-ads-
Home Nasional Rawan Terjangan Tsunami Tak Boleh Ada Pemukiman

Rawan Terjangan Tsunami Tak Boleh Ada Pemukiman

Sulit Menyelamatkan Diri di Anyer

TSUNAMI SELAT SUNDA. Menteri ESDM Ignasius Jonan di Kantor Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bnecana Geologi Pos Pemantauan Gunung Anak Krakatau, Cinangka, Banten, Selasa (25/12). Juneka/Jawa Pos

eQuator.co.id – SERANG-RK. Pemerintah akan menata ulang zonasi kawasan pesisir pantai sepanjang Serang dan Pendeglang. Sejumlah lokasi yang dianggap rawan terjangan tsunami akan dilarang untuk bangunan permukiman. Kajian segera dilakukan dengan melibatkan peneliti Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, akan mengirim teknisi atau peneliti untuk memetakan zonasi di kawasan pantai Serang dan Pandeglang. Pantai-pantai tersebut menghadap Gunung Anak Krakatau (GAK) itu. Jaraknya sekitar 40 kilometer. “Kami kirim juga tim teknis dari Badan Geologi untuk studi zonasi,” kata Jonan setelah meninjau pos pengamatan GAK Badan Geologi Kementerian ESDM di Pasauran, Kecamatan Cinangka, Serang, kemarin (28/12).

Tsunami pada Sabtu (22/12) malam itu menerjang hampir sepanjang pantai mulai Anyer di Serang hingga kecamatan Sumur dekat Taman Nasional Ujung Kulon di Pandeglang. Sedikitnya 426 orang meninggal dunia dan ratusan bangunan rusak. Mayoritas adalah villa atau hotel yang letaknya di dekat pantai. Seperti kompleks Hotel Mutiara Carita, Villa Stephanie, hingga Tanjung Lesung Beach Hotel. Hingga kemarin, di pantai Anyer sisa puing berupa kayu dan atap dari dedaunan masih banyak berserakan di sekitar pantai yang diterjang tsunami.

-ads-

Lebih lanjut Jonan menuturkan tim peneliti itu akan memetakan daerah mana saja yang aman. Dan lokasi-lokasi yang berbahaya untuk ditempati. “Kalau tidak (aman, Red) tentu ya harus dipindah. Atau dibikin tanggul,” kata mantan Menteri Perhubungan itu.

Sedangkan pembangunan breakwater atau pemecah ombak biasanya digunakan untuk pelayaran. “Bukan untuk hotel,” ungkap dia.

Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah menambahkan, pihaknya juga sudah mengirimkan surat kepada pemerintah pusat untuk pengaturan zonasi. Dia sudah membicarakan itu dengan Menteri Jonan di sela-sela kunjungan ke pos pengamatan. “Ini hotel terlalu nempel ke barat di bibir pantai. Membahayakan tamu,” ujar Tatu. Dia mengungkapkan ada rencana untuk membeli lahan yang berada di dekat pantai itu. “Untuk menata warung-warung mereka,” imbuh dia.

Sementara itu, dari pos pengamatan GAK itu terlihat samar penampakan Gunung Rakata. Karena, tertutup awan kelabu dan hujan. Sedangkan GAK yang berjarak sekitar 40 km dari pos itu hanya sepintas terlihat kepulan asap abu-abu kehitaman membumbung tinggi. Jonan yang mengunjungi pos tersebut sempat juga mengamati menggunakan teropong. “Tidak terlalu kelihatan secara visual. Tapi bisa kita pantau aktivitas di sana (GAK) pakai seismograf,” ujar Jonan.

Di pos pantau yang berada di ketinggian 30 meter dari permukaan laut itu ada seismograf, sensor infrasonik untuk mencatat suara letusan, hingga pencatat arah angin untuk memetakan arah abu vulkanis.

Hasil pencatatan seismograf itu juga dibagi dua. Ada yang mencatat getaran besar dan getaran lebih kecil. Dari hasil pencatatan amplitudonya sekitar 25 milimeter kemarin (28/12). Sedangkan pada Kamis (27/12) sampai rata-rata 35 milimeter. “Aktivitas vulkanis Gunung Anak Krakatau yang sekarang ini tak ada seperempat daripada September tahun ini,” ungkap Jonan.

Saat ini seismograf hanya terpasang di Pulau Sertung. Seismograf di GAK sudah tak mengirimkan data lagi sejak Sabtu (22/12). Ada rencana pemasangan alat serupa di Pulau Panjang dan Pulau Rakata yang jaraknya dengan GAK sekitar 4 km. “Saya minta yang dipasang di kaki GAK udah rusak berapa kali ini dipindahlah. Pinjam alat dari tempat lain,” ungkap dia.

Dia tidak yakin ada yang mencuri alat tersebut karena penggunaan alat itu sangat khusus. Begitu pula aki pada alat itu juga punya voltase berbeda. Tapi, pengamanan akan dilakukan dengan bantuan polisi dan TNI.

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Rudy Suhendar menuturkan meski tersisa satu seismograf tapi cukup akurat untuk memantau kondisi seismik di GAK. Dia menuturkan sebelumnya kalibrasi alat yang ada di pulau Sertung itu bersamaan dengan yang ada di GAK.

“Akurasinya karena kemarin double (di Sertung dan GAK) artinya kalibrasi satu sama lain bisa jalan. Saya kira masih sama pasang satu atau pasang dua,” ungkap dia.

Ditemui di Jakarta, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho kemarin membeberkan jumlah korban teranyar. Jika sebelumnya data BNPB mencatat ada 430 korban meninggal akibat tsunami di Selat Sunda, kemarin dia meralat hal itu. Menurut data teranyar, ada 426 korban meninggal. ”Menurunnya jumlah yang meninggal dikarenakan dobel pendataan. Mayat yang ditemukan di perbatasan Serang, juga dicatat di Pandeglang,” ungkapnya.

Sutopo juga menjelaskan bahwa Kamis lalu (27/12) Gubernur Banten Wahidin Halim menetapkan tanggap darurat untuk wilayahnya. Hal itu dikarenakan Serang dan Pandeglang juga telah menetapkan masa tanggap darurat. ”Untuk tanggap darurat di Banten sampai 9 Januari,” ujarnya.

Sementara itu untuk sebagian besar warga Pulau Sebesi yang berjarak 19,1 km dari GAK sudah diungsikan. Di pulau tersebut ada 2.814 jiwa, sedangkan yang sudah diungsikan mencapai 1.600 orang. Mereka mengungsi di Rajabasa, Kalianda, maupun Kecamatan Sumur di Pandeglang. Untuk mengantarkan pengungsi, pemerintah menggunakan empat kapal. ”Evakuasinya sampai Gunung Anak Krakatau kondisinya menurun,” ujar pria asli Boyolali itu.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono menyampaikan perkembangan pemantauan Gunung Anak Krakatau. Dia menjelaskan aktivitas seismik GAK memiliki kekuatan setara dengan 3 magnitudo. ’’Episenter terletak di Gunung Anak Krakatau,’’ jelasnya. Tepatnya pada koordinat 6,08 LS dan 105,41 BT di kedalaman 1 km. Aktivitas seismik tersebut tidak berpotensi tsunami.

BMKG mencermati bahwa aktivitas seismik GAK itu merupakan gempa dangkal. Pertimbangannya adalah lokasi episenter, kedalaman hiposenter, dan bentuk gelombangnya (waveform). Aktivitas seismik gunung Anak Krakatau itu terpantau tujuh stasiun milik BMKG di sekitar selat Sunda.

Selama proses monitoring, hasilnya disimpulkan bahwa tidak menunjukkan adanya perubahan muka air laut. Meskipun begitu kepada masyarakat tetap tenang dan tidak terpengaruh isu yang tidak bisa dipastikan kebenarannya.

Sementara itu, akses di Anyer dipandang menyulitkan dalam upaya penyelamatan diri bila terjadi tsunami. Jalan Raya Labuhan hingga Jalan Raya Tanjung Lesung sejajar dengan area pantai. Posisi jalan tersebut memang memudahkan untuk mengakses pantai.

Namun, itu justru bisa mematikan bila terjadi tsunami. Sebab, akses utama untuk menjauh dari pantai hanya ada tiga, yakni Jalan Raya Palka, Jalan Raya Liput Caringin, dan Jalan Raya Labuan–Pandeglang. Padahal, panjang jalan yang sejajar dengan pantai di Selat Sunda itu mencapai 80 km.

Memang terdapat beberapa jalan kecil untuk bisa menjauh dan menyelamatkan diri dari tsunami. Namun, terlampau jauh untuk beberapa titik permukiman. Warga Citerep, Sudjana, menuturkan bahwa Jalan Tanjung Lesung memang satu-satunya akses untuk keluar masuk wilayahnya. ”Kalau jalan ini terputus, ya warga tak bisa ke mana-mana,” tuturnya.

Saat terjadi tsunami, lanjut dia, warga di Citerep memilih untuk mengungsi ke Bukit Cigelis. Jarak bukit itu dari desa mencapai 3 km hingga 4 km. ”Tapi, beda kalau desa sebelah, Mekarsari. Jauh dari bukit ini. Keburu habis kalau ke bukit. Daerahnya dataran rendah,” ujarnya.

Warga Mekarsari, Armaya, menjelaskan, posisi desanya memang jauh dari bukit sekaligus jauh dari jalan yang bisa menjauhi pantai. Jalan yang paling dekat itu Jalan Panimbang menuju ke Angsana. ”Jalannya menjauh dari pantai, tapi daratan rendah juga,” ungkapnya

Dia mengaku memang perlu jalan yang lebih banyak agar memperlancar upaya penyelamatan diri. ”Akses sedikit ini kalau semua bersamaan menyelamatkan diri macet juga,” urainya.

Hingga saat ini, masyarakat juga belum mendapat petunjuk jelas bagaimana tata cara penyelamatan diri bila terjadi tsunami. Hanya mengikuti naluri dengan menjauh atau ke tempat tinggi. ”Sosialisasi bagaimana konsep tanggap bencana belum ada,” tuturnya.

Sementara itu, Kabidhumas Polda Banten Kombespol Edy Sumadi menuturkan, memang perlu ada koordinasi dengan semua elemen, terutama BPBD, terkait konsep penyelamatan diri saat terjadi tsunami di Pandeglang. ”Sehingga, nantinya bisa untuk disosialisasikan ke masyarakat,” terangnya. (Jawa Pos/JPG)

Exit mobile version