eQuator.co.id – Pontianak-RK. Kota Pontianak dan Kalbar pada umumnya kehilangan tokoh pemimpin yang penyabar dan tidak pernah marah. Dialah dr. H. Buchary A. Rachman, SpKK, mantan Walikota Pontianak yang menjabat selama dua periode.
Rumah duka di Jalan Seram dipenuhi karangan bunga. Para pelayat berkerumunan di halaman rumah yang dipasangi tenda, Senin (26/12) pagi. Sebuah mobil ambulans milik Yayasan Mujahidin Pontianak menunggu di depan rumah. Pelayat tidak berhenti berdatangan menyampaikan belasungkawa sejak malam hari.
Pejabat yang lebih dikenal dengan sapaan Bang Bong ini menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, Minggu (25/12) sekitar pukul 21.40. Walikota Pontianak periode 1999-2004 dan 2004-2009 itu tutup usia dalam usia 72 tahun dan meninggalkan tiga orang anak.
Warga Kota Pontianak merasa kehilangan. Termasuk Walikota H. Sutarmidji, SH, M.Hum yang pernah mendampingi sebagai wakil Buchary ketika memimpin Kota Pontianak periode 2004-2009 lalu. Setelah disemayamkan di rumah duka, sekitar pukul 10.00, jenazah ayahanda Purnavedi Wardhana, Diah Fitri Palupi, SE dan Saskia Ayu Hapsari itu dibawa ke Kantor Walikota Pontianak untuk disemayamkan. Jenazah disambut Walikota H. Sutarmidji, SH, M.Hum didampingi Wakil Walikota Ir. H. Edi Rusdi Kamtono, MT dan Ketua DPRD Kota Pontianak Satarudin, SH.
“Susah mencari sosok yang sesabar beliau. Saya tahu persis beliau ini hampir tidak pernah marah. Coba tanya siapa yang pernah lihat Pak Buchary marah?” ujar Walikota Sutarmidji ditemui ketika melepas jenazah Buchary di kantor Walikota Pontianak, Senin (26/12).
Suasana haru memenuhi ruangan depan kantor Walikota Pontianak. Masyarakat, termasuk para pegawai Pemkot tak hentinya berdatangan.
Menurut Sutarmidji, karakter yang tenang dan sabar lahir dari latarbelakang Buchary seorang dokter. Karakter tersebut kemudian dia bawa saat memimpin birokrasi pemerintahan. Menjadikannya sebagai pemimpin yang sanggup mengayomi para bawahannya.
Bahkan Sutarmidji menyebut suami Dra. Hj. Sri Astuti Buchary itu kelewat sabar. Dalam kondisi sesulit apa pun, Buchary tetap memperlihatkan kesabarannya dan masih bisa tersenyum. “Kalau saya di posisi seperti beliau, mungkin saya sudah marah,” tutur Sutarmidji.
Sutarmidji yang menggantikan posisi Buchary sebagai Walikota Pontianak meyakini, pendahulunya itu adalah sosok yang jujur. “Hanya saja beliau itu, sekali dia percaya pada staf, dia percaya penuh,” ujarnya. Kepercayaan tersebutlah yang kadang sering salah ditafsirkan oleh orang lain.
Sutarmidji mengingat banyak kenangan dengan Buchary. Baik sebagai rekan kerja maupun pribadi. Diantaranya, saat bahu-membahu berkerja keras dalam proses menjadikan Buchary sebagai walikota periode pertama pada tahun 1998. Begitu pula bahu-membahu berkerja mendampingi Buchary menjadi pemimpin Kota Pontianak pada 2004-2009.
Ia mengaku begitu banyak kenangan selama bertahun-tahun berkerja bersama Buchary. Khususnya saat ia dan Buchary berduet sebagai Walikota dan Wakil Walikota Pontianak pada periode 2004-2009.
“Waktu itu, minimal saya ketemu beliau itu dua kali dalam sepekan. Pemikiran dan jasa beliau untuk Kota Pontianak sangat besar,” ujar Sutarmidji.
Sutarmidji mengaku hingga sekarang masih berhubungan baik dengan Buchary. “Saya terakhir ketemu beliau dua minggu lalu, memeriksa penyakit saya,” ujar Sutarmidji.
Dia mengaku menderita vitiligo di tangannya. Sempat tiga kali berobat kepada dokter spesialis kulit tersebut. Sutarmidji mengaku terkejut saat mendapat kabar meninggalnya Buchary. “Secara kasat mata, beliau kelihatan sehat. Katanya kemarin masih sempat berjamaah di masjid,” ungkap Sutarmidji.
Kepergian Buchary merupakan kehilangan besar bagi warga Kota Pontianak dan Kalbar. Sutarmidji mengusap air matanya dengan sapu tangan usai menutup sambutannya di Kantor Walikota Pontianak. Saat pembacaan doa, para pelayat dan jajaran Pemkot Pontianak juga terisak tangis.
Jenazah Buchary kemudian dibawa ke Masjid Raya Mujahidin Pontianak untuk disholatkan. Sutarmidji dan Edi Rusdi Kamtono ikut mengangkat peti jenazah dari ruang depan kantor Walikota Pontianak ke mobil ambulans yang terparkir di halaman kantor walikota.
Di Masjid Raya Mujahidin Pontianak, jenazah disambut ribuan pelayat. Mereka ikut menshalatkan jenazah Buchary. Tampak beberapa tokoh Kota Pontianak dan Kalbar ikut shalat jenazah.
Usai shalat jenazah, Drs. H. Syakirman, mewakili Yayasan Masjid Raya Mujahidin Pontianak dan Yayasan Rumah Sakit Islam (YARSI) Pontianak mengucapkan terima kasih kepada dr. H. Buchary A. Rahman.
“Beliau banyak jasanya untuk dua yayasan tersebut. Beliau tokoh masyarakat yang luar biasa,” ujar mantan Sekda Kalbar itu.
Syakirman mengatakan, sumbangan materi, waktu dan pikiran Buchary untuk umat Islam Pontianak akan menjadi amal sholeh beliau kelak.
Jenazah kemudian dimakamkan di taman pemakaman muslim, Jalan Sepakat 1, Achmad Yani Pontianak. Banyak tokoh masyarakat turut menyertai hingga akhir prosesi pemakaman. Bahkan Wakil Walikota Pontianak ikut mengangkat keranda Buchary. Masyarakat juga berbondong-bondong menyampaikan salam perpisahan kepada Buchary.
Diantaranya Abu Samah, ajudan Buchary saat menjabat sebagai Walikota Pontianak. Abu Samah yang kini menjadi pejabat di Satpol PP Pemkot Pontianak itu menyampaikan penghormatan terakhir kepada atasannya tersebut, sebelum jenazah Buchary dimasukkan ke liang lahat. Ia mengaku banyak kenangan yang tidak bisa dilupakan semasa bersama Buchary.
“Yang paling saya ingat itu, beliau sosok yang sangat sabar, tidak pernah marah,” ujar Abu Samah.
Hadir saat pemakaman, drg. Oscar Primadi, MPH. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) itu dahulunya mantan Kepala Dinas Kesehatan Kota Pontianak ketika Buchary menjabat walikota.
“Kebetulan tiga hari ini datang ke Pontianak karena ada acara kerjasama Kemenkes dan Walikota Pontianak,” ujarnya. Oscar mendapat kabar meninggalnya Buchary pada Minggu malam. Dia mengaku kaget. Padahal rencananya akan kembali ke Jakarta pada Senin siang. Mantan Kepala Dinas Kesehatan Kalbar ini pun mengurungkan niatnya pulang ke Jakarta, menyempatkan diri menghadiri prosesi pemakaman.
“Beliau mengajarkan kesetiakawanan. Beliau mengajarkan bahwa setiap masalah selalu bisa diatasi,” ujar Oscar.
Gaya kepemimpinan Buchary, menurut Oscar, sangat khas. Ia menilai Buchary selalu mampu menghadapi masalah seberat apa pun dengan tenang dan tanpa merasa terbebani.
“Saya menganggap beliau sebagai guru, sekaligus atasan saya. Saya belajar banyak dari beliau saat dulu berkerja bersama-sama,” ujar Oscar.
Mantan Ketua DPRD Kota Pontianak, H. Ali Anafia, SH juga memiliki banyak kenangan saat berkerjasama dengan mendiang Walikota Pontianak tersebut. Sebagai pimpinan legislatif, Ali mengaku selalu diajak berdiskusi dan bermusyawarah oleh Buchary tentang pembangunan Kota Pontianak.
“Selama kepemimpinan beliau, saya dan beliau itu hampir tidak pernah ada kontra,” katanya.
Ali menilai Buchary merupakan sosok yang kebapakan. Buchary nyaris tidak pernah marah dan sangat sabar. Makanya Buchary selalu bisa diterima oleh semua kalangan. Ia meyakini banyak orang yang merasa kehilangan. “Meninggalnya dr. Buchary ini merupakan kehilangan yang besar bagi Kota Pontianak dan Kalimantan Barat. Saya berharap pemimpin Pontianak saat ini dan generasi selanjutnya nanti bisa senantiasa belajar dari beliau,” ungkap Ali.
Laporan: Iman Santosa
Editor: Hamka Saptono