dan hatinya. (*)

 

Editor: Arman Hairiadi

 

Exit mobile version