Puasa dan Memakmurkan Masjid

Oleh: Heriansyah

Heriansyah
Heriansyah

eQuator.co.id – Bulan Ramadhan memiliki tempat istimewa di hati orang-orang yang beriman kepada Allah SWT. Hal ini tampak pada persiapan yang dilakukan oleh orang yang beriman. Mulai dari  persiapan menyambut kedatangannya sampai ke hari pelaksanaanya menjadi suatu yang istimewa.

Oleh karena itu, kedatangannya sangat dinanti, kepergiannya ditangisi. Tidak jarang tahun lalu kita melihat teman, keluarga maupun tetangga kita masih merasakan nikmatnya puasa ramadhan. Namun, di tahun ini mereka tidak berjumpa lagi dengan bulan penuh ampunan itu, karena masa hidupnya di dunia telah berakhir.

Puasa ramadhan diwajibkan bagi orang yang beriman lihat (Q.S Al-Baqarah 183). Oleh karena itu, perintah wajib ini terkhusus mereka yang beriman, sehingga mereka yang mampu melaksanakan puasa ramadhan tentu memiliki keimanan yang mantap, yang dengan puasa itu mudah-mudahan kita menjadi orang yang bertakwa.

Terkait dengan judul diatas, bahwa memang hampir dapat dipastikan bahwa jika di bulan ramadhan masjid termamkurkan dengan sendirinya. Jika dibandingkan dibulan lain masjid atau surau tidak lebih ramai saat ramadhan. Kenapa demikian? Karena kaum muslimin meyakini bahwa amalan pahala di bulan suci ramadhan itu pahalanya berlipat-lipat, apalagi diikuti dengan ibadah di masjid atau surau, tentu lebih berkah dan bermakna. Tentu pilihan beribadah di masjid menjadi pilihan yang tepat dan berkah.

Puasa ramadhan dan memakmurkan masjid merupakan dua hal yang tidak boleh dipisahkan dari orang islam yang beriman. Kedua hal ini dapat menjadikan mereka menjadi orang bertakwa yang senantiasa mendapatkan petunjuk. Kita bisa lihat quran surah al-Baqarah ayat  183 dan Attaubah ayat 18 yang artinya “ hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu mudah-mudahan kamu bertakwa (QS. Al-Baqarah 183). “Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk (QS. At-Taubah 18).

Dalam hadis disebutkan “ jika kamu melihat seseorang yang biasa ke masjid, maka persaksikanlah dia dengan keimanan” (HR. Ahmad). “sesungguhnya para pemakmur masjid itu hanyalah ahli Allah” (HR. Tarmidzi), Lihat: Kemudahan dari Allah; Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir jilid 2.

Dulu, di zaman nabi masjid senantiasa dijadikan tempat berbagai macam kegiatan bermanfaat bagi kaum muslimin, baik untuk ibadah maupun  pembelajaran. Bahkan dalam sejarah tercatat bahwa Rasulullah dalam ‘membangun’ yang pertama kali adalah masjid. Oleh karena itu, ibadah dan pembelajaran yang dihasilkan melalui masjid terpatri dalam hati dan sikap para sahabat nabi. Tidak heran, setelah nabi meninggal, sahabat-sahabat tetap menjalankan syariatnya sesuai tuntunan nabi. Karena, ‘pembiasaan’ yang dilakukan nabi banyak di masjid terlepas dari keberkahan di masjid itu sendiri.

Oleh karena itu, semestinya kaum muslimin dapat mengambil pelajaran-pelajaran berharga seputar puasa ramadhan yang erat kaitannya dengan memakmurkan masjid. Spirit memakmurkan masjid semestinya didapat saat ramadhan dan penerapannya pasca ramadhan. Kenyataannya! Seringkali kita temukan masjid ramai diawal ramadhan, sedangkan di akhir ramadhan kian sepi. Apa mungkin ada anggapan bahwa keberkahan hanya di awal ramadhan? atau memang karena sibuk menyiapkan idul fitri? Atau mungkin karena mereka tidak tahu, bahwa awal sampai akhir ramadhan terdapat keberkahan,? Sehingga mereka hanya bersemangat diawal ramadhan. Menurut penulis, ini penting diketahui bahwa sesungguhnya awal sampai akhir terdapat keberkahan,  bahkan lebih berkah lagi diakhir ramadhan, karena terdapat malam lailatul qadar, malam yang lebih baik daripada seribu bulan.

Namun, lebih menyedihkan lagi terkadang masjid hanya dimakmurkan saat ramadhan saja. Entah, karena mereka mengejar pahala saat ramadhan, atau memakmurkan masjid karena ikut-ikutan orang yang meramaikan.  Oleh karena itu, tidak heran, jika pada saat pasca ramadhan masjid masih tidak seramai ramadhan. Karena pelaksanaan memakmurkan masjid bukan didasari dengan iman. Alhasil, masjid kembali sepi dari jamaah.

Sejatinya, sebagai orang yang beriman sejatinya kita senantiasa memakmurkan masjid. Percayalah, jika masjid sudah ramai dengan kegiatan bermanfaat, maka keberkahan disekeliling kita akan hadir. Lihat dalam sejarah, cucu Rasullullah yang masih kecil dibawa ke masjid, mesti mereka saat itu belum tahu manfaat memakmurkan masjid. Hari ini, masjid seolah untuk orang alim, dewasa sementara anak-anak tidak dianjurkan. Bahkan ada larangan membawa anak-anak ke masjid karena bisa mengganggu kekhusyu’an orang-orang shalat.

Tentu hal ini tidaklah bijak. Sholat di masjid perlu pembiasaan, terutama anak yang sudah mumayyiz. Sehingga saat ia dewasa ibadah ke masjid sudah menjadi kebutuhannya. Orang tua pun demikian, sangat tidak bijak jika ia hanya menyuruh anak ke masjid sementara adab didalam masjid tidak ia ajarkan. Bahkan yang lebih parah lagi, anaknya hanya disuruh ke masjid sementara si bapak shalat dirumahnya.

Padahal, Masjid semestinya menjadi dasar peradaban. Oleh karena itu, momen yang tepat jika ramadhan dijadikan sarana meningkatkan kecintaan kita terhadap masjid. Kenyataannya, kita sering menemukan di kantor sudah disediakan masjid, ternyata di dalam ruang kantor pun orang mendirikan ‘surau’ diruangannya. Dan ini terkadang, membuat orang terbiasa meninggalkan shalat jamaah di masjid. Lantas kapan memakmurkan masjidnya? Apa hanya bentuk sumbangan? Atau memang terjebak pada membangun masjid semegah mungkin, tanpa banyak aktivitas ibadah didalamnya? Wallahu ‘alam bishshawab.

 

*Staf Administrasi IAIN Pontianak