Potensi Inflasi Sektor Pangan Mesti Diperhatikan

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Kalbar

Ilustrasi.NET

eQuator.co.id – PONTIANAK-RK. Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Kalimantan Barat (Kalbar) di tahun 2019 berada pada kisaran 5,1-5,5 persen. Target tersebut sedikit lebih tipis jika dibandingkan dengan proyeksi di tahun 2018 sebesar 5,0-5,4 persen.

“Saya menilai kondisi ekonomi Kalbar akan relatif stagnan, prediksi oleh Bank Indonesia itu saya kira tidak keliru,” ujar pengamat ekonomi Universitas Tanjungpura, Windhu Putra, Rabu (9/1).

Dia menyebutkan, kondisi tersebut terjadi akibat belum ada terobosan yang mampu mendongkrak ekonomi kalbar secara signifikan. Hal itu menurutnya terlihat dari investasi infrastruktur yang belum tampak menggeliat.

Target pertumbuhan di angka 5,1-5,5 persen itu menurutnya, lebih tinggi sedikit dibandingkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang oleh Bank Indonesia diproyeksikan pada kisaran 5,0-5,4 persen.

Menurut Windhu, di tahun 2019, pemerintah perlu memberikan perhatian terhadap potensi inflasi yang dipengaruhi oleh harga-harga pangan. Dia mengkritisi soal perbedaan data pangan yang dimiliki oleh SKPD dan BPS.

“Perbedaan data perlu disinkronkan agar tidak keliru dalam pengambilan kebijakan terkait pangan yang menyangkut hajat hidup orang banyak,” katanya.

Kepala Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Kalbar, Prijono menuturkan, meningkatnya kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi diperkirakan menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi. Dari sisi penawaran, selain lapangan usaha (LU) pertanian, peningkatan kinerja LU industri pengolahan serta perdagangan akan mendukung kinerja ekonomi Kalbar tahun 2019.

“Konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat seiring dengan persepsi semakin membaiknya kondisi perekonomian serta pelaksanaan pemilihan langsung presiden dan legislatif,” sebutnya.

Hal ini pun, manurutnya, didukung dengan beberapa proyek infrastruktur yang bakal mendorong investasi. Khususnya di investasi fisik.

Diantaranya Pelabuhan Tanjungpura (Kijing) di Mempawah, Kawasan Ekonomi Khusus di area Pelabuhan Tanjungpura,  Proyek Pembangunan Smelter di Mempawah,  Jembatan Landak II di Pontianak, serta Pembangunan PLTU Kalbar 1 di Bengkayang.

Dari sisi inflasi, pada tahun 2019 diperkirakan masih akan berada pada rentang sasaran inflasi nasional, yakni 3,5 plus minus satu persen (yoy). Namun masih sedikit di atas perkiraan inflasi tahun 2018.

Menurut Prijono, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi target pencapaian tersebut. Misalnya pergerakan harga minyak dunia yang dapat berdampak pada kenaikan harga BBM. Ketidakpastian ekonomi dunia yang dapat mengakibatkan imported inflation, anomali cuaca yang dapat berpengaruh terhadap produksi dan distribusi bahan pangan, dan dinamika pemilu.

“Akan tetapi, komitmen pemerintah untuk tidak menaikkan tarif listrik dan cukai rokok pada 2019 diprakirakan dapat menjadi faktor yang meredakan tekanan inflasi 2019,” kata Prijono.

Untuk prospek perekonomian Kalimantan Barat, tidak lepas dari barbagai tantangan yang perlu mendapatkan perhatian. Beberapa tantangan tersebut, seperti  pertumbuhan dunia yang melambat, melambatnya volume perdagangan dunia dan harga komoditas seperti karet dan CPO, resiko geopolitik yang masih tetap tinggi terkait dengan parang dagang AS-Tiongkok, melebarnya defisit transaksi berjalan, ketergantungan ekonomi terhadap sektor ekstraktif, peningkatan kualitas SDM serta, anomali cuaca yang dapat menghambat aktivitas ekonomi di provinsi ini.

“Kita berharap adanya sektor pertumbuhan ekonomi baru agar tidak tergantung pada komoditas klasik yang harganya belum stabil. Pusat pertumbuhan baru tersebut hendaknya berfokus pada industri pengolahan. Di samping itu, percepatan infrastruktur dasar, serta peningkatan daya saing dan produktivitas SDM juga mesti menjadi perhatian dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi Kalbar,” tandasnya.

 

Laporan : Nova Sari

Editor : Andriadi Perdana Putra