eQuator – Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Muhammad Nasih mengingatkan, Pemerintahan Joko Widodo agar tidak terlalu ngotot membela kepentingan bisnis Tiongkok di Indonesia. Salah satu contohnya terkait pembangunan kereta api (KA) cepat Jakarta-Bandung.
Menurut Nasih, yang butuh kereta api cepat itu sebetulnya Indonesia. “Kenapa Presiden Jokowi yang ngotot agar kereta api cepat itu dibangun oleh China,” kata Muhammad Nasih, dalam Dialog Kenegaraan bertajuk “Menjawab Hak Bertanya DPD RI tentang Urgensi Perpres Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung” di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (4/11).
Kalau Jokowi mau bersikap adil dan membela kepentingan rakyat, menurut Nasih, mestinya Peraturan Presiden (Perpres) tersebut tidak serta-merta memperkuat posisi China sebagai pihak yang akan membangun proyek tersebut. Sebab proposal dari Jepang lebih dahulu masuk ketimbang proposal dari China.
“Ini bukan ujaran kebencian terhadap China, tapi ini lebih soal keadilan ekonomi. Kan memang Jepang yang lebih dahulu mengajukan proposal kereta api cepat dengan suku bunga pinjaman 0,1 persen. Sedangkan proporsal China masuk menyusul proporsal Jepang dengan suku bunga pinjaman 2,0 persen, tapi China yang ditunjuk untuk mengerjakannya,” beber Nasih.
Kalau Presiden Jokowi terus-terusan membela kepentingan bisnis China di Indonesia, lanjutnya, bisa memicu gerakan-gerakan anti China.
“Ingat kasus pembangunan pabrik Semen Merah Putih di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten yang diklaim sebagai investasi China. Padahal pabrik itu dibangun dengan dana dalam negeri, tapi para pekerja di pabrik itu hampir semuanya didatangkan dari China,” ujarnya.
Mestinya, kata Nasih, Perpres yang diterbitkan dalam satu tahun kepemimpinan Jokowi ini harus membuat legitimasi terhadap visi dan misinya tentang tol laut dan poros maritim.
“Entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba Perpres kereta api cepat Jakarta-Bandung yang terbit lebih dahulu ketimbang poros maritim. Mestinya Perpres tentang tol laut dan poros maritim yang prioritas, karena itu yang diperlukan Indonesia sebagai negara kepulauan,” ulasnya. (jpnn)