Sanksi Ringan, Tak Timbulkan Efek Jera

Pemainan Layangan Masih Marak

PEMBICARA. Edi Rusdi Kamtono (kanan) menjadi salah satu pembicara FGD ‘Stop Bahaya Layangan’ di aula rumah jabatan Wakil Wali Kota Pontianak, Rabu (27/2). Maulidi Murni-RK

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Permainan layangan dengan tali kawat dan gelasan telah banyak memakan korban. Tak cuma mengakibatkan luka-luka, tapi juga meninggal dunia. Dampak lain layangan mengakibatkan jaringan listrik terganggu.

Pemerintah Kota Pontianak sudah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2004 tentang Ketertiban Umum. Pada  pasal 22 menyebutkan, bermain layangan di wilayah Kota Pontianak dilarang. Kecuali ada izin Pemkot Pontianak. Sanksi bagi pelanggar pidana tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp50 juta. Namun nyatanya, masih saja ada yang bermain layangan.
Menurut Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono, pemain layangan yang terjaring razia selama ini diserahkan ke pengadilan. Pelaku dijatuhi sanksi tindak pidana ringan (tipiring) dengan denda terbilang rendah. Berkisar Rp100 ribu.

Meskipun ada yang dikenakan denda Rp1 juta. Tetapi jumlah denda tersebut masih terbilang ringan. Sehingga belum memberikan efek jera. “Sangat kecil dendanya, padahal maksimum Rp50 juta. Kita harapkan ke depan denda yang dijatuhkan lebih besar lagi,” ujarnya usai membuka Focus Group Discussion (FGD) dengan tema ‘Stop Bahaya Layangan Sebagai Biang Kerusakan dan Ancaman Jiwa’ yang digelar Komunitas Peduli Listrik di aula rumah jabatan Wakil Wali Kota Pontianak, Rabu (27/2).

Dikatakan Edi, meskipun sanksi sudah diterapkan, semuanya tidak terlepas pengawasan dan peran masyarakat. Selain itu, efek jera harus berdampak kepada pelanggar aturan tersebut.
“Misalnya, kalau ada yang membuang sampah sembarangan didenda Rp1.000, itu tidak akan memberikan efek jera, karena sangat ringan. Tetapi apabila denda yang dikenakan senilai Rp5 juta misalnya, maka mereka akan jera,” terangnya.
Sepanjang tahun 2018, sudah ribuan layangan yang dimusnahkan Pemkot Pontianak. Untuk melakukan pengawasan terhadap maraknya permainan layangan, dibutuhkan inovasi bagaimana membuat masyarakat berperan aktif. Misalnya, bersama-sama PLN mencanangkan Kampung Bebas Layangan.

“Kemudian sosialisasi kepada masyarakat bagaimana secara sadar terutama para orangtua agar tidak membiarkan anak-anak mereka bermain layangan,” tuturnya.
Edi mengatakan, pihaknya wacanakan memberikan reward bagi warga yang melaporkan permainan layangan di wilayah Kota Pontianak. Sedangkan dari segi regulasi, pihaknya bersama legislative akan membahas untuk merevisi Perda yang ada supaya lebih luas dan tajam. “Sanksi tidak hanya yang bermain layangan, tetapi juga pembuat benang gelasan dan tali kawat,” pungkas Edi.
Sementara Wakil Ketua DPRD Pontianak Firdaus Zar’in yang turut hadir dalam FGD itu meminta keseriusan semua pihak untuk menyelesaikan masalah layangan di Bumi Khatulistiwa. Mengingat, regulasi sudah jelas mengatur tentang larangan permainan layangan.
“Ada Perda Pontianak Nomor Nomor 3 Tahun 2004 tentang Ketertiban Umum. Regulasi lainnya yakni UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Kelistrikan,” jelasnya.
Meski regulasi sudah ada, namun tidak membuat pemain layangan takut. Meskipun sanksi yang diberikan terbilang berat. Tidak hanya denda, tapi juga hukuman pidana. “Saya melihat ini kurang serius,” sebut Zar’in. Menurutnya, regulasi yang dibuat harus berdampak sinergis. Semua pihak harus ikut mendukung.
Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan turut menjadi pembicara dalam FGD tersebut. Dikatakan Muda, Pemkab Kubu Raya akan mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbub) terkait larangan bermain layangan. Lantaran permainan layangan berdampak besar. “Tidak hanya kerugian materil, tapi juga mengancam keselamatan jiwa,” pungkasnya.
Perbup dipersiapan lantaran butuh waktu untuk membuat Perda. Paling tidak regulasi ini nantinya sudah disusun dan disosialisasikan. Sebagai upaya mencegah permainan layangan di Kubu Raya. “Masyarakat diberikan pemahaman. Pihaknya juga akan mengajak RT dan RW untuk ikut mensosialisasikannya,” tutup Muda.
General Manager PLN UIW Kalbar, Agung Murdisi menyatakan, gangguan transmisi yang diakibatkan layangan hampir 94 persen. Permainan layangan mestinya menjadi perhatian dan prioritas pertama semua pihak. Ia pun mengapresiasi diselenggarakan FGD bahaya layangan tersebut. Ia pun berkeyakinan, FGD ini bisa menghasilkan komitmen bersama. “Diharapkan masyarakat bisa memahami bersama bahaya bermain layangan, apalagi sudah ada Perdanya di Kota Pontianak,” tuturnya.
Agung juga mengapresiasi Pemkot Pontianak yang ingin memperluas Perda tentang Layangan. Dimana awalnya sanksi hanya dijatuhkan kepada pemain layangan, tapi akan diperluas kepada pembuat dan penjual. Baik pembuat dan penjual layangan, gelasan maupun tali kawat.

 

Laporan: Maulidi Murni, Abdul Halikurrahman

Editor: Arman Hairiadi