eQuator.co.id – Ketapang-RK. Tempatnya mencari nafkah sehari-hari dihancurkan hingga rata dengan tanah, ratusan Rakyat Kabupaten Ketapang merasa dizalimi. Mereka mencari keadilan hingga ke Ombudsman RI perwakilan Kalbar yang berkedudukan di Pontianak.
Sabtu, 21 Oktober 2017, hari tak terlupakan bagi para pedagang yang berdagang di atas tanah milik almarhum H. Bujang Hamdi, Jalan KH Mansur. Kelurahan Tengah, Kecamatan Delta Pawan, Kabupaten Ketapang. Bangunan dan lapak yang mereka bangun dengan jerih payah akan diluluhlantakkan oleh pemerintah setempat.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ketapang menurunkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)-nya, lengkap dengan pentungan dan tameng. Alat berat untuk menggusur pun disiapkan. Sejumlah polisi juga dilibatkan, mempersenjatai diri dengan pelontar gas air mata. Mau tak mau, para pedagang melawan. Kericuhan tak terelakkan. Namun, apa daya rakyat yang hanya bisa melontarkan batu untuk mengusir aparat?
Para pedagang tersebut berjualan di tanah itu sejak 2004. Sudah 13 tahun. Baru pada tahun inilah, pemerintah menyebut mereka berjualan secara ilegal. Bangunan dan lapak di sana pun dinyatakan tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). Padahal, dari penuturan sejumlah pedagang, sedikitnya empat kali pengajuan izin dilakukan, namun tak kunjung diterbitkan pemerintah tanpa alasan yang jelas.
Masih dituturkan seorang pedagang yang enggan identitasnya dikorankan, pemerintah menggunakan Peraturan Daerah (Perda) nomor 3 tahun 2015 untuk menggusur mereka. Hanya saja, jika mengacu ke Perda tersebut, lokasi ratusan orang berdagang itu memang kawasan bisnis dan perdagangan.
Tak ada solusi dari pemerintah setelah tempatnya mencari sesuap nasi rata dengan tanah, mereka enggan bergeser dari sana. Para pedagang mendirikan lapak seadanya menggunakan puing-puing sisa kezaliman pemerintah. Konon, Bupati Ketapang, Martin Rantan, kembali menggunakan kekuasaannya. Kabarnya, ia mengeluarkan surat edaran yang melarang seluruh aparatur sipil negara (ASN) Ketapang berbelanja dengan para pedagang itu.
Tak dibina, malah dibinasakan, akhirnya bersama-sama dengan Front Perjuangan Rakyat Ketapang (FPRK) yang dipimpin oleh Isa Anshari, 300-an pedagang tersebut melaporkan Bupati, Kepala Satpol PP, serta Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindagkop) ke polisi. “Bupati sudah menzalimi rakyatnya sendiri, makanya kita mencari keadilan. Jalur hukum sudah kita tempuh, Bupati beserta dua kepala dinas sudah kita laporkan ke Mapolres,” ungkap Isa kepada sejumlah wartawan, di Pontianak, Senin (27/11).
Hingga saat ini, ia menerangkan, belum ada penjelasan dari Polres Ketapang terkait tindak lanjut pengaduan atau laporan yang dibuat pedagang. Sehingga, kata Isa, jika memang Polres Ketapang tidak mampu, dia akan meminta Polda Kalbar mengambil alih penanganan kasus tersebut. Kalau Polda Kalbar pun tidak mampu, dirinya akan mendatangi Mabes Polri.
Langkah itu terpaksa diambil Isa, karena kini, menurut dia, justru enam pedagang yang diperiksa polisi. Lengkap dengan surat pemanggilan dari Polres Ketapang.
“Ini jelas tidak adil, harusnya tidak ada ranah polisi di sini. Ini berkaitan dengan Perda, bukan pidana. Belum lagi kepolisian menembakkan gas air mata kepada para pedagang saat bangunan milik pedagang dirusak,” bebernya.
Seharusnya, dikatakannya, Polres Ketapang serius menindaklanjuti laporan yang dibuat oleh ratusan pedagang yang menjadi korban. “Periksa itu Pemerintah Kabupaten Ketapang! Serta siapa-siapa yang terlibat,” tegas Isa.
Datang ke Pontianak, Isa tak sendiri. Ia bersama perwakilan pedagang. Sebelum bertemu awak media, mereka melaporkan Bupati Martin Rantan dan anak buahnya yang terkait penggusuran ke Ombusdman RI perwakilan Kalbar.
“Semua kronologis, bukti-bukti, sudah kita serahkan kepada Ombusdman,” terangnya.
Bahkan, dalam waktu dekat, ia menyebut, bersama ratusan pedagang akan berangkat ke Jakarta menggelar aksi di depan Istana Presiden. “Kita ingin Bupati ini meminta maaf kepada ratusan pedagang yang sudah dizalimi itu, kita minta Bupati Ketapang untuk mengganti rugi atas kerusakan bangunan dan lapak,” ujar Isa.
Salah seorang pedagang, Jamaludin, berharap kepolisian menindaklanjuti laporan yang dibuat oleh para pedagang terkait pembongkaran paksa bangunan tempat mereka berdagang. Pihaknya merasa dizalimi. Pasalnya mereka dihadapkan dengan aparat bersenjata sampai ditembak gas air mata.
“Kami ini Rakyat, kami berdagang sayur dan lain-lain, bukan di atas tanah pemerintah. Itu tanah hak milik Alm. H. Bujang Hamdi yang merelakan kami untuk berdagang, salahnya di mana? IMB kami sudah ajukan, izin kami sudah ajukan, tapi tak dikeluarkan dan tak ada penjelasan dari Bupati,” beber dia.
Sementara itu, Kepala Ombusdman RI Perwakilan Kalbar, Agus Priyadi, akan menelaah laporan tersebut, kemudian melakukan klarifikasi ke Bupati dan dua kepala dinas yang dilaporkan. “Kalau mendengaran penjelasan pelapor, harusnya Bupati Ketapang membina, mengatur ketertiban pedagang ini, karena mereka berdagang di atas tanah bukan milik pemerintah,” ujar Agus.
Ia berpendapat, jika tanah pribadi seseorang digunakan pedagang untuk berdagang, maka pemerintah tak berhak melakukan pengusiran. Sebab, pasar itu berkaitan erat dengan pendapatan atau hajat hidup rakyat.
“Seperti ini harusnya dibina, bukan dibinasakan,” tuturnya.
Ditambahkannya, pedagang mengaku sudah mengajukan izin dan IMB sebanyak empat kali. Hal tersebut menandakan para pedagang mau dibina dan diatur. “Jadi, beda antara sengaja tidak diurus dengan tidak diproses/dikabulkan,” tukas Agus.
Seharusnya, lanjut dia, Bupati mengayomi, bukan membinasakan. Harusnya ada peringatan, kemudian solusi.
“Ini solusi yang diberikan, pedagang dipindahkan. Ternyata jumlah pedagang ada 300-an, yang disediakan hanya 28 lapak saja,” ucapnya.
Selain itu, dia merasa aneh dengan dikeluarkannya Edaran untuk ASN yang melarang mereka berbelanja di pasar tersebut. “Kan di situ pasar rakyat, apa hal sampai melarang orang membeli di sana?” tukas Agus.
Pemkab Ketapang, menurut dia, seharusnya lebih arif. “Kita belum liat Perda-nya, tapi menurut pelapor, itu merupakan daerah perdagangan. Kalau memang ada kesalahan, Pemda harus bertanggung jawab, harus mengembalikan bangunan seperti sedia kala,” tegasnya.
Terpisah, Kapolres Ketapang, AKBP Sunario membenarkan pengaduan atau laporan yang dibuat oleh perwakilan ratusan pedagang. “Saat ini, masih dalam tahap pemeriksaan,” tuturnya, via telpon.
Menurut dia, pihaknya tidak bisa melakukan proses cepat. Dalam artian langsung memanggil orang-orang yang dilaporkan atau diadukan itu. Ada mekanismenya.
“Yang jelas, saat ini kita sudah melakukan pemeriksaan terhadap dua Kepala Dinas, yakni Tata Ruang dan Disperindag,” beber Sunario. Imbuh dia, “Jadi laporan itu kita tindaklanjuti, intinya saat ini sedang dalam proses penyelidikan dan pemeriksaan terhadap pihak terkait”.
Laporan: Achmad Mundzirin
Editor: Mohamad iQbaL