Rata-rata Timbangan di Pasar Tak Akurat?

Uji Tera yang Sepenting Itu Ternyata Minim Sosialisasi

MUBAZIR SETAHUN. Bangunan megah kantor Kantor Metrologi di bawah naungan Disperindag Kubu Raya yang selesai dibangun tahun 2015, terletak di Jalan Adisucipto, Komplek Perkantoran Kubu Raya. Foto diambil Selasa (20/12). Syamsul Arifin-RK

eQuator.co.id – Pontianak-RK. Pelaksanaan uji tera di Kalbar jauh dari kata maksimal. Buktinya, banyak pedagang yang mengaku timbangannya belum pernah ditera.

Hal ini diakui Arifin, 29, salah seorang pedagang di Pasar Flamboyan, Pontianak. Kepada Rakyat Kalbar, Rabu (21/12), penjual ikan ini mengaku tidak mengetahui adanya keharusan uji tera terhadap timbangan yang dia gunakan.

“Saye malah baru tahu dari abang ni kalau wajib,” ujarnya.

Sejak pertama kali berdagang di pasar Flamboyan tahun 2012, ia mengaku tidak pernah mendapat sosialisasi soal kewajiban uji tera ini dari dinas terkait. “Kita sih kalau memang wajib, ya siap. Cuma selama ini ndak ada (keharusan),” tutur Arifin.

Ia bahkan meminta pemerintah lebih proaktif dan tegas jika memang ada kewajiban tersebut. Arifin memang pernah mendengar isu bahwa pedagang yang tidak melakukan uji tera akan dicabut izinnya. Namun sepengetahuannya, selama ini belum ada yang disanksi ketika tidak melakukan uji tera pada timbangan yang digunakan untuk berdagang.

Menurut Kepala Unit Pelayanan Metrologi Pontianak, Drs. Eddyanto, MM, sanksi terhadap pedagang yang tidak melakukan uji tera ada. “Hanya sampai saat ini belum kita terapkan,” terangnya ditemui di ruang kerjanya, Jalan Gusti Sulung Lelanang, Pontianak.

Ia tak menyalahkan pedagang atas rendahnya kesadaran mereka untuk melaksanakan uji tera. Kata dia, karena memang sosialisasi yang belum maksimal.

Contohnya, pada pelaksanaan uji tera di Pasar Flamboyan yang digagas Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi-Usaha Kecil dan Menengah (Disperindagop-UKM) Pontianak pada September 2016. Sepi peminat, dari total 700 pedagang di pasar tersebut hanya sekitar 10 persennya yang menyerahkan timbangan mereka untuk ditera ulang.

“Bagaimana kita mau melakukan pengawasan, mereka (para pedagang) juga ndak tahu kewajibannya,” jelas Eddyanto.

Karena itulah, ia menyebut salah satu program yang dilakukannya kedepan adalah sosialisasi door to door. Langsung menjemput bola ke para pedagang.

“Kami ini tugasnya sebenarnya hanya melakukan pelayanan. Sosialisasi dan penyuluhan itu berada di Disperindagkop. Padahal mereka urusannya bukan cuma urusan metrologi ini, banyak yang lainnya. Jadinya kurang fokus,” ungkapnya.

Ia memandang, harusnya pelaksanaan sosialisasi, pelayanan, hingga pengawasan bidang Kemetrologian, seharusnya terpadu. “Kita inginnya semua itu di sini, ada salah satu seksi yang menangani. Jadi lebih fokus,” terang Eddyanto.

Uji tera dan tera ulang sudah diatur dalam beberapa regulasi. Dikatakan Eddyanto, pelaksanaan uji tera sangat penting untuk dilakukan rutin karena merupakan wujud pemerintah menjamin perlindungan terhadap rakyatnya.

Ia mencontohkan, jika harga cabai Rp40 ribu/kg, maka jika terjadi kekeliruan 1 ons saja kerugiannya mencapai Rp4 ribu. “Pedagang ni ndak ada niatan lah merubah timbangan, tapi kan timbangan itu kan sewaktu-waktu bisa berubah. Terlepas itu pedagang sengaja atau ndak, itu yang dirugikan kan konsumen,” pungkas Eddyanto.

Seperti diberitakan sebelumnya, uji tera dan tera ulang tak sesepele kedengarannya. Sebagai informasi, tera berarti cap pengujian yang dibubuhkan oleh instansi pemerintah terkait di timbangan, takaran, dan ukuran, yang dipakai dalam perdagangan. Tanpa pengesahan dari jawatan tera berarti alat timbangan apapun, misalnya di pasar-pasar, tak bisa dipastikan kebenarannya. Dan, di Kalbar, tidak ada lagi lembaga yang punya kewenangan untuk melakukan uji tera tersebut maupun peneraan ulang.

Masalah itu sebenarnya berawal dari diterbitkannya Undang-Undang nomor 23/2014 tentang pemerintah daerah. Regulasi tersebut memberikan pelimpahan kewenangan dari pemerintah provinsi kepada pemerintah tingkat kota dan kabupaten yang salah satunya tanggung jawab untuk melaksanakan uji tera dan tera ulang. UU tersebut mulai diberlakukan paling lambat dua tahun sejak ditetapkan, tepatnya Oktober 2016.

Akibatnya, pelaksanaan kewenangan kemetrologian legal yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah provinsi tidak lagi bisa dilakukan per Oktober 2016. Sementara, untuk pemerintah tingkat kota dan kabupaten di Kalimantan Barat, ternyata tidak ada satupun yang memiliki kesiapan untuk melaksanakan layanan kemetrologian.

KANTOR MEGAH MUBAZIR

Selain sosialisasi kepada pedagang yang minim dari dinas terkait yang terungkap belakangan, pemerintah kota dan kabupaten memang belum siap atau terkesan mengganggap peneraan sebagai hal tidak penting. Salah satu contoh di Kubu Raya.

Di kabupaten pecahan Mempawah ini, Kantor Metrologi di bawah naungan Disperindag Kubu Raya rupanya selesai dibangun tahun 2015. Terletak di Jalan Adisucipto, Komplek Perkantoran Kubu Raya, pembangunan tersebut memakan anggaran dana alokasi khusus (DAK) Rp2 miliar. Namun hingga kini tak dioperasikan.

Dari pantauan Rakyat Kalbar, terlihat bangunan megah dengan lebar kurang lebih 35 meter dan panjang sekitar 25 meter itu sepi. Namun, beberapa lampu di dalamnya menyala.

“Sudah rampung bangunannya, bahkan sudah dilakukan audit BPK dan tidak ada masalah. Namun hingga kini belum ditempati dan belum ada kegiatan. Pembangunan ini sama dengan di Singkawang,” ungkap Herwin, Kasubag Metrologi Disperindag Kubu Raya, Selasa (20/12).

Kenapa setahun berlalu masih tak difungsikan alias mubazir? Ia menjawab, pihaknya hingga saat ini masih menunggu pengesahan dari DPRD dan Pemerintah Kubu Raya untuk menempati kantor tersebut.

“Mudah-mudahan, tahun 2017, kantor tersebut sudah bisa ditempati dan beraktivitas. Memang kami akui, kantor tersebut sekitar 2015 Desember rampung dengan pengerjaan satu kali anggaran DAK,” tukasnya.

Disinggung kelengkapan kinerja, Herwin mengatakan, kantor tersebut lengkap dengan beberapa peralatan yang berkaitan sesuai fungsi kerjanya. “Sudah 90 persen. Namun nanti, setelah ditempati, kami akan mengajukan kekurangan perlengkapannya,” jelas dia.

Lagipula, ia menerangkan, banyak fasilitas yang masih harus dilengkapi di kantor tersebut. Mulai dari air, listrik, maupun hal lainnya. Belum lagi, pada 2017, Disperindag dilebur bergabung dengan UMKM, sehingga perlu adanya kesinkronan kerja

“Sekarang listriknya sudah selesai dipasang, Perdanya belum dikeluarkan dan masih di pemerintah bagian hukum. Bagian hukum belum mengeluarkan proses perpindahan itu, jadi kita belum sah untuk pindah ke lokasi pembangunan tersebut,” papar Herwin.

TARGET BEROPERASI 2017

Soal kemetrologian bakal beroperasi kembali pada tahun depan diamini dua pemerintah kota. Menyusul peralihan kewenangan uji tera dari pemerintah provinsi ke pemerintah daerah, sebanyak 12 orang penera dialihkan kewenangannya ke Pemerintah Kota Pontianak.

Wali Kota Sutarmidji menyebut peralihan ini akan dilakukan mulai 1 Januari 2017. “Pegawainya 2 ke Singkawang, 12 ke kita. Peralatannnya sudah, gedungnya yang belum. Kita mau semuanya diserahkan,” tegasnya.

Senada, Kepala Disperindagkop-UKM Singkawang, Hendryan. “Sebelumnya metrologi di Singkawang statusnya yaitu  UPT metrologi  di bawah Disperindagkop  Provinsi. Namun sesuai UU seharusnya  mulai 1 Oktober  sudah. dialihkan ke kota namun belum  tuntas penyerahannya,” ujarnya, Senin (19/12).

Menurut dia, penyerahan dilakukan sesuai dengan P3 atau peralatan, personil, dan pembiayaan. “Untuk pembiayaan akan dianggarkan pada 2017 mendatang dan personil sebanyak 4 orang ditambah dua orang dari provinsi,” tutur Hendryan.

“Kalau penyerahan secara administrasi sudah dilakukan, maka perlu dilakukan tes fisik. Kalau peralatan tidak bagus tentu tidak akan kita terima. Tapi kalau  memang bagus meskipun setengah umur maka kita akan menerimanya,” sambung dia.

Jika semua tetek bengek administrasi itu beres, masih harus dinilai dulu di Bandung sebelum beroperasi.  “Sebelumnya kewenangan di UPT Metrologi Singkawang saat masih di tangan provinsi melayani Singkawang, Bengkayang dan Sambas. Karena diserahkan kewenangannya ke kabupaten/kota, maka hanya Singkawang saja,” bebernya.

Kalaupun nanti, lanjut dia, ada kabupaten yang mau menggunakan alat maupun penera dari Singkawang maka bisa melakukan kerja sama dengan pihaknya. Dengan catatan, semua biaya operasional ditanggung pemerintah daerah bersangkutan.

“Tentu kita tak mau pelayanan terhambat. Target kita, metrologi Singkawang pada awal 2017 sudah bisa dimulai operasionalnya, yang selama dua bulan ini terjadi kevakuman,” tutup Hendryan.

 

Laporan: Iman Santosa, Syamsul Arifin, Fikri Akbar, Suhendra

Editor: Mohamad iQbaL