eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Desa Suka Maju berada di kabupaten paling timur Kalbar, yakni Kapuas Hulu. Sesuai namanya ‘Suka Maju,’ Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di desa itu mengalami kemajuan pesat, mampu memproduksi tapioka 2 ton per bulan. Kini desa tersebut siap naik peringkat menjadi desa mandiri.
Kepala Desa (Kades) Suka Maju, Sabri menargetkan di tahun 2020 nanti, desanya sudah bisa berstatus sebagai desa mandiri. Target itu bukan sekadar motivasi tanpa dasar. Saat ini, BUMDes yang dimiliki sudah aktif beroperasi.
Bahkan sudah mampu mendulang income. Artinya, satu indikator desa mandiri sudah mampu direalisasikan oleh Desa Suka Maju.
Produk unggulan yang kini fokus dikelola BUMDes Suka Maju yakni, memproduksi tapioka, tepung hasil olahan dari ubi kayu. “Kita produksi tapioka lewat home industri atau pabrik mini. Dengan memberdayakan anggota masyarakat,” kata Sabri ditemui di Hotel Aston, Kota Pontianak, usai mengikuti kegiatan Silaturahmi Nasional dan Workshop Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia Bersama Pusat Kajian Tata Kelola Keuangan dan Pembangunan Pemerintahan Desa se Kalbar, Jumat (10/5).
Menurutnya, satu home industri mampu memproduksi tapioka per minggu sebanyak 500 kilogram. Saat ini, setidaknya sudah lima home industri tapioka milik masyarakat Desa Suka Maju yang aktif berproduksi. “Sehingga per bulan bisa memproduksi 2 ton tapioka. Tapioka yang diproduksi oleh masyarakat itu, kemudian kita kelola lewat BUMDes untuk dipasarkan,” ujarnya.
Bahan baku tapioka tidak perlu khawatir. Sebab, sudah ada sekitar 70 hektar lahan petani ubi kayu di Desa Suka Maju yang siap menyuplai. “Nanti kita akan perluas sekitar 200 hektar lagi, untuk kawasan petani ubi kayu,” ucapnya.
Sabri meyakini, produk unggulan tapioka di Desa Suka Maju mampu diproduksi secara berkesinambungan. Sehingga bisa menjadi produk andalan. Yang mampu memberi sumbangsih terhadap perbaikan ekonomi masyarakat desa.
Hanya saja, kata dia, pemasaran tapioka saat ini memang masih belum maksimal. Sebab, harga jualnya relatif murah, jika dibanding dengan tapioka yang dipasok dari luar Kalbar. “Kalau tapioka yang kita produksi ini perkilo kita jual Rp8 ribu. Kalau tapioka dari luar sekitar Rp9 ribu. Jadi kita masih dibawah. Itu saja kendalanya. Mungkin produk kita masih belum dikenal,” imbuhnya.
Soal tantangan membangun BUMDes, Sabirin mengaku, sangat terkendala dengan modal. Sehingga BUMDes Suka Maju baru bisa berjalan setelah tiga tahun dibentuk. “Yang jelas BUMDes itu tergantung modal. Kendala kita sama. Tahun pertama sampai ketiga (2015-2017, red) Dana Desa masih fokus kepada kebutuhan infrastruktur desa. Hanya sedikit yang dianggarkan untuk BUMDes,” ungkapnya. “Kedepan memang kita prioritaskan Dana Desa untuk pemberdayaan dan BUMDes,” pungkasnya.
Terpisah, Gubernur Kalbar, Sutarmidji berharap, Kementerian Desa , Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (KDPDTT) agar menambah Dana Desa bagi desa yang telah naik peringkat. Sehingga bisa menambah modal untuk program pemberdayaan dan pengembangan BUMDes. “Jadi KDPDTT itu harus lakukan suatu perubahan. Misalnya, desa sangat tertinggal. Lalu dia bisa mengubah menjadi desa berkembang. Lalu dana desanya jangan dikurangi. Naik peringkat kok dikurangi. Harusnya ditambah,” ucapnya.
Menurutnya, suport Dana Desa sangat penting untuk mendukung percepatan implementasi program desa mandiri. Bahkan, baginya desa yang sudah mandiri sekalipun, mestinya terus mendapat support tambahan Dana Desa. “Supaya kemandiriannya betul-betul paripurna. Ini kan yang terjadi sekarang, desa sangat tertinggal jadi desa berkembang, atau desa maju, dananye malah berkurang,” katanya.
Selain itu, mantan Wali Kota Pontianak dua periode itu meminta, pendamping desa benar-benar paham terhadap konsep membangun desa mandiri.
Setiap pendamping desa mestinya tahu, apa yang harus dikerjakan desa untuk mengisi indikator-ndikator syarat pembentukan desa mandiri. “Kabupaten yang kawasan perkotaan seperti Kubu Raya dan Mempawah, harusnya desanya sudah mandiri. Tapi karena pendamping desa tak tahu indikator untuk memenuhi desa mandiri, akbiatnya, nilainya tidak nyampai,” paparnya.
Sutarmidji meminta para kades se-Kalbar, agar meningkatkan status desa menjadi desa mandiri, karena saat ini di Provinsi Kalbar hanya ada satu desa mandiri, yakni di Kabupaten Kayong Utara. “Kami (Pemprov, red) targetkan dalam kurun waktu lima tahun kedepan, akan tercipta 10-20 persen desa mandiri di Kalbar,” pinta Sutarmidji.
Dikatakannya, dalam upaya mewujudkan desa mandiri, Pemprov Kalbar telah membangun sinergi dengan TNI-Polri dan Pemkab se-Kalbar untuk dapat mewujudkan desa mandiri.
Ada 52 indikator desa mandiri yang harus dipenuhi agar sebuah desa menjadi desa mandiri. Untuk mencapai 52 indikator dalam mewujudkan desa mandiri, Pemkab harus menggunakan Dana Desa untuk program prioritas di tingkat desa, guna mewujudkan desa mandiri. “Untuk mencapai target akan diperkuat dengan peraturan gubernur. Ke depan sinergi antara pemerintah provinsi, kabupaten dan desa akan diperkuat,” ujarnya.
Laporan: Abdul Halikurrahman, Rizka Nanda
Editor: Yuni Kurniyanto