Publik Harus Objektif, Perbedaan Arti Aulia Saling Berkaitan

Penuturan Ahli Tafsir soal Al-Maidah 51

AHLI TAFSIR. Ahli tafsir dari Yayasan Hidayatullah Balikpapan, Masykur Suyuti, ditemui Kaltim Post, Rabu (6/6). Dina Angelina-Kaltim Post
AHLI TAFSIR. Ahli tafsir dari Yayasan Hidayatullah Balikpapan, Masykur Suyuti, ditemui Kaltim Post, Rabu (6/6). Dina Angelina-Kaltim Post

eQuator.co.id – Kata “aulia” dalam Alquran ternyata memiliki banyak terjemahan. Terutama jika merujuk pada akar katanya. Ada 42 ayat dalam kitab suci umat Islam itu yang menyebutkan kata “aulia”.

Arti kata aulia dalam surat Al-Maidah ayat 51 hingga kini masih menjadi perdebatan di masyarakat. Khususnya akibat peredaran imbauan dalam aplikasi jejaring media sosial seperti WhatsApp. Bahkan, dalam broadcast tersebut, perbedaan arti kata aulia ini sudah begitu jauh disalahartikan. Ada yang menganggapnya sebagai salah satu bentuk upaya peredaran Alquran palsu.

Bagaimana pendapat ahli tafsir soal arti kata aulia ini? Aulia berasal dari bahasa Arab yang berarti wali. Aulia merupakan bahasa jamak atau plural. Sementara kata tunggal atau singularnya adalah wali. Wali memiliki banyak arti. Mulai fungsinya sebagai pelindung, pemimpin, orang paling paham dan tahu kondisi anggotanya, dan lain-lain.

Ahli tafsir dari Yayasan Hidayatullah Balikpapan, Masykur Suyuti mengatakan, penggunaan kata aulia di Alquran memiliki banyak perbedaan. Namun, sebenarnya maknanya saling berkaitan dan mendukung. Merujuk pada akar kata, aulia memiliki banyak terjemahan lain.

Pria kelahiran Pangkep ini menyebutkan, hal yang wajar dalam satu kata dalam bahasa Arab memang bisa melahirkan banyak arti. Apalagi kata aulia banyak disebutkan dalam Alquran, tidak hanya satu dalam Al-Maidah. Dari penelusurannya, ada 42 ayat dalam Alquran yang menyebutkan kata aulia.

“Sebenarnya tidak ada yang bertentangan, tetapi lebih kepada konteks. Kadang aulia diartikan sebagai pemimpin, teman setia, pelindung, dan teman-teman,” ucap ketua Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Hidayatullah itu.

Pria berusia 40 tahun ini meyakini, tidak ada yang salah dalam penggunaan arti kata aulia tersebut. Sebab, walau berbeda penggunaan kata dalam arti, namun makna semua berkaitan. Kadang yang dijadikan pelindung adalah kawan, lalu yang menjadi pemimpin itu orang yang dikenal.

“Jadi, lebih pada pemilihan redaksi yang tepat karena seluruh maknanya dapat berkaitan,” beber pria yang pernah terpilih mengikuti pelatihan bahasa Arab di Makkah, 2012, ini.

Masykur menjelaskan beberapa ayat lain yang juga turut menggunakan kata aulia. Contoh selain Al-Maidah, penggunaan aulia sebagai teman setia juga terletak pada Al-Mumtahanah ayat 1. “Wahai orang beriman, jangan jadikan orang kafir sebagai teman setia.”

Selanjutnya, pada Ali Imran ayat 28, aulia dianggap sebagai pemimpin dengan bunyi sebagai berikut: “Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang kafir sebagai pemimpin.” Terakhir, kata aulia sebagai pelindung di Surat At-Taubah ayat 23. “Janganlah kamu jadikan bapakmu dan saudara-saudaramu, kalau mereka lebih cenderung kepada kekafiran.”

Beberapa ayat itu menunjukkan penulisan kata aulia yang sama, tapi memiliki makna yang berbeda karena konteks. Menurutnya, perbedaan tersebut bisa saja berasal dari sebab turunnya atau latar belakang ayat ini berbeda dengan ayat yang lain. Jadi, penting untuk melihatnya bergantung pada konteks.

Berdasarkan terjemahan Kementerian Agama (Kemenag) revisi 2002, arti aulia tercantum pada Surat Al-Maidah, yakni teman setia. Sedangkan pada ayat 57, aulia bermakna sebagai pemimpin. Sesungguhnya karena maknanya bergantung pada konteks keseluruhan.

Alumnus S-1 Ilmu Syariah LIPIA Jakarta ini meyakini, temuan perbedaan arti kata aulia dalam terjemahan ini tidak mengarah sampai pada dugaan Alquran palsu. Dia merasa itu bukan juga sebuah rekayasa. Sebab, terjemahan kata aulia memang banyak dan tergantung konteks.

“Jangan sampai isu seperti ini karena ada yang memanfaatkan momen untuk kepentingan tertentu,” sebutnya. Secara legal, semua cetakan penerbit mana saja, hanya mengubah aksesori, kover, dan desain. Tidak mengubah isi ayat dan arti, seluruhnya wewenang Kemenag.

Apalagi di dalam Kemenag terdapat divisi atau lembaga khusus yang mengurus terjemahan Alquran, yakni lajnah pentashihan mushaf. Ibaratnya isi terjemahan sudah copy-paste dan penerbit tidak akan berani mengubah isi Alquran dan terjemahan itu. Kecuali memang sudah ada niatan buruk.

“Tidak ada permasalahan jika masih sebatas kata. Semua maknanya tercakup. Secara penjelasan, dia bukan sesuatu yang sifatnya tidak berhubungan sampai dikatakan salah, tapi dia butuh penjelas untuk melihat kalimat dalam ayat itu secara utuh agar paham konteksnya,” ungkapnya.

Alumnus S-2 Pendidikan Islam Universitas Ibnu Khaldun Bogor ini menyarankan masyarakat untuk lebih proporsional dan objektif melihat permasalahan ini. Melihatnya berdasarkan ilmu dan tuntunan. Bukan grusa-grusu. Apalagi mudah terpancing isu. Kalau tidak berdasarkan pemahaman, malah yang terjadi blunder. Padahal, di satu sisi, semua bisa dikompromikan baik secara akal maupun penjelasan agama.

“Tapi, tipikal masyarakat mudah berlawanan saat melihat sesuatu yang tidak sesuai dengan pemahamannya, jadi perlu edukasi lebih tentang tafsir. Padahal, contohnya setelah melakukan kajian sepintas saja kita bisa sudah paham maksud konteksnya,” tuturnya.

Maka dari itu, penting untuk belajar terjemahannya keseluruhan. Tidak sepenggal-sepenggal. Menurutnya, kejadian ini juga menjadi pelajaran dan saran untuk Kemenag sebagai pihak berwenang. Apabila ada revisi dalam terjemahan, seharusnya disampaikan kepada masyarakat dengan baik. Misalnya, ada kajian dan perubahan makna seperti ini, masyarakat sudah tahu dan tidak mempermasalahkan.

Diberitakan, jagat media sosial kembali dibuat fokus pada Surat Al-Maidah ayat 51. Kehebohan itu dipicu munculnya pesan berantai melalui WhatsApp yang menyebutkan saat ini banyak dibagikan Alquran palsu. Alquran itu disebut sudah dibagikan ke sekolah-sekolah dan dijual massal di berbagai toko buku.

Tudingan Alquran palsu yang dimaksud adalah versi terjemahan Al-Maidah ayat 51 yang berbeda dari sebelumnya. Yakni, kata aulia dalam ayat 51 yang sebelumnya bermakna “pemimpin” diubah menjadi “teman setia”.

Kaltim Post (Jawa Pos Group) pun menelusuri sejumlah toko buku di dua kota Rabu (6/6). Balikpapan dan Samarinda. Di salah satu gerai buku di kompleks Mal Lembuswana, mayoritas Alquran yang dijual merupakan versi terjemahan Al-Maidah ayat 51 dengan arti kata aulia sebagai teman setia. Beberapa penerbit yang menerjemahkan kata aulia sebagai teman setia dalam Al-Maidah ayat 51 seperti Alquran terbitan Pustaka Al-Kausar, Cipta Bagus Segara, dan Cordoba.

Sementara dalam cetakan penerbit yang sama pada Surat Al-Maidah 57, Ali Imran ayat 28, Surat Annisa ayat 145, kata aulia diterjemahkan sebagai pemimpin.

Di Balikpapan, media ini juga menemukan hal serupa. Berdasarkan penelusuran di salah satu toko ternama, seluruh Alquran terjemahan ini menulis kata “teman setia (mu)” pada arti Surat Al-Maidah ayat 51.

Berikut kutipan ayat 51 di salah satu Alquran yang media ini temukan, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia (mu); mereka satu sama lain saling melindungi. Barang siapa di antara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”.

Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kaltim Sofyan Noor yang dikonfirmasi mengenai informasi itu mengaku belum bisa berkomentar banyak. Pihaknya mesti mempelajari terlebih dahulu kabar tersebut bersama ahli tafsir. Namun, jika merujuk terjemahan Kemenag terdahulu, Alquran terbitan 1965, kata aulia diakui memang diartikan sebagai wali atau pemimpin.

“Bisa saja ada makna lain versi terbaru. Perlu diklarifikasi dulu. Saya tidak bisa (komentar) karena bukan ahli tafsir,” kata Sofyan Noor, Rabu (6/6).

Atas pesan berantai itu, dia meminta masyarakat, khususnya ahli tafsir, hafiz Alquran, dan para kiai pondok pesantren untuk proaktif membantu menelusuri informasi tersebut. Sekaligus memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait terjemahan Alquran yang menyebutkan arti berbeda seperti kata aulia. Sebab, jika dibiarkan tanpa penjelasan, bisa menimbulkan gejolak. Apalagi saat ini banyak Alquran yang dijual dalam berbagai versi terjemahan.

“Saya anjurkan masyarakat merujuk Alquran versi Kemenag,” jelasnya. (Kaltim Post/JPG)