Qadha dan Fidyah Puasa Ramadan

Oleh: Muhammad Lutfi Hakim

Muhammad Lutfi Hakim
Muhammad Lutfi Hakim

eQuator.co.id – Agama Islam memiliki lima pondasi esensi yang biasanya kita sebut dengan rukun Islam. Salah satu dari kelima rukun Islam tersebut (yang keempat) ialah puasa di bulan suci Ramadhan.

Hukum menjalankan ibadah puasa ini adalah fardhu ‘ain. Artinya, kewajiban puasa ini dibebankan kepada setiap individu muslim yang mukallaf, baik laki-laki maupun perempuan, sebagaimana wajibnya ibadah sholat, zakat, dan haji bagi yang mampu. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 183, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.”

Walaupun ibadah puasa ini hukumnya fardhu ‘ain, akan tetapi terdapat keringanan (rukhsah) bagi setiap muslim yang merasa kesukaran sampai tidak dapat atau mampu menjalankannya. Keringanan ini termaktub setelah ayat yang menjelaskan tentang kewajiban puasa, “……maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu); memberi makan seorang miskin……” (QS. Al-Baqarah: 184)

Ayat di atas menjelaskan tentang bolehnya orang-orang dengan “alasan tertentu” untuk tidak berpuasa di bulan suci Ramadhan. Sebagai konpensasi dari kebolehan tersebut, maka seseorang yang tidak berpuasa wajib membayar qadha dan fidyah.

Qadha (puasa) adalah mengganti puasa Ramadhan dengan berpuasa pada bulan lain sebanyak hari-hari yang ditinggalkan. Kewajiban meng-qadha puasa ini dibebankan kepada orang yang bepergian (musafir), orang sakit yang ada harapan untuk sembuh, orang gila yang disengaja, haid, nifas, orang hamil dan menyusui yang khawatir akan dirinya sendiri atau khawatir akan dirinya sendiri dan bayinya.

Sedangkan fidyah ialah makanan yang harus diberikan oleh orang yang tidak berpuasa kepada faqir miskin sebagai pengganti puasa yang ia tinggalkan. Jumlah faqir miskin yang diberikan fidyah sesuai dengan jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Menurut pendapat yang lebih kuat, ukuran fidyah yang diberikan ialah 1 mud atau 0,6 Kg atau 3/4 liter beras untuk satu hari puasa. Ketentuan tentang ukuran fidyah tersebut disesuaikan dengan kebiasaan (‘urf) yang berlaku di masing-masing daerah.

Kewajiban membayar fidyah puasa ini diperuntukkan kepada orang tua yang merasa berat untuk berpuasa, orang sakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh, serta orang hamil dan menyusui yang khawatir akan keselamatan dan kesehatan bayinya. Selain orang-orang yang telah dijelaskan di atas, apabila ia tidak berpuasa, maka ia mendapatkan dosa sebagai konsekuensi dari hukum wajibnya puasa di bulan suci Ramadhan.

Keringanan-keringanan yang diberikan oleh Allah SWT kepada hamba-Nya yang tidak menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan di atas menunjukkan bahwa, kewajiban apa saja yang dibebankan (taklif) oleh Allah kepada hamba-Nya pasti sesuai dengan kesanggupan dari manusia itu sendiri, apakah ia mampu menjalankan beban tersebut atau tidak. Hal itu dikarenakan, Allah SWT tidak akan memberikan beban kepada manusia, kecuali manusia tersebut dapat mengerjakannya. Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya……” (QS. Al-Baqarah: 286)

Dalam konteks ini, ajaran-ajaran agama Islam yang diturunkan oleh Allah kepada manusia merupakan satu-satunya agama yang cocok dan sesuai dengan kemampuan dan fitrah (pembawaan) dari manusia itu sendiri. Inilah yang menurut Yusuf Qardhawi (1989: 5) sebagai salah satu karakteristik ajaran agama Islam yang bersifat Insaniyyah, yaitu kewajiban-kewajiban yang dibebankan Allah terhadap hamba-Nya pasti sesuai dengan kemampuan manusia dalam menjalankan kewajiban tersebut. Wallahu a’lam bi al-shawab.

 

*Dosen IAIN Pontianak