eQuator – Presiden Joko Widodo memilih tidak ikut campur pada kasus pencatutan namanya oleh oknum anggota dewan dalam pertemuan dengan Freeport.
Pria yang akrab disapa Jokowi itu justru kembali menekankan tentang perpanjangan kontrak Freeport yang selama ini dikaitkan dengan masalah itu. Menurut Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, Jokowi mengingatkan empat poin penting yang harus dilalui Freeport jika ingin melanjutkan kontrak karya. Salah satunya adalah memperhatikan royalti.
“Harus ada perbaikan atau royalti yang lebih baik pada pemerintah pusat dan pemda. Ya, artinya untuk pemerintah Indonesia,” tegas Pramono Anung dalam jumpa pers di kantor kepresidenan, Jakarta, Selasa (17/11).
Selanjutnya, juga ditekankan masalah divestasi. Freeport harus menjalankan divestasi karena telah disesuaikan dengan Undang-Undang Minerba. Pramono tidak menyebut angka divestasi yang diinginkan pemerintah. Meski dalam rekaman percakapan pencatut nama presiden, sempat disebutkan pemerintah minta angka divestasi dinaikkan dari 30 persen menjadi 51 persen.
“Ini adalah kontrak karya generasi pertama dari Freeport. Generasi pertama diatur secara rigid sehingga kewajiban divestasi juga diatur dalam kontrak karya. Itu saja yang harus dijalankan sesuai dengan ketentuan,” imbuhnya.
Perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu juga diingatkan untuk melaksanakan pembangunan smelter. Ini sudah berulangkali diingatkan pemerintah. Bukan hanya pada Freeport tapi juga perusahaan tambang lainnya. Selanjutnya, presiden juga meminta Freeport fokus pada pembangunan Papua.
Semua arahan ini, sambung Pramono, telah ditugaskan Jokowi pada Menteri ESDM, Sudirman Said untuk mengurusinya. Karena itu, ia memastikan, tidak pernah ada pembicaraan yang sama dengan orang lain di luar pemerintahan terkait hal tersebut.
“Sekali lagi kami tegaskan presiden sama sekali tidak pernah berbicara kepada siapa pun di luar pemerintahan terkait empat hal tadi. Kalau ada yang mengatasnamakan itu maka presiden menyampaikan dengan tegas bahwa itu tidak benar,” ulasnya. (jpnn)