eQuator.co.id-PONTIANAK-SINGKAWANG-BENGKAYANG-SANGGAU-RK. Pemungutan suara hanya tersisa 15 hari. Penyelenggara pemilu dari pusat hingga terbawah, harus melaksanakan empat poin putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Diantaranya, memperpanjang waktu penghitungan suara selama 12 jam. Dikuatirkan berpotensi menimbulkan kecurangan pemilu.
Putusan MK terhadap uji materi sejumlah pasal Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, setidaknya mengabulkan empat permohonan. Pertama, membolehkan masyarakat menggunakan Surat Keterangan (Suket) penggati Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el), untuk memberikan hak suaranya pada tanggal 17 April nanti. Dengan catatan, yang bersangkutan sudah melakukan perekaman data.
Kedua, pemilih khusus diperbolehkan pindah memilih paling lambat tujuh hari sebelum hari pencoblosan. Ketiga, MK memperpanjang waktu penghitungan suara selama 12 jam. Keempat, MK memutuskan, KPU boleh membangun TPS tambahan berdasarkan kebutuhan Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
Komisioner KPU Kalbar, Mujio mengatakan, putusan tersebut sudah ditindaklanjuti oleh KPU RI. Dengan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 577. “Jadi, kita melaksanakan apa yang sudah menjadi putusan MK tersebut,” kata Mujio ditemui Rakyat Kalbar di ruang kerjanya, Senin (1/4).
Putusan MK terkesan dikeluarkan di last minute. Sebab, pemungutan suara Pileg dan Pilpres tinggal 15 hari lagi. Jika diasumsikan, tentu putusan tersebut akan menambah pekerjaan baru bagi KPU.
Menanggapi hal itu, Mujio mengaku secara otomatis putusan tersebut memang membuat pekerjaan baru bagi penyelenggara pemilu. Karena putusan itu harus disosialisasikan kembali ke KPU tingkat kabupaten/kota dan penyelenggara tingkat bawah.
Kendati demikian, Mujio menilai, empat poin putusan MK itu tujuannya jelas. Untuk mengakomodir semua kepentingan. Agar pemilu serentak bejalanan dengan baik.
Misalnya, mengenai tambahan waktu penghitungan surat suara. Menurutnya, dengan tambahan waktu selama 12 jam, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) tidak dikejar waktu saat melakukan penghitungan.
Apalagi pemilu kali ini dilakukan secara serentak. Pilpres sekaligus Pileg. Ada lima kotak surat suara yang harus dihitung dengan cermat dan teliti. Diantaranya, menghitung kotak suara Pilpres. Kemudian, pengitungan kotak suara calon anggota DPD, DPR-RI, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. “Itu lah yang melatarbelakangi MK memutuskan penambahan waktu. Namun, bukan berarti kita bisa kerjakan besok. Tetap perhitungan dilaksanakan pada hari itu juga,” jelasnya.
Kemudian, soal penggunaan Suket untuk memilih, khusus bagi warga yang sudah melakukan perekaman data, namun belum mencetak KTP-el. Mujio mengatakan, putusan MK itu bertujuan untuk mengakomodir seluruh hak pilih masyarakat yang sudah memenuhi syarat memilih. “Yang menggunakan Suket ini kita masukan dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK),” katanya.
Di pemilukada lalu, lanjut dia, penggunaan Suket juga berlaku. Pengguna Suket boleh memberikan suaranya satu jam terakhir, sebelum TPS ditutup.
Soal penambahan TPS berdasarkan DPTb. Menurutnya, putusan MK itu punya semangat untuk melayani pemilih kategori DPTb itu sendiri. “Apabila DPTb masih bisa disebar ke TPS, maka diupayakan disebar. Jika setelah disebar, tetapi masih menumpuk di satu tempat, maka boleh dibuka TPS baru,” jelasnya.
Dia menjelaskan, pemilih yang masuk kategori DPTb, memberikan hak suaranya menggunakan surat suara tambahan 2 persen dari jumlah DPT di TPS. “Jika pemilih yang menggunakan Suket tidak bisa memilih, karena surat suara cadangan habis, maka boleh direkomendasi ke TPS terdekat,” paparnya.
Terpisah, Komisioner Bawaslu Kalbar, Syarifah Aryana menilai, keputusan MK soal penggunaan Suket, tujuannya untuk menjamin hak pilih seluruh warga yang telah memenuhi syarat. Supaya bisa berpartisipasi di pemilu nanti. “Artinya. ketika MK memperbolehkan penggunaan Suket, yang menyatakan bahwa orang tersebut sudah merekam, dan masuk dalam DPK, berarti memang punya hak pilih,” katanya.
Kemudian, terkait aturan pindah memilih dengan formulir A5-KWK, Aryana menjelaskan, hal itu bisa saja diberikan. Namun dengan kondisi-kondisi tertentu. Misalnya, pemilih dalam kondisi sakit, kemudian berstatus tahanan, sedang melaksanakan tugas negara, termasuk mahasiswa. “Itu baru bisa diberikan. Kalau alasanya jalan-jalan, gak bisa urus A5,” ungkapnya.
Pindah memilih musti diurus sesuai batas waktu yang telah ditentukan KPU. Yakni paling lama H-7 pencoblosan. Sedangkan mengenai penambahan waktu penghitungan suara 12 jam tanpa jeda. Aryana berpendapat, putusan itu sangat membantu penyelenggara di tingkat Panitia Pemungutan Suara (PPS) hingga KPPS.
Mengingat, pada saat penghitungan suara nanti memang berpotensi akan memakan banyak waktu. “Karena kan harus hitung suara Pilpres, DPD, DPR-RI, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota,” imbuhnya.
Aryana pun tak melihat, penambahan waktu penghitungan suara itu dapat membuka ruang praktik curang. Misalnya melakukan manipulasi data dan lain sebagainya.
Sebab, menurutnya, yang terlibat dalam penghitungan suara nanti, jelas dari petugas KPPS. “Kemudian disaksikan PTPS (Pengawas Tempat Pemungutan Suara, red) dan saksi-saksi dari peserta pemilu,” jelasnya.
Sementara mereka yang diluar TPS, tegas Aryana, tak punya hak melakukan intervensi. “Harapan kita, dengan tambahan waktu itu, proses penghitungan suara bisa lebik teliti dan sudah clear,” tutupnya.
Begitu pula dengan KPU Kota Pontianak siap melaksanakan putusan MK terkait tambahan waktu mengurus pindah memilih hingga H-7. Dalam hal ini, ada empat kriteria saja dan dalam hal tertentu. Artinya keadaan yang tidak terduga diluar kemampuan atau kemauan pemilih. “Karena sakit, tertimpa bencana alam, tahanan dan menjalankan tugas,” kata Komisioner KPU Pontianak David Teguh, Senin (1/4).
Prosesnya sudah dimulai kemarin, Senin (1/4). David mengatakan, kemarin saja sudah ada beberapa kelompok masyarakat yang datang untuk mengurus pindah memilih. Mereka harus membawa beberapa persyaratan seperti KTP-el asli dan fotokopi, serta harus terdaftar dalam DPT. Prosesnya pun sama dengan sebelumnya. “Untuk mengetahui apakah mereka sudah terdaftar di DPT, bisa dicek di sistem,” lanjut David.
Selanjutnya, dengan adanya proses penambahan waktu pindah memilih ini, apakah ada penambahan TPS. David menyebutkan, kemungkinan tidak ada.
Sedangkan terkait waktu perhitungan suara yang diperpanjang, David memastikan tak ada potensi kecurangan. Sebab, prosesnya tanpa jeda. Tidak boleh istirahat, lalu tutup. “Setelah selesai mekanisme, kotak suara langsung diantar, maka tidak boleh tanpa jeda. Dia harus lanjut terus,” ungkap dia.
Untuk memastikan itu, pihaknya juga sudah mengantisipasi dengan merapikan hal-hal teknis, bagaimana mekanisme saat perhitungan, dan rekap perhitungan suara.
Komisioner KPU Kota Singkawang Divisi Data dan Informasi, Umar Faruq mengatakan, pengurusan dokumen pindah memilih yang diperpanjang hingga H-7, berdasarkan keputusan MK pada 28 Maret 2019 lalu, salah satunya mengatur batas akhir pindah memilih. “Berdasarkan putusan MK Nomor 20/PPU-XVII/2019, pengurusan dokumen pindah memilih (Form A.5) diperpanjang hingga H-7 atau pada 10 April 2019,” ujar Umar, Senin (1/4).
Dalam layanan pindah memilih sebelumnya yang berakhir pada 17 Maret lalu, pengurusan dokumen pindah memilih karena keadaan tertentu, antara lain karena menjalankan tugas di tempat lain pada hari pemungutan suara, menjalani rawat inap di rumah sakit atau puskesmas dan keluarga yang mendampingi. “Penyandang disabilitas yang menjalani perawatan di panti sosial, panti rehabilitasi, menjalani rehabilitasi narkoba, menjadi tahanan atau sedang menjalani hukuman penjara atau kurungan. Tugas belajar atau menempuh pendidikan menengah atau tinggi pindah domisili. Tertimpa bencana alam dan atau bekerja di luar domisilinya,” katanya.
Namun pada masa perpanjangan kali ini, pengurusan dokumen Form A.5 ini hanya berlaku bagi pemilih dengan empat keadaan tertentu. “Hanya untuk empat keadaan tertentu saja, yakni pemilih yang mengalami sakit, tertimpa bencana alam, menjadi tahanan karena melakukan tindak pidana, dan atau menjalankan tugas pada saat pemungutan suara,” katanya.
Bagi pemilih yang memenuhi salah satu dari empat keadaan tertentu tersebut, dapat mengurus dokumen pindah memilih dengan prosedur yang sama seperti sebelumnya. “Yakni ada tiga pilihan, bisa mengurus ke PPS (di desa atau kelurahan) asal sesuai alamat di KTP-el. Boleh juga langsung ke KPU kabupaten atau kota asal, atau langsung ke KPU kabupaten/kota tujuan sesuai domisili saat ini. Tentunya dengan membawa KTP-el atau KK, Suket pengganti KTP-el,” katanya.
Dalam pelayanan pindah memilih, Form A.5 baru bisa diterbitkan, jika pemilih yang ingin pindah memilih sudah terdaftar dalam DPT.
Senada disampaikan Eka Lindawati, Komisioner KPU Bengkayang Divisi Perencanaan Data dan Informasi ditemui di kantornya, Senin (1/4). Menurut Linda, KPU Bengkayang membuat pengumuman dan sosialisasi terkait pengurusan pindah memilih dapat dilakukan sampai tujuh hari sebelum hari pemungutan suara pukul 16.00 WIB, dan hanya mengakomodir pemilih dalam keadaan tertentu.
Keadaan tertentu, yakni keadaan tidak terduga diluar kemampuan dan kemauan pemilih karena sakit, tertimpa bencana alam, menjadi tahanan karena melakukan tindak pidana atau menjalankan tugas pada saat pemungutan suara. “Pemilih yang akan melakukan pindah memilih didaftarkan dan dimasukan dalam DPTb, dan diberikan Formulir model A-5-KPU serta disebar ke TPS yang tersedia,” terang Linda.
Pada hari pemungutan suara, apabila terdapat pemilih yang belum masuk dalam DPT atau DPTb dan belum memiliki KTP-el, pemilih tersebut dapat dilayani apabila memiliki Suket yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, atau instansi lain yang sejenis dan memiliki kewenangan.
Kemudian, pemilih tertentu diperbolehkan pindah memilih paling lambat 7 hari sebelum pencoblosan dimulai. Kemudian, MK memperpanjang waktu penghitungan suara menjadi 12 jam, dimana pemungutan dan penghitungan suara dilaksanakan pada hari yang sama dan dalam hal penghitungan suara belum selesai pada pukul 00.00 WIB. Maka dapat diperpanjang tanpa jeda paling lama 12 jam sejak berakhir pemungutan suara, atau pukul 12.00 Wib. “Untuk Kabupaten Bengkayang ada dua TPS tambahan yang dibentuk, yakni TPS di Rutan Kelas IIB Mabak, Bengkayang, dan TPS Desa Kinande, Kecamatan Lembah Bawang,” ungkapnya.
Untuk itu, KPU Bengkayang mengajak seluruh lapisan masyarakat Bengkayang untuk melaksanakan hak pilihnya untuk milih pada Pemilu 2019 yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Di tempat yang sama, Muhammad Turmudzi, 37, mengaku mendatangi KPU Bengkayang mengajukan pindah memilih di Kabupaten Bengkayang, karena kesibukannya bekerja yang tidak dapat ditunda. “Dari Kabupaten Sambas, setiap hari saya bekerja jualan keliling di Kabupaten Bengkayang. Sehingga dipastikan sulit untuk memilih. Adanya keputusan MK, maka saya mengajukan ke KPU untul pindah memilih,” ucapnya.
Sebab, jika tidak pindah memilih dipastikan, warga Dusun Bukit Indah, Kecamatan Subah, Kabupaten Sambas bisa Golput, karena pekerjaan yang dilakukan tidak dapat ditinggalkan
Sementara itu, Ketua KPU Sanggau, Martinus Sumarto menegaskan, pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT masih bisa menggunakan hak suaranya di Pemilu 2019 yang digelar pada 17 April mendatang. “Namun ada syarat bagi pemilih yang hanya menggunakan KTP-el untuk mencoblos. Pemilih harus membawa KTP- el saat pencoblosan dan KTP-el tersebut digunakan di TPS sesuai dengan domisili,” jelasnya, Senin (1/4).
Pemilih yang tidak terdaftar dalam DPT, kata Sumarto, akan dimasukkan dalam DPK. “Masyarakat yang memilih menggunakan KTP-el hanya diberi waktu 1 jam saja, yakni mulai pukul 12.00,” ujarnya.
Selain itu, MK juga mengesahkan Suket menjadi syarat mencoblos pada Pemilu 2019. “Iya, berdasarkan putusan MK, suket boleh dipakai menyoblos asalkan yang asli diterbitkan Dukcapil. Artinya pemilih sudah melakukan perekaman. Dengan begitu ketunggalan datanya tetap terjamin,” tutur Sumarto.
Ia menambahkan, DPT hasil perbaikan (DPTHP-2) Pemilu 2019 berjumlah 330.792 pemilih, terdiri dari 171.392 laki-laki dan 159.400 perempuan, tersebar di 15 kecamatan dengan 1.641 TPS. “Sedangkan jumlah DPTb Kabupaten Sanggau untuk Pemilu 2019 sebanyak 1.839 pemilih. DPTb adalah pemilih yang sudah terdata dalam DPT, namun ingin pindah memilih di TPS yang berbeda dari lokasi yang sudah didata,” jelas Sumarto.
DPTb itu terdiri dari pemilih masuk yang mengurus di daerah asal, pemilih masuk yang mengurus di daerah tujuan, pemilih keluar yang mengurus di daerah asal dan pemilih keluar yang mengurus di daerah tujuan.
Untuk pemilih masuk yang mengurus di daerah asal sebanyak 43 pemilih. Terdiri dari 36 laki-laki dan 7 perempuan, tersebar di 19 TPS, 16 desa/kelurahan dan 9 kecamatan. Sedangkan pemilih masuk yang mengurus di daerah tujuan sebanyak 617 pemilih, terdiri dari 457 laki-laki dan 160 perempuan, tersebar di 173 TPS, 61 desa/kelurahan dan 14 kecamatan.
Selanjutnya, pemilih keluar yang mengurus di daerah asal sebanyak 95 pemilih, terdiri dari 49 laki-laki dan 46 perempuan. Tersebar di 56 TPS, 33 desa/kelurahan dan 12 kecamatan. Sedangkan pemilih keluar yang mengurus di daerah tujuan sebanyak 1.084 pemilih, terdiri dari 636 laki-laki dan 448 perempuan, tersebar di 755 TPS, 161 desa/kelurahan. KPU juga menetapkan penambahan TPS berbasis DPTb sebanyak 1 TPS yang tersebar di 1 kelurahan dan 1 kecamatan.
Laporan: Abdul Halikurrahman, Maulidi Murni, Suhendra, Kurnadi, Kiram Akbar
Editor: Yuni Kurniyanto