eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Seyogianya sekolah tidak hanya menjadi wadah menuntut ilmu saja, melainkan dapat membentuk karakter anak sebagai penerus bangsa. Terlebih hampir setengah waktu anak dihabiskan di sekolah.
“Saya melihat sejauh ini peran sekolah hanya sebatas memberikan pelajaran sesuai kurikulum yang ada,” ungkap Zulkarnaen Siregar, Anggota DPRD Kalbar, Senin (13/5).
Peran seorang guru menurut Zulkarnaen sangatlah luas. Di mana bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang di ada. Dijelaskan dia bahwa pola ini merupakan cara lama hingga semestinya dirubah dan disesuaikan dengan perkembangan zaman.
“Dengan zaman yang sudah berubah metode pembelajaran kepada anak juga harus diubah dan tidak hanya itu pola pendekakatan kepada anak juga harus berubah,” paparnya.
Lantaran masih menggunakan pola lama, dinilai wajar jika anak yang masih mengenyam pendidikan kurang memiliki karakter yang mengarah pada kebaikan.
“Faktanya hal itu tidak terjadi, bahkan polanya ya itu-itu saja. Akibatnya anak-anak pelajar kita belum mendapat pelajaran, terutama ahlak yang baik,” tukasnya.
Ia mencontohkan seperti persoalan yang beberapa pekan terakhir viral yakni kasus AU yang menyita perhatian banyak pihak. Hal tersebut menurutnya kurangnya pendidikan karakter hingga anak bisa berbuat lebih bahkan terlibat dengan hukum.
“Seperti kasus AU ini menjadi tamparan bagi pihak sekolah agar lebih baik dalam memberikan pembelajaran, bukan hanya sesuai protap yang ada tetapi lebih dari itu,” tegasnya.
Meskipun demikian, legislator Partai Golkar ini tidak bisa menyalahkan sepenuhnya pihak sekolah mengingat di sini juga ada peran orang tua yang juga andil dalam membentuk karakter anak.
“Orang tua juga ikut andil dalam mendidik karakter anak sejak dini, karena waktu sebagian besar anak ada pada penanganan orang tua. Sekolah berperan tapi peran besar pendidikan anak adalah bagaimana cara mendidik orang tua mereka di rumah.
Ia menjelaskan, peran orang tua turut tidak bisa lepas begitu saja sekalipun anaknya telah dipercayakan pada pihak sekolah.
“Rumah adalah madrasah pertama anak. Tentu sebagian besar karakter anak ada peran orang tua dalam membentuk kepribadian anak,” katanya.
Kasus AD mengajarkan kepada orang tua bagaimana jika penanganan di rumah salah atau orang tua cenderung kurang memperhatikan anak saat di rumah, maka kasus AD adalah bagian kecil dari persoalan karakter anak yang salah asuh sejak di rumah.
“Anak yang masih berusia di bawah 18 tahun itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab orang tua, apapun kelakuan anak tentu orang tua penyebabnya, meskipun ada faktor di luar rumah maupun lingkungan pergaulan anak itu sendiri. Sekolah dan orang tua harusnya banyak melakukan sharing untuk melihat perkembangan anak, baik di sekolah maupun rumah sehingga penanganan akan karakter anak bisa dilakukan,” tutupnya.
Reporter: Gusnadi
Redaktur: Andry Soe