eQuator – Pengusul rancangan peraturan daerah (Raperda) Masyarakat Adat menyatakan bahwa inisiasi raperda tersebut bukan semata-mata untuk berpihak pada etnis tertentu, melainkan akan berlaku rata bagi seluruh etnis di Provinsi Kalbar.
Raperda yang diinisiasi oleh DPRD Provinsi Kalbar tersebut dipastikan bukan untuk berpihak pada satu etnis tertentu.
Salah seorang pengusul Raperda tentang Masyarakat Adat yang juga merupakan anggota DPRD Provinsi Kalbar, Martinus Sudarno mengatakan, lahirnya Raperda tentang Masyarakat Adat merupakan aspirasi masyarakat adat dari berbagai etnis yang ada di Provinsi Kalbar.
“Tim pengusul Raperda tentang Masyarakat Adat bahkan telah menghadap ke kementerian dalam negeri (kemendagri) dan mendapatkan respon positif,” ucap Martinus Sudarno usai menghadiri paripurna penyampaian eksekutif mengenai raperda inisiatif DPRD Provinsi Kalbar mengenai pelayanan kesehatan rumah sakit dan pengelolaan tanggungjawab perusahaan, Senin (16/11).
Seharusnya raperda mengenai masyarakat adat turut dibahas dalam rapat paripurna, Senin (16/11). Namun akan dijadwalkan ulang oleh Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Provinsi Kalbar sesuai arahan Kemendagri.
Martinus menjelaskan, dalam pembentukan Raperda tentang Masyarakat Adat diperkuat dengan dasar hokum. Yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Sebelumnya, DPRD Provinsi Kalbar sedang menggodok Raperda tentang Masyarakat Adat yang merupakan usulan atau inisiatif DPRD Provinsi Kalbar untuk dijadikan sebagai Peraturan Daerah (Perda).
“Jadi peraturan daerah merupakan tanggapan DPRD terhadap aspirasi yang disampaikan masyarakat kepada DPRD, baik secara perorangan maupun secara kelompok-kelompok masyarakat sipil,” ujar Martinus Sudarno
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kalbar, M. Zeet Hamdy Assovie mengatakan, pihaknya memberikan dukungan penuh terhadap ketiga raperda yang diinisiasi oleh legislatif.
“Khususnya raperda mengenai masyarakat adat. Keberadaan raperda itu jelas mengakomodir hak-hak masyarakat adat yang selama ini banyak termarjinalkan. Misalnya yang berkaitan dengan hak ulayat,” ucap Sekda.
Sekda berpendapat, keberadaan Raperda tentang Masyarakat Adat diyakini tidak akan berpotensi menimbulkan konflik. Selama raperda itu lahir untuk menjaga eksistensi masyarakat adat yang mencakup untuk melindungi.
“Namun jika resmi disahkan sebagai Perda nantinya tidak dapat berlaku surut bagi perusahaan-perusahaan. Disebabkan berbagai hak yang diberikan kepada pihak perusahaan juga telah berdasarkan undang-undang yang ada,” ucap Sekda Kalbar. (fie)