Puluhan Tenaga CS Outsourcing Ngadu Dewan Pontianak

Galau Kebijakan Baru RSUD SSMA

ASPIRASI. Tenaga cleaning service outsourcing RSUD SSMA menyampaikan aspirasi di Kantor DPRD Pontianak. Maulidi Murni-RK

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Puluhan tenaga cleaning service (CS) outsourcing RSUD Sultan Syarif Mohammad Alkadrie (SSMA) Pontianak sedang galau. Pasalnya, mereka was-was dengan nasibnya setelah pihak rumah sakit membuat kebijakan baru. Mereka akhirnya mendatangi DPRD Pontianak untuk menyampaikan aspirasi, Senin (21/1).

Salah seorang perwakilan tenaga CS RSUD SSMA, Nora Isharyasari mengatakan, jumlah mereka 65 orang. 20 laki-laki dan 45 perempuan. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) RSUD SSMA malah mengajukan aturan baru, laki-laki 28 orang dan perempuan 37 orang. Secara otomatis delapan perempuan akan tercampakan. “Kami tahu outsourcing dari perusahaan,” katanya saat di depan kantor DPRD Pontianak.

Saat ini mereka belum tahu siapa yang bakal tersingkir dari aturan baru tersebut. Padahal mereka sudah merintis pekerjaanya dari awal. “Sejak rumah sakit belum ada apa-apanya,” ujarnya.

Sebelumnya warga sekitar diminta untuk menjadi CS di RSUD SSMA. Siapa yang mampu berkerja dan tidak diperlukan ijazah. Tapi sekarang mereka diminta ijazah SMA. “Perlu diketahui kawan-kawan di sini ada yang tamatan SD, SMP dan SMA,” jelasnya.

“Saya sudah 6 tahun, kawan saya ada di atas 7 tahun. Orang yang mengambil keuntungan bisa saja karena sistem lelang. Jadi kami setiap tahun terancam, tapi tidak ada yang dibuang,” kata dia.

Mereka merasa menjadi korban setiap tahunnya. Karena dari pelelangan ada orang-orang yang mengambil keuntungan sendiri. Untuk itu, mereka meminta CS sistem Penunjukan Langsung (PL).

Nora sempat membacakan Perpres Nomor 16 Tahun 2018. Bahwa presiden merevisi Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang Perdagangan Jasa dan Barang di Pemerintahan. Dimana di bawah Rp200 juta bisa PL.

“Contohnya saja saat ini Januari-Februari ada PL. Mengapa tidak selanjutnya saja PL terus biar kami tidak jadi korban setiap tahunnya,” tuturnya.

Dia mencontohkan salah satu korban dari peraturan yang sekarang yaitu laki-laki 28 orang, padahal yang ada 20. Pihak rumah sakit sudah tahu jumlah tersebut.

Kemudian perempuan sebanyak 37 orang. Sedangkan pihak rumah sakit sudah mengetahui jumlah pekerja CS perempuan 45 orang.

“Dari situ kan sudah ada kepentingan mereka masing-masing. Jadi kalau perusahaan kami tidak memenuhi syarat, otomatis tidak terpakai,” terangnya.
Nora berharap jangan ada intimidasi terhadap mereka yang menyampaikan aspirasi ke dewan. Bisa saja gaji mereka dibayar telat, diberikan surat peringatan atau salah sedikit diberhentikan.

“Di sini sudah dijelaskan, bahwa SP 1, 2 dan 3 dari PPK. Sementara mereka tidak tahu kinerja kami, dia tahu terima bersih. Yang tahu kan pengawas kami,” tuturnya.

Dijelaskannya, dulunya mereka mendapatkan jasa selama satu tahun. Selanjutnya ada perjanjian dengan direktur, bahwa tahun depannya jika makin banyak pasien kemungkinan akan ditambah.

“Tetapi ternyata tidak komitmen dengan omongannya. Sehingga kami putus dan tidak menerima jasa lagi,” ungkapnya.

Sementara itu, pekerjaan mereka makin bertambah. Walau bukan pekerjaan seharusnya, mereka kerjakan. Kendati begitu, mereka tidak pernah komplain.

“Kami minta kepada orang rumah sakit tolong hargai kami. Kalian sudah dapat nama, hargai kami agar bisa berkerja di situ dengan baik,” harap Nora.

Anggota DPRD Pontianak Herman Hofi yang menemui massa mengungkapkan, ada kekehawatiran tenaga CS di RSUD SSMA tidak dipakai lagi untuk anggaran 2019. “Mereka ini kan diperkerjakan pihak ketiga, jadi secara keseluruhan bukan kewenangan pihak rumah sakit,” jelasnya.

Menurutnya, pihak rumah sakit hanya menerima pekerjaan dari pihak ketiga. Oleh karenanya, dia minta pihak ketiga tidak melakukan pemecatan terhadap tenaga CS tersebut. Sedangkan persoalan gaji sudah UMK.

“Kita harapkan jangan sampai ada pemecatan, saya pikir dari pihak rumah sakit harus ada kelonggoran. Jangan sampai ada regulasi baru sementara mengorbankan pekerja lama,” imbaunya.

Dulun mereka diminta berkerja tanpa ijazah. Tamatan SD pun dipersilahkan. Adanya regulasi tamatan SMA, sehingga pekerja ini merasa tidak sesuai aturan akan dikeluarkan. “Saya pikir regulasi itu bagus, cuma jangan berlaku surut bagi mereka yang sudah lama berkerja itu,” imbuhnya.

Informasi tersebut baru dia dapatkan dari para pekerja. Rencananya dalam waktu dekat akan melakukan rapat dengan pihak rumah sakit, Dinas Kesehatan dan Dinas Tenaga Kerja. Prinsipnya, dewan tidak ingin ada yang tersakiti. Semua harus berjalan dengan baik. “Peran CS ini sangat urgen juga. Ketika mereka mogok, maka akan bermasalah,” pungkas Herman.

Pengadaan jasa CS RSUD SSMA tahun ini dipegang Surhaini. Sedangkan tahun lalu dipegang Retnaning. Pekerjaan CS dari Januari sistem PL. Karena pihaknya tidak keburu melakukan lelang. “Sebelum-sebelumnya lima tahun ke belakang adalah lelang. Tidak ada PL,” jelas Pejabat Penanda Tangan Kontrak 2019 atau PPK pengadaan CS RSUD SSMA ini ketika ditemui di kantornya.

Alasannya tidak terkejar lelang pada Januari dan Februari, akhirnya PL kepada perusahaan yang sama. Maret sampai Desember diadakan lelang sesuai Perpres terbaru. “Dilakukan pihak rumah sakit ke BLP, proses lelang. Sesuai aturan,” jelasnya.

Untuk kebutuhannya dituangkan ke dalam Kerangka Acuan Kerja. Sebab sebagai acuan untuk dilakukannya pengadaan jasa CS ini. “Kenapa saya katakan komposisinya berubah, itu karena memang sesuai kebutuhan,” jelasnya.

Ada 14 titik atau pos di RSUD SSMA yang perlu dilakukan pembersihan. Sebelumnya dia pernah sempat pertanyakan kepada pekerja bahwa setiap pos diperlukan berapa laki-laki. “Nah, setiap pos butuh dua laki-laki. Dan itu di kali 14 brarti 28 laki-laki,” sebutnya.
Total pekerja CS yang diperlukan sebanyak 65 orang. Lantaran dari 65 diperlukan 28 laki-laki berarti sisanya perempuan. Proporsi perempuan masih lebih banyak ketimbang laki-laki.

“Seperti itu alasannya, dasarnya adalah kebutuhan. Bukan kita mau memecat si A atau B. Memang dasar kebutuhan seperti itu,” paparnya.

Jika pekerja komplain, pihak rumah sakit hanya berurusan dengan perusahaan. Bukan pekerja. Karena tenaga outsourcing tersebut dilakukan pihak ketiga untuk melakukan suatu pekerjaan. “Artinya kita berurusan sama perusahaan. Pekerja juga berurusan sama perusahaan,” lugasnya.

Surhaini membantah aturan baru dianggap dapat menggeser para pekerja CS. Karena itu semua haknya perusahaan yang menilai pekerja baik atau tidak. Artinya, memberhentikan atau merekrut ulang pekerjaa menjadi hak perusahaan. “Mungkin untuk komitmen itu kami kurang tahu, yang pasti kami melakukan semua sistem pengadaan sesuai aturan,” ucapnya.

Begitu pula nanti, merekrut pekerja CS menjadi urusan perusahaan pemenang lelang. Namun dirinya memastikan, pengadaan jasa CS akan ditender.

“Kami kurang paham untuk Solusinya, karena bukan wewenang kami. Itu benar-benar wewenang perusahaan. Siapapun yang memenangkan tender nanti,” tuturnya.

Pihaknya hanya menerima pekerja-pekerja sesuai dengan yang diajukan. Pengajuaannya puna ada alasannya. Begitu pula dengan pendidikan terakhir, memang sudah dibuat. Minimal SD sederajat. “Artinya pekerjaannya minimal SD sederajat, tidak ada masalah,” demikian Surhaini.

laporan: Maulidi Murni
Editor: Arman Hairiadi