eQuator – Pengetahuan terhadap nilai-nilai dan ekspresi kebudayaan tradisional sedikit demi sedikit mulai tergerus oleh kemajuan zaman. Salah satunya tradisi kebudayaan Manyombaang yang merupakan salah satu tradisi ritual adat sastra lisan suku Dayak Taman asal Kabupaten Kapuas Hulu.
Manyombaang diartikan sebagai doa yang disampaikan dalam bentuk lagu dengan menggunakan bahasa-bahasa tutur yang dalam dan halus. Tujuannya untuk meminta ijin, meminta keselamatan kepada para leluhur yang menguasai alam bawah (air), alam tengah (tanah), alam atas (bulan dan bintang) serta kepada Sang Pencipta. Tradisi ini turun temurun dan tidak banyak masyarakat atau generasi muda yang mempelajarinya.
“Kami menganggap generasi muda ini adalah ujung tombak pelestarian. Kepada merekalah kami titip kebudayaan-kebudayaan lokal. Secara umum budaya bangsa, itu target kami,” ujar Kepala Sub Direktorat Direktorat Kepercayaan dan Tradisi, Pengetahuan dan Ekspresi Budaya Tradisional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Dewi Indrawati, Kamis (3/12).
Hal itu disampaikannya di sela-sela seminar bertajuk revitalisasi pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional “Manyombaang” di Orchardz Hotel Pontianak. Kegiatan ini turut dihadiri oleh beberapa budayawan Kalbar serta dihadiri seratusan pelajar tingkat SMA yang ada di Kota Pontianak.
“Anak-anak perlu tahu tentang kebudayaan, mengetahui keragaman budaya di luar budayanya sendiri. Itu merupakan salah satu hal yang sangat efektif untuk mencegah konflik-konflik budaya yang dikarenakan dengan adanya perbedaan budaya itu sendiri,” paparnya.
Selain kegiatan untuk tingkat lokal, Kemendikbud juga memiliki kegiatan rutin serupa yang menyasar kepada generasi muda. Yakni Jejak Tradisi Nasional yang diikuti oleh 34 provinsi se-Indonesia. Tujuannya agar para generasi muda bisa berinteraksi secara bebas, mengenal budaya-budaya, individu dan keragaman tradisi yang ada di Indonesia.
“Dari interaksi itu tumbuh kebersamaan dari beragam latar belakang yang berbeda. Untuk terus menanamkan nilai-nilai kebudayaan ini, kami dibantu oleh pelaksana teknis yang di 11 kota besar se-Indonesia dan Balai Kajian Pelestarian Nilai Budaya di seluruh Indonesia,” ulasnya.
Dalam konteks kekinian, Dewi Indrawati menyampaikan, generasi muda juga tidak boleh tabu dengan budaya-budaya yang datang dari luar Indonesia. Namun, sejauh itu baik untuk perkembangan wawasan dan pendidikan mereka.
“Kita tidak tabu anak-anak mengenal budaya-budaya luar karena memang anak-anak harus tahu. Tapi kita harus punya filter. Untuk anak-anak menyaring budaya mana yang tidak sesuai dengan norma, nilai, adat dan sebagainya dari yang kita bangun selama ini, siapa yang menanamkan filter ini, ya kami yang tua-tua ini dengan kegiatan seperti ini,” paparnya.
Secara umum, dia mengatakan, kebudayaan Indonesia sangat kaya. Dengan lebih dari 600 suku yang ada dan lebih dari 8 ribu pulau. Dengan masing-masing tradisi yang dimiliki. Menurutnya, belum ada satu pun negara di dunia ini yang mampu menandinginya. Namun, pengenalan tradisi budaya ini bukan semata-mata tugas pemerintah, tapi harus ada kerja keras bersama agar para generasi muda mengenal dan mencintai budayanya. Indonesia dapat dikenal ke seluruh dunia, salah satunya karena keragaman budayanya.
“Kamu boleh pakai gadget, boleh nonton film barat, tapi jangan tinggalkan tradisimu. Jangan tinggalkan budayamu. Siapa yang membimbing mereka, ya kita-kita ini. Guru, orangtua, pemerintah daerah maupun pemerintah, semua masyarakat,” tukasnya.
Kembali mengenai adat Manyombaang, Antonius dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kapuas Hulu menyampaikan, Manyombaang ini biasa dilakukan pada acara-acara masyarakat adat. Seperti Sule’ atau perkawinan, Gawai Mamandung atau diartikan sebagai upacara menombak hewan, seperti kerbau, sapi dan kambing.
“Kemudian pada acara Mulambu atau upacara memindahkan tulang belulang orang yang meninggal dari kuburan lama ke kuburan baru. Acara Mundamang Payu Soo atau ritual penancapan tiang pertama membangun rumah,” terangnya. (fik)