eQuator.co.id – JAKARTA–RK. Pembengkakan konsumsi elpiji 3 kilogram bersubsidi selalu menjadi masalah setiap tahun. Untuk mengatasinya, pemerintah berusaha membatasi konsumsi tabung melon tersebut dengan melakukan uji coba distribusi tertutup. Rencananya, pembatasan itu dilakukan setelah pemilu presiden (Pilpres) April nanti.
Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM Muhammad Rizwi Jilanisaf Hisjam menyatakan, penyaluran elpiji 3 kg akan terintegrasi dengan bantuan pemerintah lainnya. ’’Terintegrasi dengan penerapan PKH (program keluarga harapan). Nanti ditambah wallet-nya, ada raskin, listrik, dan elpiji,’’ katanya, Rabu (6/3).
Skema itu juga membuat harga elpiji 3 kg yang dijual di pasar mengikuti harga keekonomian. Yakni, sekitar Rp 30 ribu per tabung di seluruh wilayah Indonesia. Pemilik kartu PKH bakal membayar seharga tersebut, tetapi mendapat subsidi. ’’Selisih harganya ditransfer melalui kartu bantuan yang terintegrasi dengan bantuan sosial lainnya untuk menjaga daya beli masyarakat,’’ jelasnya.
Nanti satu keluarga hanya memperoleh jatah 3 tabung per bulan. Pelaku UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) mendapat jatah 9 tabung dalam sebulan serta nelayan menerima 10 tabung dalam sebulan. Setelah masa uji coba selesai, skema itu mulai berlaku efektif pada 2020.
Data masyarakat penerima bantuan mengacu pada basis data terpadu untuk program perlindungan sosial yang dikelola Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Saat ini jumlah pemilik kartu PKH mencapai 10 juta keluarga di Indonesia. Data nelayan didapatkan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan serta UMKM dari Kemenkop UKM.
Pada 2018, total konsumsi elpiji 3 kg bersubsidi mencapai Rp 58,144 triliun. Angka tersebut melonjak 54,8 persen bila dibandingkan dengan pagu dalam APBN 2018 sejumlah Rp 37,559 triliun. Tahun lalu realisasi konsumsi elpiji bersubsidi mencapai 6,552 juta metrik ton. Angka itu melebihi kuota 1,6 persen dari yang ditetapkan dalam APBN 2018 sebanyak 6,45 juta metrik ton.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menuturkan, pihaknya telah melakukan sejumlah cara untuk mengendalikan peredaran elpiji 3 kg agar tepat sasaran. Misalnya, mempromosikan penggunaan nonsubsidi bagi masyarakat mampu. ’’Siapa yang berhak baru dapat. Harus benar-benar dipastikan yang memiliki PKH bisa beli,’’ tuturnya.
Meski begitu, pemerintah juga harus memastikan bahwa masyarakat yang tidak mengantongi kartu PKH memang memiliki daya beli terhadap elpiji 3 kg bersubsidi tersebut. Selain itu, sebaiknya aturan tersebut lebih dulu diterapkan secara bertahap di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan. ’’Agar masyarakat tidak kaget. Misalnya, dulu peralihan dari minyak tanah ke elpiji juga dilakukan secara bertahap,’’ terangnya.
Wakil Ketua Komisi VII Ridwan Hisjam mengakui, pihaknya memang menemukan banyak penyimpangan konsumsi elpiji di daerah sehingga terjadi kelangkaan. ’’Solusinya adalah menata kembali tata niaga elpiji gas yang disubsidi. Gas elpiji bersubsdi ini tidak boleh dijadikan komoditas bisnis untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya. Sebab, gas elpiji digunakan untuk memenuhi hajat hidup banyak orang,’’ tandasnya. (Jawapos/JPG)